Mohon tunggu...
RANTO NAPITUPULU
RANTO NAPITUPULU Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Otodidak

Saya bukan sastrawan. Hanya seorang penulis otodidak yang suka bercerita tentang banyak hal.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Sajak Sepanjang Perjalanan Semarang-Jakarta

14 Maret 2024   22:26 Diperbarui: 15 Juli 2024   10:12 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

dari jendela kereta
aku melihat pohon-pohon pisang berlari sambil menutup mata
meninggalkan sawah dan ladang yang sudah lama menjadi rimba
yang mulutnya dibungkam oleh janji para pendusta
yang perut anaknya lapar dari masa ke masa

terompet kereta berteriak memecah sunyi
seorang bocah tak berbaju melompat dari sembunyi
menggiring kambing-kambing agar tak terlindas kereta api
matanya bengis mendelik
memaki mulut manis masinis yang bermanis-manis

pada satu kota
aku melihat ada bocah dengan gagah menyiksa seorang bocah
merasa seperti publicanus di zaman kerajaan roma
kakinya beringas menerjang dada si bocah yang meronta
tanpa hati ia terus menerjang menyiksa

ia tak lagi punya akar
akarnya hilang dibawa ibunya ke tanah seberang
entah siapa yang telah melolohkan nasi basi ke mulutnya
sehingga ia menjadi tak punya rasa

dari jendela
sepanjang rel kereta semarang-jakarta
aku membayangkan wajahmu yang belakangan semakin mirip duryudana
dalam cerita mahabharata
pongah di antara orang-orang di perjamuan tak bermeja
berpesta dengan para lelaki penjilat bermuka lima.

kututup mata
aku mau buta saja
aku tak mau melihat kau menjual rumah kita
kepada mereka
para lelaki penjilat bermuka lima

**

Desember 2023

3. batu-batu marah

batu-batu marah
pada ombak laut batang yang menghempas tak bergairah
yang dulu dadanya gemuk berisi lemak ikan layang
sekarang tak lagi kenyal bagi nelayan
sebab anak-anaknya telah membelah perahu menjadi kayu bakar
untuk menanak khotbah para pendeta
memasak tausiyah penjual ceramah

anak-anak nelayan sudah lama mengubur mimpi
nelayan sudah lama meringkuk memeluk lutut di dalam kain
seolah-olah sedang bermimpi
dan kau senyam-senyum mengumbar janji
di jalan-jalan jakarta seperti baru saja menuntaskan mimpi

dari jendela kereta
kudengar tangis meratap di baktiraja
di tanah lelehur para datu dan anak raja
batu-batu marah dan murka
mereka meronta dari akar-akar pohon yang dulu melilitnya
lalu menindih jiwa-jiwa tak tahu apa-apa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun