Mohon tunggu...
Rani Febrina Putri
Rani Febrina Putri Mohon Tunggu... Lainnya - Fresh Graduate, Bachelor of Food Technology | Fiction Enthusiast |

Penyuka fiksi dalam puisi, cerpen, dan novel. Hobi belajar dari buku-buku yang dibaca, orang-orang yang ditemui, lagu-lagu yang didengar, dan tempat-tempat yang dikunjungi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Detak

6 November 2023   21:40 Diperbarui: 7 November 2023   21:43 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

     Bumi dibungkus gerimis dan dipayungi pekat malam. Butiran debu yang lelah beterbangan di siang hingga sore hari tadi akhirnya merebah, basah oleh rintik air. Aroma khas debu yang diguyur gerimis menjadi teman makan malam Nura dan Milah. Mereka menyantap nasi bungkus pemberian orang yang bersedekah di jalanan tadi sore. Emperan toko baju itu menjadi ruang makan paling nyaman dan mewah bagi cucu dan nenek itu.

     "Nura mau hadiah ulang tahun apa?" tanya Milah pada cucu semata wayangnya.

     Gadis kecil yang akan berusia sepuluh tahun itu menggumam ringan, lalu menjawab, "Jam dinding."

     "Mau diletakkan di mana? Boro-boro punya dinding, rumah saja kita nggak punya."

     Nura menekuk wajahnya. Ia merasa ulang tahun kali ini takkan mendapat hadiah yang dia inginkan lagi, seperti tahun-tahun sebelumnya.

**

     Dua hari berlalu, Milah memulung seperti biasa, membawa gerobak yang isinya karung-karung barang bekas. Nura juga setia membantu Milah meskipun terkadang cucunya itu tertidur di dalam gerobak, memeluk karung-karung. Sejauh ini, Milah hanya mengumpulkan kardus dan botol bekas saja seperti biasa. Dia berharap tiba-tiba ada jam dinding bekas yang dibuang pemiliknya. Ia sengaja tidak pernah membahas hadiah itu, seolah dia tidak setuju dan terlupa. Padahal jauh di lubuk hatinya, ia ingin sekali memberikan hadiah itu untuk Nura.

     Esok adalah hari terakhir kesempatannya untuk mencari jam dinding bekas. Harapannya masih terpaku dengan kuat dalam hatinya karena dia pun sering melihat pemulung lain mendapatkan barang berharga yang sudah bekas, seperti ponsel dan jam tangan. Ia harus menemukan jam dinding bagaimana pun caranya, di tanggal sepuluh bulan sepuluh, di usia cucunya yang kesepuluh. Dia akan menyuruh Nura untuk menunggu di kolong jembatan, sementara dia akan memulung seperti biasa sambil mencari dan menjemput peruntungan yang barangkali benar-benar ada untuknya di hari spesial cucunya itu. Dengan bermandikan keringat dan semprotan bau matahari, Milah semakin berdebar-debar menuju hari ulang tahun cucu kesayangannya.

**

     Nura tersentak bangun saat gelap sudah bertandang di langit. Hujan deras turun tanpa permisi. Rintik hujannya berhasil mengalahnya bunyi perutnya yang keroncongan, akibat belum makan dari pagi. Neneknya belum pulang, padahal sudah berjanji akan pulang lebih awal di hari ulang tahunnya ini. Ia terus melihat ke bahu jalan, berharap ada gerobak beroda dua dan sosok wanita tua yang mendorongnya. Waktu terus beranjak meskipun Nura tak benar-benar tahu sekarang jam berapa. Yang jelas dia sudah menunggu neneknya dari terang langit hingga gelap tersisa.

Apakah sebentar lagi pukul dua belas dini hari? Apakah ulang tahunku akan segera berakhir?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun