Mohon tunggu...
Ranti Rahmawati
Ranti Rahmawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Sukabumi Program Studi Administrasi Publik

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Persoalan Umum Masyarakat yang Buta akan Hukum Perdata

26 Juni 2022   22:28 Diperbarui: 27 Juni 2022   08:59 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang menjamin tinggi supremasi hukum yang tereflekasi dalam penegakkan hukum dan keadilan bedasakan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam negara hukum, seperti Indonesia maka kehadiran Hukum menjadi penting karena segala tindakan yang diambil oleh pemerintah harus berdasarkan pada hukum, maka hukum menjadi panglima dan dijadikan pedoman dalam kehidupan bernegara.

Hukum akan menjadi berarti apabila perilaku manusia dipengaruhi oleh hukum dan apabila masyarakat menggunakan hukum menuruti perilakunya, sedangkan di lain pihak efektivitas hukum berkaitan erat dengan masalah kepatuhan hukum sebagai norma. 

Hal ini berbeda dengan kebijakan dasar yang relatif netral dan bergantung pada nilai universal dari tujuan dan alasan pembentukan undang-undang. Hukum itu ialah peraturan-pertauran yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan resmi yang berwajib, pelanggaran mana terdapat peraturan tadi berakibatkan diambilnya tindakan, yaitu hukum tertentu.

Hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemerintah dengan warga negara adalah hukum administrasi negara atau hukum perdata, bergantung pada sifat dan kedudukan pemerintah dalam melakukan tindakan hukum tersebut. Pemerintah memiliki dua kedudukan hukum, 

yaitu sebagai wakil dari badan hukum publik (publick rechtspersoon public legal entity) dan sebagai pejabat (ambtsdrager) dari jabatan pemerintahan. Timbulnya hukum dikarenakan manusia hidup bermasyarakat oleh sebab itu hukum perdata hadir untuk mengatur hak serta kewajiban pribadi dalam hidup bermasyarakat dan mengatur siapa yang dimaksud dengan orang sebagai pendukung hak dan kewajiban.

Hukum perdata dikenal sebagai ketentuan yang mengatur hak dan kewajiban individu dengan badan hukum. Hukum perdata merupakan hukum yang mengatur hubungan antar perseorangan yang memilki karakter mengatur dengan tujuan melindungi kepentingan individu. 

Berlakunya hukum perdata di Indonesia tidak terlepas dari banyaknya pengaruh kekuatan politik liberal di Belanda yang mencoba berupaya melakukan perubahan-perubahan yang mendasar didalam tata hukum kolonial, kebijakan ini dikenal dengan sebutan de bewiste rechtspolitiek Berdasarkan asas konkordansi, maka kodifikasi hukum perdata Belanda menjadi contoh bagi kodifikasi hukum perdata Eropa di Indonesia.

Keberadaan Hukum acara perdata yang merupakan warisan pemerintah Hindia Belanda belum mampu menjawab perkembangan kebutuhan masyarakat yang sangat dinamis. 

Upaya untuk menjawab kebutuhan masyarakat atas keberadaan hukum acara perdata telah dilakukan melalui pengaturan yang tersebar di beberapa undang-undang antara lain seperti Undang-Undang No.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Undang-Undang No.14 Tahun 1985 tentang Mahkmah Agung sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No.5 Tahun 2004 dan terakhir diubah dengan Undang-Undang No.3 Tahun 2009. 

Pengaturan yang tersebar dibanyak tempat ini berpotensi menimbulkan inkonsistensi dalam pelaksanaanya, apalagi pengaturan mengenai hukum acara ini tidak diatur secara rinci sehingga memerlukan peraturan pelaksana. Sayangnya peraturan pelaksana yang dibutuhkan untuk mengatur hal-hal teknis yang diamanatkan oleh undang-undang sehingga berdampak pada kesulitan dalam praktik pengadilan.

Dengan adanya asas-asas hukum acara perdata nasional tersebut, maka setiap adanya perubahan hukum harus berorientasi kepada asas-asas hukum tersebut sehingga mampu menciptakan hukum yang mengayomi tanpa adanya diskriminasi dan juga melindungi masyarakat dari kewenang-wenangan kekuasaan, 

hukum yang berdimensi keadilan dan juga hukum yang responsif terhadap berbagai fenomena perubahan serta konflik-konflik yang ada dalam realita kehidupan masyarakat.

Namun disisi lain masih banyak tejadi persoalan umum masyarakat yang belum mengetahui keberadaan hukum perdata di Indonesia, masyarakat seringkali dihadapkan dengan berbagai persoalan yang menyangkut masalah perdata, karena tidak paham baik banyak masyarakat yang kebingungan saat menyelesaikan masalah ke ranah pidana daripada perdata, banyak masyarakat pencari keadilan sering menemukan proses peradilan yang panjang dan berbelit-belit.

Prosedur yang panjang dalam acara pemeriksaan perkara perdata ini tidak mencerminkan asas sederhana, cepat dan biaya ringan. Selain itu penyelesaian yang dihasilkan memposisikan adanya pihak yang menang dan kalah saling berhadapan, meskipun dituangkan dalam bentuk putusan hakim yang memiliki kekuatan hukum mengikat bagi para pihak, 

persoalan umum yang sering dihadapi masyarakat yang berkaitan dengan hukum perdata ialah masalah perkawinan, agraria, kontrak kerja dan jual beli.

Berkembangnya teknologi sudah selayaknya dipertimbangkan untuk menjadi terobosan hukum yang baru terkait dengan penggunaan alat bukti dalam prosedur peradilan perdata, misalkan dengan kekuatan pembuktian mengenai pembuatan akta otentik yang dibuat notaris dalam pembuktian di pengadilan perdata. 

Yaitu mengenai mana yang lebih kuat akta notaris atau rekaman video secara langsung atau cctv yang menunjukkan orang sedang membuat kesepakatan? Berdasarkan doktrin hukum perdata nasional peninggalan kolonial Belanda, kekuatan akta otentik merupakan alat bukti kuat, 

Dengan keterlibatan notaris sebagai pejabat unum yang diangkat negara untuk mengesahkan berbagai akta, setiap pihak yang memiliki akta otentik dari notaris akan dipertimbangkan hakims sebagai pihak yang menyankinkan, hal ini tidak terlepas doktrin hukum lainnya, bahwa pembuktian pada peradilan perdata bersifat kebenaran formil sementara pada peradilan pidana bersifat materiil.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun