Mohon tunggu...
RANTO NAPITUPULU
RANTO NAPITUPULU Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Otodidak

Saya bukan sastrawan. Hanya seorang penulis otodidak yang suka bercerita tentang banyak hal.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Menunggumu di Ladang Kubis

18 Januari 2024   18:31 Diperbarui: 18 Januari 2024   19:27 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

*

TIGA bulan menjelang tahun ketujuh masa hukumanku, aku dikejutkan oleh kehadiran seorang perempuan tak kukenal. Perempuan muda itu datang bersama seorang bocah laki-laki berumur sekitar enam tahun. Kata perempuan muda itu, engkaulah yang menyuruhnya untuk menjengukku. Katanya, engkau juga sudah tahu, bahwa oleh karena remisi yang kudapatkan beberapa kali, hukumanku hanya akan sampai tujuh tahun saja.

"Ruth yang menyuruhku untuk menjengukmu," katanya waktu itu.

"Di mana dia sekarang?"

"Di kampung!" jawabnya, lalu ia meninggalkanku setelah lebih dulu mengatakan bahwa dia akan datang menjemputku pada hari kebebasanku.

Benar. Pada hari kebebasanku perempuan muda itu datang menjemputku. Oleh rasa yang membuncah ingin segera dapat bertemu denganmu, tak kusadari, aku telah berpikiran pendek saat perempuan itu menjemputku. Aku mau saja menurutinya saat ia mengajakku pulang ke desanya. Ke rumahnya.

Dan ketika ia mengatakan bahwa dia adalah isteri dari lelaki yang tewas di ladang kubis itu, aku tak berpikir apa-apa. Juga tidak merasa takut kepada siapa-siapa. Aku hanya ingat kepadamu. Aku merasa, aku datang lagi ke desa itu hanya untuk bertemu denganmu. Pun ketika perempuan itu memberitahuku bahwa ia tidak pernah mencintai suaminya yang terbunuh itu, aku juga tak berpikir apa-apa.

Sekarang aku tinggal serumah dengannya. Hanya tiga orang saja kami tinggal serumah. Aku, perempuan itu, dan anak laki-lakinya. Awalnya risih rasanya. Tetapi beberapa hari kemudian menjadi biasa adanya. Aku menganggap perempuan itu sebagai turangku, dan dia memanggilku turang. Aku membantunya bercocok tanam. Ladang-ladang di sekitar rumah, juga ladang kubis dulu, yang pernah tertimbun oleh abu vulkanik Gunung Sinabung.

*

EMPAT bulan sudah.

Kau belum juga datang. Padahal kata perempuan itu kau akan datang. Pernah ada kecurigaanku tentang siapa kau sebenarnya. Itu setelah kudengar seseorang memanggil perempuan itu dengan panggilan serupa namamu. Tetapi kuyakinkan hatiku untuk percaya sepenuhnya bahwa perempuan itu bukanlah kau.**

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun