Mohon tunggu...
Rani Febrina Putri
Rani Febrina Putri Mohon Tunggu... Lainnya - Fresh Graduate, Bachelor of Food Technology | Fiction Enthusiast |

Penyuka fiksi dalam puisi, cerpen, dan novel. Hobi belajar dari buku-buku yang dibaca, orang-orang yang ditemui, lagu-lagu yang didengar, dan tempat-tempat yang dikunjungi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Detak

6 November 2023   21:40 Diperbarui: 7 November 2023   21:43 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: unsplash.com/Jon Tyson

**

     Nura pura-pura terpejam. Jauh di lubuk hatinya, dia menginginkan hadiah. Dia tidak pernah mendapatkannya sejak ulang tahunnya yang ke satu tahun. Namun, keadaan memaksanya mengubur keinginannya itu. Toh hari akan segera berganti, atau mungkin kini sudah berganti? Ia tak tahu. Tak ada jam yang bisa ia lihat. Sunyi senyap menyelimuti mereka. Lalu Nura membuka mata saat mendengar bunyi detak jarum jam. Perlahan ia bangun mendekati sumber suara yang ada di belakang kepala neneknya. Ada karung berisi sesuatu. Jantung Nura berdetak lebih cepat dari detak jarum jam itu.

     "Nenek!" Nura memanggil neneknya setelah melihat apa yang ada di dalam karung itu. Matanya berkaca-kaca. Tetapi neneknya tak menyahut. Sepi kembali meresap ke pori-pori malam. Hanya terdengar detak jarum jam yang ia pegang, diiringi detak jantungnya yang semakin cepat.

     Nura menggoyangkan tubuh neneknya, namun tak ada respon. Rasa panik kembali mengerubunginya. Saking paniknya dia tidak bisa berteriak. Dia meraba pergelangan tangan neneknya, mencoba merasakan denyut nadi. Jika denyut nadi terasa, berarti jantung masih berdetak, begitulah yang pernah ia baca di koran. Tetapi, Nura tak menemukan denyut apapun. Justru denyut di kepalanya muncul bertubi-tubi. Begitupun saat ia meraba leher neneknya, nihil. Entah dia yang salah dalam metode memeriksa detak jantung atau memang jantung neneknya telah berhenti berdetak. Ia diam mengamati dada neneknya, tidak ada gerakan dada yang naik turun di situ. Lagi-lagi hanya detak jarum jam dan detak jantungnya sendiri yang terasa makin bergemuruh.

Kemana perginya detak jantung Nenek?

      Ia bertanya dalam hati sambil melihat ke arah jam yang ia pegang, menunjukkan pukul 00.12. Hari telah berganti, jam dinding yang masih baru, mengkilat, dan terbalut plastik itu justru membuat Nura menangis tersedu.

     "Dasar pencuri! Rupanya kau bersembunyi di sini, heh?" teriak seorang lelaki paruh baya bersama dua remaja tanggung. Nura bingung menatap tiga orang asing itu. Tatapan mereka setajam mata harimau membuat pipi Nura semakin basah.

     "Sudah tua renta masih saja mencuri! Kau cucunya, heh?" tanya lelaki paruh baya tadi. Nura gemetar tidak mengerti. 

**

      Milah terbangun saat jiwa dan raganya telah terpisah. Rasa sesalnya merobek jiwanya yang rapuh itu. Dia tidak pernah bermaksud mencuri. Dia hanya meminjam sebentar jam itu untuk berjaga-jaga kalau Nura menangis karena tak diberi hadiah. Jika itu terjadi, ia akan segera mencari uang dan mengganti biaya jam itu. Ia akan jujur pada pemiliknya. Namun ternyata Nura tak menangis. Maka dia berniat mengembalikan jam itu esok hari tanpa sepengetahuan Nura. Malangnya, ia ketahuan oleh si pemilik toko jam itu. Rasa sesal menjejalinya.

      "Nek, Nura tidak butuh jam dinding! Nura benci suara detaknya yang berisik! Nura hanya ingin detak jantung Nenek kembali!" Nura berteriak sambil menangis. Tiga orang asing tadi terdiam melihat adegan seperti drama di hadapan mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun