Mohon tunggu...
BANYU BIRU
BANYU BIRU Mohon Tunggu... Guru - Guru | Pecandu Fiksi

Orang yang benar-benar bisa merendahkanmu adalah dirimu sendiri. Fokus pada apa yang kamu mulai. Jangan berhenti, selesaikan pertandinganmu.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Rapat Meja Makan

17 Maret 2022   11:00 Diperbarui: 17 Maret 2022   13:24 436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Edited by Rapael Sianturi

Kepada Bu Ema, putri 15 Maret yang memesona.

 

Di dalam sebuah ruang makan, berbagai peralatan makan mengadakan rapat yang dipimpin oleh sebuah kursi. Sang Kursi berdehem, suaranya yang berat, menebar kharisma. Suaranya dapat segera diterjemahkan oleh seluruh anggota sehingga mereka segera memasang telinga pada setiap kata-kata yang keluar dari mulut Sang Kursi.

"Baik, untuk hari yang istimewa ini, saya ingin memastikan, hal terbaik apa yang akan kalian berikan kepada Bu Ema?" tanya Kursi.

"Saya, Pak," kata sebuah mangkuk kecil bersemangat.

"Silakan!" ujar Sang Kursi.

"Saya bersedia menampung air bekas cuci tangan Bu Ema dari awal hingga akhir acara. Saya tidak akan merasa jijik."

"Yah, kalau begitu, kami juga bisa," sanggah sepasang sendok dan garpu, "Kami juga tidak akan jijik walau kami harus keluar masuk mulut bu Ema yang bau,"

"Tunggu-tunggu!" Suara dari sebuah kotak berhasil menarik perhatian. Perwakilan satu lembar Tisu tidak mau kalah, "Kalau kalian melihat dari sisi itu, kami masih lebih baik, kami mengorbankan kebersamaan kami saat Bu Ema menarik salah satu dari kami, mengelap mulut dan tangannya lalu membuang kami ke tempat sampah," ujar selembar Tisu dengan raut sedih.

"Sudah, sudah, saya tidak meminta kalian untuk saling membandingkan. Kita punya fungsi masing-masing, kita hanya perlu menjalankan kegunaan kita untuk melayani Bu Ema. Itu saja," terang Sang Kursi melerai.

Seluruh peserta rapat terdiam.

"Baiklah, daripada kita ribut, aku harus pastikan kalian sudah siap." Kursi melihat ke arah teko dan anak-anaknya para gelas.

"Kami sudah siap dengan minuman di dalam perutku, dan anak-anakku sudah dimandikan bersih agar nyaman digunakan," kata Sang Teko mantap.

"Aku dan sahabatku magic com juga sudah siap untuk menghidangkan nasi," ucap Ceting sambil memainkan mata kepada magic com.

"Hm, bagaimana dengan lauk dan sayuran?"

"Siap! Aman, Pak," jawab piring ikan dan mangkuk wadah sayur serempak.

Kursi menaikkan alis, ia tampak berpikir. Melihat itu, semua peralatan makan ikut bingung.

"Maaf, Pak, apakah masih ada yang kurang?" tanya salah satu gelas memberanikan diri.

"Hem. Iya, sepertinya kita melupakan sesuatu."

Alat-alat makan saling pandang. Mereka sama-sama buntu.

"Ah, saya ingat." Meja menghentak sehingga semua peralatan makan yang berdiri di atasnya melompat kaget. Seluruh peserta baru sadar bahwa tepat di bawah pijakan mereka ada meja yang sedari tadi diam. Sang Kursi tak kalah terkejutnya, hanya ia lebih mudah untuk menenangkan dirinya kembali.

"Katakanlah!" Sang Kursi mempersilakan dengan penuh wibawa.

"Kue ulang tahun," jawabnya singkat. Semuanya terkesiap, semua benar-benar melupakan inti dari acara malam ini, selain acara makan malam, perayan ulang tahun adalah yang paling utama.

"Oh, tidak, kenapa kita bisa melupakannya?" kata mangkuk kobokan dengan cemas.

"Tenang saja, semuanya sudah beres." Terdengar sahutan dari ruang tamu yang bersebelahan dengan ruang makan. Pemilik suara itu adalah sebuah ponsel yang ditinggal pemiliknya.

"Siapa disana? Suaramu terdengar asing," tanya Sang Kursi menaikkan nada suaranya.

Dengan berlagak misterius, ponsel tersebut menjawab, "Nanti kalian juga akan tahu."

***

Tak lama kemudian, suara slot pintu terdengar dan pintu berderik pertanda seseorang telah masuk ke dalam rumah.

"Ayo-ayo, segera ambil posisi," perintah Sang Kursi dengan nada memburu.

Seluruh peralatan mengambil posisi dengan sangat hati-hati. Takut menimbulkan keributan.

Seorang pria memasuki ruang makan dengan sebuah kue ulang tahun di tangannya. Ia meletakkan sebuah ponsel di atas meja. Ponsel tersenyum dengan lebar dan memainkan mata kepada mereka. Seluruh perlatan makan yang ada disitu masih dengan tatapan bingung, merasa jengkel karena ponsel yang satu ini terlihat puas membuat mereka bingung. Lalu semua menjadi gelap. Pemilik ponsel tadi memadamkan lampu ruang makan.

Untuk kedua kalinya, suara pintu terdengar lagi. Seorang perempuan dengan wajah letih menghempaskan tubuhnya di atas sofa ruang tamu. Kemudian ia berjalan ke ruang makan, Menekan saklar dan ia teriak histeris.

Ia kaget bukan kepalang, melihat seorang pria yang tiba-tiba berdiri di ruang makan, tersenyum sambil memegang kue ulang tahun.

"Selamat ulang tahun, Sayang!" ucap pria itu mesra.

Air mata sang tuan rumah --Bu Ema meleleh dan berhasil terjun melewati pipinya. Pria itu meletakkan kue di atas meja dan menarik Bu Ema kedalam pelukannya. Bu Ema hanya bisa menangis terharu dan membenamkan dirinya di dalam pelukan pria yang selama ini dirindukannya.

Di meja makan, ponsel pria itu kembali tersenyum lebar. Seluruh peralatan makan malam sudah mengerti alasan sang ponsel berlagak sok serius, dan mereka semua pura-pura memasang wajah jutek karena merasa dikerjai oleh ponsel.

Bu Ema digiring menuju meja makan. Masih dengan mata sembap, Bu Ema mencoba untuk tersenyum di hadapan pria tersebut.

"Aku masih ada satu kejutan," kata pria itu. Bu Ema tersenyum. "Tunggu sebentar!" kata pria itu, berlari kecil menuju ruang tamu.

Sesaat kemudian, pria itu kembali dengan beberapa orang lainnya. Serentak mereka menyanyikan lagu "Selamat Ulang Tahun" dan seketika itu pula tangis haru Bu Ema kembali meledak. Mereka adalah sahabat dan keluarga yang tak pernah diduganya akan datang.

Malam ini, malam pertambahan usia yang istimewa. Semua telah dipersiapkan dengan baik. Semua orang dan seluruh peralatan makan turut berbahagia.

Rapat meja makan ditutup.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun