Ini adalah kisah kami, para tikus yang tinggal di atap-atap rumah.
Nama panggilan yang paling sering kami dengar dari manusia adalah tikus sialan, tikus tak tahu diri, tikus rakus, tikus serakah, dan tikus nakal.
Kami memang mengakui kalau begitu sialannya kami karena memakan makanan manusia, sembako persediaan mereka, hingga perabotan. Kami sudah kebal dengan makian manusia terhadap itu karena kami juga makhluk hidup yang butuh makan, bukan?
Sebenarnya kami juga tidak berniat untuk hidup sebagai hewan yang merugikan makhluk lain, yang membawa penyakit, menjijikan, dan rakus. Tetapi kehidupan dan takdir inilah yang memaksa kami menjalaninya.
Namun, dari sekian sifat buruk kami, ada satu tikus yang lebih buruk sifatnya dan lebih pantas dicaci maki seumur hidupnya.
Suatu malam di musim hujan, dia datang dengan penuh kesombongan ke atap rumah tempat tinggal kami.
"Kalian tinggal di sini selama ini?" tanyanya sambil mencicit. Kami pun menjawab bahwa kami tinggal di atap rumah ini sejak lahir.
"Malang sekali hidup kalian. Padahal kita sesama tikus, tetapi aku bernasib baik karena bisa tinggal di tempat yang lebih layak daripada kalian. Hahaha." Tawa tikus itu menggema di atap. Kami pun bertanya di mana ia tinggal.
"Aku tinggal di rumah mewah. Apa kalian mau ikut tinggal bersamaku?"
Kami tidak langsung percaya karena dia adalah tikus baru bagi kami, bahkan baru kenal beberapa menit yang lalu. Bisa saja dia justru akan membuang kami di suatu tempat, atau menyuruh kami mencari makanan sedangkan dia tinggal tidur-tiduran di atap rumah mewah itu.