Kesombongan yang akan dibahas disini bukan tindakan yang ditunjukkan secara eksplisit dalam kehidupan sehari-hari misalnya pamer, mengejek orang karena kelemahannya atau lain sebagainya. Namun kesombongan yang akan dibahas oleh Jerry Bridges adalah ekspresi-ekspresi yang tidak terlalu eksplisit namun menjadi pencobaan yang besar bagi kita. Bentuk-bentuk dari kesombongan tersebut adalah sebagai berikut.
a. Â Menganggap diri secara moral.
Kita sering menghakimi orang lain karena telah melakukan pelanggaran moral yang terlihat besar misalnya, kawin-cerai, LGBT, kumpul kebo, prostitusi dan lain sebagainya. Kita melihat mereka dengan perasaan jijik dan menjauhi mereka. Kita selalu menganggap diri kita benar karena kita bisa menjaga diri kita dari dosa-dosa semacam itu. Kita menjadi sombong seakan-akan mereka hina dan kita mulia.
Namun inilah yang sering kita lakukan dan perasaan-perasaan seperti ini juga membuat kita jatuh dalam dosa. Allah menciptakan kita seturut dengan gambar dan rupa-Nya.
Namun dosa merusak-Nya, merusak ciptaan hingga tatanan moral. Kita tidak memiliki alasan untuk membenarkan diri kita. Dalam Roma 3: 9-20 jelas dikatakan bahwa semua orang telah berdosa. Tidak ada lagi yang benar, tidak ada yang mencari Allah namun kecenderungan kita adalah menyeleweng dari kebenaran.
Maka dari itu kita tidak memiliki alasan untuk membenarkan diri. Kita justru harusnya semakin mempererat ketergantungan pada Allah yang sudah melayakkan kita bahkan memperhitungkan kesalahan kita dalam penebusan Kristus. Kita diberi kemampuan untuk hidup benar. Kita tidak lagi dikuasai dosa. Harusnya kita semakin rendah hati karena keberadaan kita semata-mata hanya oleh anugerahnya. Kita harusnya menolong mereka yang jatuh ke dalam dosa  untuk kembali ke jalan kebenaran.
b. Kesombongan karena doktrin yang benar.
Jujur secara pribadi saya tidak luput dari kesombongan ini. Saat ini saya berkuliah di salah satu universitas Kristen yang memegang teguh teologi reformed.
Selama mempelajari teologi terlebih teologi reformed saya percaya doktrin yang diajarkan adalah doktrin yang benar dan membuat saya kadang menjadi superior dari orang lain. Bukan berarti tidak ada kebenaran dalam perspektif yang lain, hanya saja semakin tahu bukannya semakin menyadari keterbatasan dan kekeliruan diri malah menganggap diri lebih benar daripada yang lain. Puji Tuhan, Jerry Bridges mengingatkan saya tentang 1 Korintus 8:1.
Ia tidak menuliskan isi ayat ini dalam bukunya sehingga saya harus membuka Alkitab saya sendiri. Isi ayat tersebut adalah "Tentang daging persembahan berhala kita tahu: "kita semua mempunyai pengetahuan." Pengetahuan yang demikian membuat orang menjadi sombong, tetapi kasih membangun" wah, saya tertegur sekali dengan ayat ini.
Artinya pengetahuan setinggi apapun tanpa disertai kasih kita hanya akan jatuh dalam kesombongan yang justru menghancurkan kita dan menajuhkan kita dari Allah. Kasih mampu membangun kita semua sebab kasih menutupi banyak sekali dosa ( Amsal 10:12, 1 Petrus 4:8)
c. Â Kesombongan karena presatasi.
 Siapa yang tidak bangga terhadap diri sendiri apabila mencapai sebuah prestasi? Apalagi jika kita sudah bersusah payah untuk mencapainya. Tetapi hati-hati, jangan sampai kita jatuh dalam dosa kesombongan. Terkadang pencapaian bisa menjadi pencobaan dengan membuat antara kebanggaan dan kesombongan seolah-olah samar-samar dan tidak tahu batasnya.
Kita bisa menjadi orang yag selalu ingin dipuji. Namun hal yang menjadi pegangan hidup kita adalah, segala kemampuan dan pencapaian yang kita terima harus kita persembahkan kepada Allah sebab itu semua diberikan kita agar kita menjadi persembahan yang layak bagi Allah ( 2 Timotius 2:15). Jerry juga mengingatkan bahwa Allah juga berdaulat atas keberhasilan kita. Dalam 1 Samuel jelas diajarkan bahwa Allah yang membuat miskin atau kaya, merendahkan atau meninggikan.
Oleh karena itu jangan sampai kita berpikiran apa yang kita raih semata-mata hanya hasil jerih payah kita. Tanpa berkat Tuhan kita tak mampu melakukan-Nya
d. Kesombongan karena jiwa yang bebas.
Jerry Bridges menjelaskan 2 indikator bebas pada bagian ini yaitu perlawanan terhadap otoritas (khususnya otoritas rohani) dan sikap tidak mau belajar. Kalau dipikir-pikir siapa yang tidak ingin bebas? Tetapi bebas seperti apa? Bebas tanpa kontrol atau bebas tetapi terikat? Bebas tanpa kontrol artinya tidak mempedulikan batasan-batasan yang ada baik batasan moral, lingkungan dan sebagainya namun bebas tapi terikat adalah kebebasan yang kita miliki barada dalam batasan tertentu.
Contohnya ikan. Ikan akan bebas di habitatnya (air) namun akan terbatas bahkan mati jika ia berada di darat. Bahkan ikan juga memiliki batasan antarai air tawar atau air laut. Demikian juga manusia, kita bebas melakukan apa saja tetapi jangan sampai melewati batas yang ditentukan yaitu prinsip-prinsip esensial yang diajarkan dalam Alkitab.
Kita akan selalu berada di bawah otoritas. Di rumah otoritas tertinggi adalah orang tua, di kelas otoritas tertinggi adalah wali kelas, wali kelas harus tunduk pada kepala sekolah dan banyak lagi. Namun Alkitab dengan jelas mengajak kita untuk tunduk pada otoritas sebab mereka yang bertanggung jawab atas kita (Ibrani 13:17) apabila kita ingin lepas dari otoritas maka kita harus siap dengan segala konsekuensi yang mungkin akan terjadi.
Bagaimana dengan otoritas rohani? Jerry mengatakan otritas rohani artinya harus ada orang yang secara tulus mengingkan yang terbaik bagi kita serta menasihati kita dengan nasihat Alkitabiah yang bijaksana. Disinilah kita harus memiliki kemauan untuk belajar.
Saya teringat perkataan care group leader saya yang mengatakan " jika ada orang yang menagatan bahwa aku memang begini orangnya, sudah dari sononya ya mau gimana lagi?" ini adalah ciri orang yang tak mau belajar dan tidak mau bertumbuh.
Pada akhirnya, saya juga diingatkan oleh teman sekelas saya bahwa ketika kita sedang merasa diri kita tidak sombong, maka kita sedang menyombongkan diri. Dan saat menulis ini juga saya sedang merasa saya telah jatuh kedalam dosa karena mencoba mengajarkan orang lain seakan-akan saya sudah terlepas dari kesombongan itu sendiri.
Bahan Bacaan.
Bridges, J. (2008). Respectable Sins : Dosa-dosa yang dianggap pantas. Bandung: Pionir Jaya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H