“Ayahnya berkata,’Hai anakku, janganlah kamu ceritakan mimpimu itu kepada saudara-saudaramu, maka mereka akan membuat makar untuk membinasakanmu’.” (Q.S. Yusuf:5)
Sehingga sangat berbahaya menceritakan mimpi kepada sembarang orang apalagi melalui forum-forum tanya jawab umum, dimana sering dijumpai seseorang menafsirkan mimpi orang lain secara serampangan tanpa mengetahui apa akibat dari penafsiran mimpi tersebut. Ketika seseorang itu menceritakan mimpinya kepada orang lain, kemudian orang itu menafsirkan mimpi tersebut dengan sesuatu yang buruk, maka terjadilah keburukan itu dalam kehidupan nyatanya. Jadilah mimpi tersebut memudharatkan (membawa pengaruh buruk pada kehidupannya), bahkan bisa membahayakan diri dan keluarganya.
Adakalanya juga seseorang itu bermimpi tentang sesuatu yang menyenangkan, kemudian karena saking senangnya, ia pun menceritakan mimpinya itu kepada temannya. Padahal sang teman memiliki rasa iri hati dan dengki terhadapnya. Sehingga si teman itu kemudian menafsirkan mimpi itu dengan sesuatu yang buruk karena rasa iri hatinya. Maka apa yang ditafsirkan itulah yang akan terjadi.
“Rasulullah SAW bersabda tentang mimpi buruk, agar tidak diceritakan kepada orang lain, sebabnya adalah: terkadang ada orang menafsirkan mimpi itu dengan tafsir yang buruk sebagaimana yang digambarkan dalam mimpi itu, meskipun masih ada banyak kemungkinkan, kemudian tafsir buruk itu terjadi dengan taqdir Allah ta’ala. Karena mimpi yang dialami seseorang ibarat sesuatu yang terbang. Artinya, ketika mimpi itu memiliki dua kemungkinan makna, kemudian ditafsirkan pada salah satu maknanya, maka maka akan terjadi sesuai yang mendekati sifat tersebut.” (Syarh Shahih Muslim, an-Nawawi, 15/18)
Sehingga bukan mimpi itu yang dapat memudharatkan atau membawa pengaruh buruk bagi kehidupan orang yang bermimpi, melainkan caranya (etikanya) dalam memperlakukan mimpi yang tidak sesuai dengan tuntunan Islam itulah yang memudharatkan.
Sebuah mimpi tidak akan membawa mudharat atau pengaruh buruk sepanjang cara memperlakukannya sesuai dengan yang diperintahkan dalam Al-Qur’an dan Hadits. Dalam memperlakukan mimpi yang baik (disukai) hendaknya diceritakan hanya kepada orang yang dicintai (dipercaya) saja. Kalau tidak yakin, lebih baik diam dan tidak menceritakannya sama sekali kepada siapapun. Simpanlah mimpi itu untuk diri sendiri.
Sedangkan dalam memperlakukan mimpi yang buruk (tidak disukai) sudah jelas. Janganlah menceritakannya kepada siapapun juga, juga janganlah menafsirkannya sendiri, dan sebaiknya mengikuti adab (etika) dalam bermimpi buruk seperti yang telah dijelaskan dalam uraian di atas.
Wallahu a’lam bishawab.
Referensi:
Sirin, Muhammad Ibnu. 2004. Tafsir Mimpi: Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah/Penerjemah, Dr. M. Syihabuddin, Asep Sopian, S.Pd. Jakarta. Gema Insani Press.