Mohon tunggu...
Raodah Tul Ikhsan
Raodah Tul Ikhsan Mohon Tunggu... Lainnya - gloridae

Berharap tulisan dalam blog ini dapat menambah informasi yang dibutuhkan pembaca dan secara pribadi terus mengasah teknik menulis yang lebih baik bagi saya pribadi. Kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan. Sekian, terima kasih! Kalian bisa mengunjungi blogku di https://gloridae.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

[Resensi] Cantik Itu Luka

24 Agustus 2024   18:59 Diperbarui: 24 Agustus 2024   19:00 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Dokumen Pribadi

IDENTITAS BUKU

Judul Buku : Cantik Itu Luka
Penulis : Eka Kurniawan
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

Jumlah Halaman : 479 halaman
Tahun Terbit : 2015

REVIEW

Sebelum mengulas novel ini aku ingin mengucapkan terima kasih kepada Abang Danial yang telah memberikan aku buku super kece ini! Thank u ya! Dulu saat masih di Yogya setiap ke toko buku kita berdua akan berlomba siapa kira-kira yang akan duluan mendapatkan buku cantik ini yang selalu terdisplay di bagian best seller. Daannn ... ternyata Abang beli kemudian memberikannya sebagai hadiah. Haha aneh! Kita lanjuutt ... .

"Semua perempuan itu pelacur, sebab seorang istri baik-baik pun menjual kemaluannya demi mas kawin dan uang belanja, atau cinta jika itu ada" (hal. 127)

Kutipan yang pernah sangat viral pada masanya karena dianggap merepresentasikan perempuan sebagai budak seks bagi kaum laki-laki. Eeiitttsss, setiap pembaca tentu memiliki perspektif tersendiri setelah membaca suatu tulisan, akan tetapi jangan sampai pembaca terlalu "terbakar" hanya karena melihat sepotong tulisan tanpa melihat isinya secara keseluruhan. Hehe.

Jadi, buku Cantik itu luka adalah karya Eka Kurniawan yang pertama kali aku baca. Buku ini hadir dengan genre romantis, sejarah, realisme magis, tragedi, dan erotis.

Menceritakan tentang Dewi Ayu, seorang pelacur masyhur pada zaman kolonial. Pelacur yang paling dicari-cari para tentara Belanda dan Jepang. Dewi Ayu dikisahkan tinggal di sebuah kota fiktif Halimunda yang terletak di Selatan Pantai Jawa, kota yang magis, absurd, amoral, dan gila. Karakternya yang anggun, sopan, dan santun membuatnya jadi pelacur yang sangat dihormati di daerahnya. Konsekuensi dari pekerjaanya, membuat Dewi Ayu hamil dan melahirkan tiga anak yang sangat cantik pula. Dewi Ayu sangat muak diberi keturunan yang selalu cantik, sampai pada kehamilannya yang keempat Dewi Ayu berdoa agar melahirkan seorang anak yang buruk rupa bahkan dia berharap anaknya dilahirkan seperti kotoran. Doanya terkabul dengan melahirkan seorang anak dengan wajah yang begitu buruk sampai siapapun yang melihatnya akan ketakutan. Namun, Dewi Ayu tetap menamainya, Cantik.

Dengan latar belakang sejarah kolonial, Eka Kurniawan mampu menghadirkan tiap adegan begitu terasa nyata dalam benak kita. Dengan alur yang bersifat maju mundur, penulis mengajak kita untuk melihat perjalanan hidup seorang Dewi Ayu. Tepatnya tidak ada tokoh sentral dalam buku ini sebab semua tokoh diberikan kesempatan untuk menceritakan kisa hidupnya masing-masing, yang saling terkait, kompleks, rumit, dan penuh tragedi. Tapi anehnya, membacanya tidak akan serumit itu! Penulis mampu menyajikan cerita yang kompleks ini dengan runut, detail, dan mengalir sehingga membuat pembaca terhanyut dalam cerita dengan berbagai kejutan di dalamnya.

Penulis juga tidak pelit untuk menyelipkan humor absurd dan gila di berbagai narasi dalam buku ini. Misalnya saja,

Tokoh Rengganis (Anak dari Maya Dewi anak ketiga Dewi Ayu) ketika dipaksa mengaku siapa yang menghamilinya,

"Mama, aku diperkosa anjing di toilet sekolah," katanya, tenang dan intensional. "Sepertinya aku bakalan hamil."

atau

Maya Dewi terduduk kembali di kursinya, dengan wajah sepucat mayat empat malam. Ia seorang ibu yang tak pernah marah, tidak kepada suami atau anak gadisnya. Maka ia hanya memandang Si Cantik tak berdaya, dan dengan aneh ia bertanya, "Seperti apa anjing itu?" (halaman 379).

Eka kurniawan menuliskan novel ini secara blak-blakan, dengan banyak kalimat vulgar secara eksplisit sehingga mungkin akan sangat sensitif bagi pembaca yang sulit menerimanya. Tidak sedikit juga penulis menceritakan tentang seks, kekerasan, perilaku amoral, dan penyiksaan serta menggunakan banyak kata makian atau kasar sehingga pembaca diharapkan lebih bijak dalam membacanya, terutama mereka yang masih di bawah umur. 

****

"Kehilangan anak lebih mengerikan daripada bertemu dengan iblis, dan memberikan cinta kepadamu lebih mengerikan daripada kehilangan dua puluh anak."

(Hal.298)


"Kita tak bisa menghalangi seorang perempuan dari kesenangannya."

(Hal.457)


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun