Kau bilang ketika jalan tergenang air, ban motor sebenarnya tidak menapak. Seakan-akan ada lapisan yang membatasi ban dengan permukaan tanah atau aspal. Itu yang memberikan efek melayang saat berkendara.
"Eh, kau tidak usah banyak cengkunek. Kalau kau tidak mau ikut, ya sudah," ketus Bonar.
"Yah, bukan begitu maksudku, Bon. Aku cuma mau bilang, kalau kita harus menunggu hujan ini reda dulu. Kau tahu sendiri, jalan ke kota itu banyak kolamnya." terang Anju.
Bonar melengos masuk kamar indekosnya sedangkan kau masih berdiri di pintu kamarmu. Nyata benar kalau hati dan pikiranmu sedang berdebat. Matamu belum beralih dari pintu kamar Bonar yang dibiarkan terbuka sehingga bunyi barang dibanting sesekali terdengar nyaring.
Entah masalah atau bukan, kau sangat menghidup namamu. Anju, orang yang selalau bersikap sabar menghadapi karakter antagonis yang dimainkan dalam kehidupan yang penuh drama. Kau selalu menganggap dirimu harus bisa menjadi mediator yang baik, yang harus membujuk saat orang lain merajuk. Dalam hal ini, Bonar. Ia selalu menganggap dirinya benar dan menganggap segala keinginannya harus dipenuhi, tidak boleh tertinggal apalagi didahului. Sialnya, sang sutradara selalu mempertemukanmu dengan karakter yang seperti itu.
"Oke, Bon. Kita jalan. Tapi kau ada mantel dan helm, kan?" ujarmu.
"Tadi kau bilang tidak mau."
"Aku tidak bilang begitu."
"Oke, itu katamu ya. Aku nggak maksa. Tapi karena kau sudah bersedia, ya ayo!"
Kau berusaha memberi senyum terbaik walau terpaksa. Garis bibirmu menunjukkannya, kelihatan kaku. Bonar agaknya tidak keberatan atau malah tidak peduli. Ia sangat bersemangat. Ia menyiapkan mantel dan helm yang tadi kau tanyakan.