Dilansir dari www.klikdokter.com, makanan ultra-proses (ultra processed food) banyak dijumpai di swalayan dan restoran. Meksipun terdapat lebih dari 50 persen makanan tersebut adalah ultra processed food, kebanyakan dari kita masih tidak menyadari hal ini.
Ultra processed food merupakan makanan yang diolah dengan berbagai proses, misalnya pengeringan, pemanggangan, perebusan, pasteurisasi, ataupun pengawetan.Â
Ultra processed food biasanya ditambahkan bahan aditif makanan, seperti perisa, gula, lemak, pewarna, atau pengawet sehingga kandungan nutrisinya menjadi berbeda dari makanan yang segar atau belum diproses.Â
Contoh makanan ultra-proses diantaranya adalah es krim, nugget dalam kemasan, sosis, sereal sarapan, keripik kentang, kentang goreng, ayam goreng, biskuit, cookies, permen, mie instan, frozen food, dan masih banyak lagi.Â
Ultra processed food diolah melalui beberapa tahap. Tahap pertama adalah persiapan sebelum pengolahan atau biasa disebut prapengolahan. Pada tahap ini makanan utuh disiapkan sedemikian rupa sebelum memasuki tahap pengolahan yang sebenarnya.Â
Tahap kedua adalah pengolahan sekunder, yang bisa meliputi penggorengan, pemanggangan, pembekuan, ataupun fermentasi.Â
Lalu tahap terakhir adalah pemrosesan tersier, ini memberikan sentuhan akhir produk agar lebih lezat dan menarik secara visual sehingga penerimaan konsumen pun meningkat. Tahap ini dapat berupa penambahan zat aditif makanan, seperti perisa, pewarna, dan pengawet.
Dari pemaparan terkait pengertian dan tahap pemrosesan makanan ultra-proses tersebut dapat kita ketahui bahwa makanan ini memang akan lebih menggoda dan menarik karena banyak sentuhan akhir sebelum diedarkan ke konsumen untuk meningkatkan kelezatan maupun umur simpan produk itu.Â
Namun pemrosesan yang terjadi dalam ultra processed food tersebut dinilai kurang baik untuk kesehatan. Misalnya, pada produk yang dimasak dengan suhu terlalu tinggi dapat memicu zat karsinogen penyebab kanker. Selain itu, penambahan bahan aditif tertentu dapat mengganggu kerja dan fungsi bakteri baik pada sistem pencernaan.Â
Sebuah penelitian dalam jurnal Nutrients pada tahun 2020, menyebutkan bahwa beberapa penyakit yang berisiko timbul akibat konsumsi ultra processed food secara berlebihan adalah obesitas, stroke, diabetes, kanker, dan penyakit jantung.
Ultra processed food memang berbahaya dan kurang baik untuk kesehatan yang efeknya baru terasa dalam jangka panjang. Namun, bukan berarti tidak boleh mengonsumsinya.Â
Sebaiknya kita membatasi saja konsumsi makanan tersebut, dengan lebih banyak mengonsumsi sayuran dan buah-buahan utuh. Selain itu juga perlu membatasi konsumsi makanan yang banyak mengandung gula dan garam tambahan.
Terdapat tips dari dokter yang patut dicoba untuk membatasi konsumsi ultra processed food, yaitu biasakan diri untuk lebih sering mengonsumsi makanan rumahan yang dimasak sendiri agar dapat mengontrol bahan makanan dan proses pengolahan yang dilakukan.Â
Selain itu, kita boleh saja sesekali makan di luar rumah, namun perlu selektif dan tetap membatasi makanan ultra processed food. Sebaiknya daripada memilih restoran cepat saji yang menyajikan berbagai macam junk food, usahakan untuk makan di tempat makan yang menu makanannya baru dimasak mendadak ketika ada pemesanan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya