Organisasi yang ikut aksi mendukung TPL ini dikemas dengan tuntutan harga gas dan penolakan mereka terhadap rencana pembentukan Pansus DPRD untuk Danau Toba dan kebanyakan organisasi tersebut dari Kabupaten Deli Serdang, mudah ditebak, organiser aksi tersebut tentulah orang-orang yang berdomisili di sekitar kabupaten tersebut. Lagipula, apa korelasinya harga gas dengan kawasan danau toba. Beberapa organisasi yang namanya dicatut dalam dokumen tersebut kemudian melakukan konfirmasi tidak ikut dalam aksi dukung TPL tersebut, diantaranya GSBI melalui Ahmad Syah dan SBMI melalui Rintang Berutu.
Gerakan adu domba tidak berhenti sampai disitu, TPL kemudian berhasil mengajak Nahason Gea dari PMKRI Medan dan Ruben Panggabean yang saat itu masih menjabat Ketua Cabang GMKI Medan mengunjungi perusahaan tersebut bersama dengan rekan-rekannya yang kebanyakan perempuan. Padahal aktivis GMKI Medan pada saat yang sama sedang membangun Toba Youth, organisasi yang sangat menolak keberadaan TPL, GDS, Aquafarm, Allegrindo, MIL dan Japfa. Toba Youth dibangun oleh Swangro Lumban Batu, James Ambarita, Lundu Sinurat, Ruben Panggabean, dll. Tidak lama setelah kunjungan Ruben, muncullah berita bahwa GMKI Medan menilai TPL tidak merusak lingkungan pada tanggal 1 Juni 2015, berita ini kemudian dianulir oleh Ruben setelah terjadi dinamika di internal GMKI Medan yang sempat memberhentikan sementara Ruben sebagai ketua karena pernyataannya yang melukai hati masyarakat tersebut, padahal banyak yang masih ingat GMKI melalui kongresnya tahun 2004 memutuskan untuk berpihak kepada rakyat dalam konflik TPL.
TPL tidak berhenti sampai disitu, beberapa kalangan jurnalis juga diundang untuk mengunjungi pabrik bubur kertas tersebut. Hal yang sama kemudian terjadi, paska kunjungan, media cetak dan elektronik di Sumatera Utara dipenuhi dengan pemberitaan bahwa TPL tidak merusak lingkungan yang dinyatakan oleh jurnalis yang jalan-jalan ke TPL tersebut. Politik jalan-jalan ini menyebar dengan cepat, mungkin saja berhubungan dengan anjloknya harga saham TPL sehingga membuat TPL panik. Tidak lama kemudian, beberapa orang yang mengaku perwakilan Badan Eksekutif Mahasiswa atau BEM Sumatera Utara juga berhasil diajak TPL untuk jalan-jalan ke pabrik yang baunya sudah terasa puluhan kilometer dari pabriknya tersebut. Muhammad Iqbal dan Fajar Aritonang kemudian ramai diberitakan di media sosial mengaku sebagai perwakilan BEM dan menyatakan bahwa TPL tidak merusak lingkungan, berita ini kemudian diklarifikasi oleh keduanya melalui media elektronik setelah keduanya mendapat kecaman di media sosial.
Tidak hanya dikalangan buruh dan mahasiswa saja, ternyata politik adu domba TPL juga masuk dalam ranah legislatif. Anggota DPRD Sumut Mustofawiyah Sitompul yang berasal dari partai Demokrat terlibat perseteruan dengan rekan separtainya, yang disebut-sebut berkaitan dengan rencana pembentukan Pansus DPRD terkait pencemaran danau toba. Ibarat Vampire, perusahaan ini menjadikan siapa saja yang bersentuhan dengannya menjadi rekannnya. Penulis menjadi teringat dengan kalimat karyawan salah satu perusahaan perusak lingkungan di kawasan danau toba yang pernah berkata bahwa bagi mereka tidak ada lawan, namun mereka menganggap bahwa semua yang menolak mereka adalah kawan yang tertunda. Mungkin maksud dia adalah siapapun yang berhasil diajak jalan-jalan akan menjadi kawan. Sebagaimana vampire, siapapun yang berhasil “digigit” akan menjadi vampire juga, dan akan menggigit yang lainnya, berhati-hatilah, yakinkan diri, menebang pohon terus menerus itu adalah merusak lingkungan.
#ransibar
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H