Buku yang diterbitkan dari penerbit indie cenderung memperlakukan naskah dengan sungguh-sungguh ketimbang penerbit mayor yang bukunya bersinar selama sebulan lantas menghilang setelah berjejer dengan buku-buku baru. Banyak juga penulis yang menerbitkan buku, tetapi hanya sedikit yang mendiskusikannya.
Rumah kertas bagaikan cermin bagi para pecinta sastra. Banyak hal yang begitu relate dengan kegiatan membaca kita.Â
Sama halnya seperti kebanyakan buku yang bercerita tentang "buku" pada umumnya, Rumah Kertas juga banyak menyajikan judul-judul buku yang mungkin masih asing bagi pembaca, namun di situlah letak keistimewaannya.Â
Kita jadi lebih banyak mengetahui buku-buku indah dari mancanegara. Selain itu, buku ini juga menghadirkan plot twist yang dapat mengejutkan pembaca.
Sungguh melalui sebuah buku dapat merubah kehidupan seseorang, seperti halnya Bluma dan Brauer, dan mungkin juga para pecinta buku lainnya.
Sebagai pembaca kita saling memata-matai perpustakaan kawan satu sama lain, sekalipun hanya di waktu senggang. Kadang kita berharap menjumpai buku yang ingin kita baca tapi tidak kita punya, atau mencari tahu apa yang sudah dilahap oleh kutu buku di seberang kita ini. Kita tinggalkan teman kita duduk di ruang tengah dan saat kembali, mendapatinya tengah berdiri di sana sambil mengendus buku-buku kita (hlm 10).
Kita lebih suka kehilangan cincin, arloji, payung ketimbang buku yang halaman-halamannya takkan pernah bisa kita baca lagi namun yang tetap terkenang, seperti bunyi judulnya, sebagai emosi yang jauh dan lama dirindu (hlm. 10)
Ada suatu momen tertentu saat kita sudah mengumpulkan begitu banyak buku sampai mereka menembus garis batas tak kasat mata. Yang dulunya menjadi sumber kebanggaan kini menjadi beban, karena sejak saat itu ruang akan senantiasa menjadi masalah (hlm. 11)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H