Akhir-akhir ini terasa relawan politik kian memiliki daya tarik khususnya dikalangan anak-anak muda. Memiliki relawan menjadi sebuah keniscayaan bagi seorang politisi yang ingin maju dalam pemilihan. Bak gayung bersambut, dalam masyarakat sipil terdapat barisan orang-orang yang siap sedia untuk memberikan dukungan itu. Maka jadilah barang itu.
Sesederhana itukah? Tentu saja tidak. Ada proses yang dilalui sebelum sebuah kelompok relawan terbentuk. Di samping dinamika politik yang dihadapi, tarik menarik antar kandidat dengan calon-calon relawan juga terjadi. Dalam prosesnya juga terjadi tawar menawar, konsultasi-kosultasi, dan saling memberi penilaian, melibatkan banyak pihak, tidak melulu antar kadidat dan calon-calon relawan.
Super Ikhlas?
Sebagian orang akan mengira bahwa yang namanya relawan adalah orang-orang yang bekerja dengan idealisme, tanpa meminta bayaran atau imbalan berupa upah atau pengharagaan. Dalam pandangan yang lebih ekstrem seorang relawan tidak ragu-ragu memakai sumberdaya miliknya sendiri demi memenangkan pilihan politiknya. Tujuannya semata-mata untuk mendapatkan seorang pemimpin politik yang benar-benar mampu memenuhi harapan-harapan publik dan cocok dengan tujuan-tujuan perubahan yang diinginkan.
Bagaimana jika relawan politik terbentuk bukan dari partisipasi dari bawah melainkan atas prakarsa orang-orang yang berpengaruh, bahkan difasilitasi oleh kandidat itu sendiri? Saksikanlah bagaimana relawan politik muncul untuk pemilihan Gubernur DKI 2017. Ramai-ramai kandidat membentuk kelompok relawan untuk dirinya. Nama yang diberikan dibuat sedemikian agar tampak kedekatannya dengan publik, misalnya: Teman Ahok, Suka Haji Lulung. Sahabat Djarot, Sahabat Sandaga Uno, seperti itu. Dari nama-nama tersebut sudah dapat terlihat fungsi pelayanan yang akan diberikan oleh sebuah kelompok relawan.
Nilai-nilai yang kerab dilekatkan kepada relawan politik adalah partisipatif, independen, jauh dari nilai-nilai pragmatisme. Untuk diketahui, relawan politik hanyalah mesin politik alternatif saat seorang kandidat ingin mengikuti pemilihan umum, pada saat yang sama dirinya tidak memiliki kaki yang cukup kuat dalam partai politik. Mesin ini muncul sebagai strategi untuk “kerja lancar” sang kandidat, guna memudahkan usaha-usahanya meraup kemenangan. Hal ini dimungkinkan karena relawan politik memiliki dimensi kedekatan dengan masyarakat dengan sirkulasi yang luas dan teknik-teknik pemenangan non konvesional yang menarik minat orang-orang biasa untuk berkumpul, supaya bisa diubah dari non politis menjadi politis.
Unsur di Belakang Layar
Diakui atau tidak, dalam memajukan usahanya suatu kelompok relawan politik bekerja bersama-sama pihak-pihak lain yang memiliki sumberdaya besar. Inilah yang mengisi ruang relawan dengan nilai-nilai dan kepentingan-kepentingan yang tidak ada sangkut paut dengan idealisme dan tujuan awal yang dikedepankan. Selalu ada orang (orang-orang) “kuat” di belakang layar yang berfungsi sebagai pendamping kandidat. Merekalah yang menjamin ketersediaan dana, sekaligus alat kekuasaan untuk menghadapi hambatan-hambatan di lapangan. Para pendamping ini bisa tidak terlihat sama sekali, juga tidak mesti berada bersama para relawan. Akan tetapi sesungguhnya merekalah yang memainkan peranan vital dalam kerja-kerja relawan politik
Unsur pendamping selalu ada, baik pada kandidat yang dicalonkan oleh partai politik maupun perseorangan. Keikutsertaan unsur pendamping bukan suatu yang kebetulan. Upaya-upaya untuk mewujudkan rencana-rencana politik meminta biaya besar. Sebaliknya unsur-unsur yang mengantongi kekuatan uang telah melihat keuntungan dari keikutsertaan dalam kerjasama ini. Keterlibatan mereka membuka peluang lebih untuk memperbesar kekuasaan dan kekayaannya. Jika kandidat yang didukung menang dalam pemilihan maka pusat pembuatan keputusan dalam sistem politik itu ada dalam genggamannya. Mereka bisa ikut menetapkan apa yang harus dilakukan, bagaimana melakukan beserta penjatahan-penjatahannya. Kandidat yang didukung akan sulit menolak, bukan semata-mata karena hutang budi. Pendamping ikut dalam setiap perbincangan dan terlibat dalam mengatur strategi pemenangan. Jebakan demi jebakan mereka ciptakan selama prosesnya, yang membuat kandidat akan menghadapi kenyataan bahwa ia tidak bisa bekerja tanpa menimbang kepentingan pendampingnya.
Maka disadari atau tidak sesungguhnya relawan politik juga bekerja untuk para pendamping kandidatnya. Para relawan boleh jadi tidak memiliki akses langsung ke pendamping, namun dengan rekomendasi sang kandidat hal itu bisa terwujud. Sangat mungkin kemewahan fasilitas, tunjangan dan berbagai tawaran menarik mereka dapatkan dari para pendamping kandidat.
Ketika dalam suatu kelompok relawan politik sudah banyak sekali orang yang terlibat, dan ketika mereka telah berurusan dengan pihak-pihak sponsor dan figur-figur lain, maka akan semakin tampak bahwa masing-masing membawa serta kepentingan pribadinya, dan sedang memperjuangkan sesuatu yang lebih dari sekedar nilai-nilai yang bermanfaat untuk masyarakat.
Status Politik
Usaha relawan politik bisa terorganisir bisa juga tidak. Biasanya diawali oleh beberapa orang sebagai tim intinya. Orang-orang ini sekaligus berfungsi sebagai inisiator, motivator sekaligus koordinator untuk memperbesar barisan relawan. Ada juga kelompok relawan politik yang membentuk sebuah organisasi, lalu mendaftarkan dirinya ke pemerintah untuk mendapatkan status legal formal. Untuk relawan politik yang semacam ini mereka bisa melakukan kerjasama kelembagaan secara terbuka dengan pihak lain dan bisa diaudit. Namun hal ini dapat dilakukan atau tidak dilakukan oleh suatu kelompok relawan politik. Jenis organisasi relawan politik sifatnya berbeda dengan lembaga swadaya masyarakat atau organisasi kemasyarakatan pada umumnya. Mereka hanya ramai dalam masa-masa pemilihan umum, ketika iklim politik sedang naik, setelah pemilu usai umumnya membubarkan diri. Tidak setiap hari organisasi relawan politik hadir dalam sebuah sistem politik.
Sebaliknya politisi apakah itu yang memakai jalur perorangan atau partai politik cendrung memposisikan relawan politik hanya penting dan memiliki manfaat dalam masa-masa pemilihan. Jarang terlihat kandidat yang berusaha menjadikan kelompok relawannya sebagai sebagai sarana pendidikan politik yang stabil, agar orang-orang yang tadinya “awam” dengan dunia politik menjadi terbiasa terlibat dengan bentuk-bentuk partisipasi yang bertanggungjawab. Kebanyakan kandidat tidak bermaksud untuk merawat hubungan dengan relawannya setelah pemilihan usai, kecuali terhadap beberapa orang saja yang memiliki potensi bisa mengancam kekuasaannya. Maka tidak jarang hubungan kandidat dan relawan bisa berubah menjadi lawan ketika pemilu usai. Entah karena kandidat yang didukung tidak menepati janji politiknya atau karena kecewa karena ambisi pribadinya tidak terpenuhi.
Produktif atau kontra produktif?
Sudah banyak kasus suatu kelompok relawan yang berkembang menjadi kelompok “perusuh,” yang mengarahkan konflik-konflik yang rawan dalam masyarakat, dengan memunculkan sentiment agama, ras, atau etnik yang dijalankan dengan terknik-teknik provokatif. Bagaimana mereka bisa menjadi seperti itu? Hal ini karena produk relawan politik bukan hanya bertambahnya dukungan suara untuk seorang kandidat. Sukses relawan juga diukur dari keberhasilannya membuat citra dan dukungan kepada lawan politik merosot. Kerja-kerja semacam ini dilakukan dengan berbagai macam taktik, bermacam-macam sarana publik, dan melibatkan banyak sekali orang. Pada saat yang sama tak ada aturan hukum yang membatasi aksi-aksi relawan politik.
Di negara yang belum memiliki aturan hukum untuk relawan politik akan sulit untuk menilai pergerakan dan tindakan relawan politik, karena tidak ada acuannya. Disinilah relawan politik bisa mengambil keuntungan dari beberapa hak warga sipil, khususnya negara yang memakai sistem liberal, berupa kebebasan dan hak asasi manusia. Jika terjadi hal-hal yang tidak terduga, yang menimbulkan kekacauan dalam masyarakat, atau diduga melanggar hukum, maka hukum yang lain yang dipakai untuk menjerat dan hukum yang lain juga bisa dipakai untuk melindunginya. Hak-hak istimewa sangat mungkin diperoleh untuk relawan politik yang di “back up” oleh orang-orang kuat yang ada di belakang layar.
Jenjang Karier Relawan
Tim inti dalam kelompok relawan politik merupakan orang-orang yang sudah terlatih atau sengaja dilatih untuk menjalankan peran tersebut. Mereka terdiri dari orang-orang terdidik, memiliki jaringan-jaringan di masyarakat, bisa mengakses media massa dan media sosial. Sebelum pemilihan digelar mereka biasanya bertugas untuk memasarkan kelebihan dan keunggulan kandidat melalui saran-sarana komunikasi publik, yang sudah disiapkan sedemikian rupa agar kandidatnya tampak sangat berkemampuan dan dekat dengan keinginan para pemilih. Dalam menjalankan tugas ini individu-individunya sekaligus juga bisa memasarkan dirinya agar menjadi lebih terkenal di masyarakat.
Bukan mustahil seseorang yang tadinya “nobody” kemudian kerja-kerja relawan politik memberikan kepadanya status baru, sebagai politisi muda atau pengusaha baru, atau pemimpin komunitas. Status barunya ini memberi peluang baginya untuk terus naik bila kandidat yang didukung memenangkan pemilihan. Inilah yang membuat relawan politik menjadi sesuatu yang menggiurkan untuk orang-orang muda yang belum mapan dari segi ekonomi, pekerjaan maupun orientasi hidup. Kadang karena ambisi pribadi yang tak terbendung, pemujaan yang berlebihan kepada kandidat ditunjukan, nyaris dogmatik dan melibatkan teknik-teknik yang kasar. Hal semacam ini dilakukan bukan karena kecintaan kepada kandidat, melainkan hasrat yang kuat untuk ikut terangkat dari kemenangan sang kandidat.
Jadi memang benar pada diri relawan politik ada peluang yang luar biasa besar untuk bisa naik dari segi bisnis, kekuasaan politik maupun pengaruh sosial. Sudah banyak kasus orang yang karier politiknya tiba-tiba melesat tinggi setelah aktif menjadi relawan dari seorang calon kepala pemerintahan yang menang dalam pemilihan. Namun tidak sembarang relawan politik yang bisa bertemu dengan keberuntungan semacam itu.
No pain, No brain, No gain
Menempuh jalan sebagai relawan politik banyak tantangannya. Jika tidak kuat-kuat iman bisa terjerumus. Terlebih lagi relawan politik umumnya terdiri dari anak-anak muda. Sebagaimana orang muda pada umumnya, terlebih lagi ketika pendidikan yang dilampui tidak cukup memberikan kecerdasan inteletual dan moral, akan gampang sekali larut atau meniru praktek-praktek politik yang keliru. Jika ini dilakukan selama menjadi relawan politik bukan mustahil akan terus dibawa dalam menjalankan tugas-tugas hidup selanjutnya.
Boleh-boleh saja individu-individu dalam barisan relawan politik memandang kesempatan ini sebagai proses untuk memulai karier sebagai politisi atau memuluskan jalan bagi usahanya. Namun tidak semua sadar dan paham bahwa sebetulnya mereka hanya dimanfaatkan oleh orang-orang kuat dan kandidat yang didukungnya. Medan politik penuh dengan intrik, dan tipu daya. Kalau nilai-nilai itu mereka adopsi sebagai modal untuk menjalankan tugas sebagai relawan maka partisipasinya tidak memberi kan manfaat apapun untuk membaikan hidup dan kehidupan di masa depan.
Amatlah sayang jika kehadiran relawan politik tidak menjadikan orang-orangnya lebih baik dan lebih bijaksana dalam menjalankan kekuasaan politik. Masyarakat hanya mendapat getahnya berupa rasa tidak nyaman dan kerusakan-kerusakan yang lebih lagi dalam sistem-sistemnya. Baiknya tipa-tiap kandidat mulai berfikir untuk menjadikan tugas relawan politik sebagai proses untuk menjadikan orang-orangnya lebih baik dan lebih trampil dalam menjalankan kekuasaan dan mengelola harapan-harapan publik.
Sebaliknya dipihak relawan sekalipun medan politik yang dihadapi ‘kotor’, bertahanlah dan tetap teguh pada prinsip-prinsip moral, fokus pada arti pentingnya kualitas diri. Pilihan ini jauh lebih baik dan lebih memiliki pengharapan untuk membaikan hidup dan kehidupan. Ketika kualitas diri telah menjadi ciri yang menonjol, maka keadaan yang lebih baik akan semakin mungkin terwujud.
Maka berhati-hatilah, terutama anak-anak muda yang telah memilih jalan untuk masuk kedalam tim relawan politik. Cerdas dalam menilai dan berbuat, jangan ubah diri kalian menjadi “monster” yang tidak memiliki hati dan jiwa. Ikuti jalan kandidat yang lurus, jauhi yang melenceng. Gunakan segenap kemampuan terbaik kalian agar kandidat yang didukung bisa menang, namun tetap memakai jiwa yang bersih, dan meihat kepada tujuan-tujuannya yang mulia.
Akhirnya untuk para relawan politik dari semua kandidat, selamat berlomba untuk menjadi yang terbaik dan terdepan dalam menjalankan kebajikan umum.
Kowis, 23 Maret 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H