Mohon tunggu...
Rania Sabrina
Rania Sabrina Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga

INFP

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Ramai Perbincangan Soal Body Positivity: Yakin, Sudah Menerapkannya?

7 Juni 2022   19:06 Diperbarui: 9 Juni 2022   07:19 424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber gambar: www.dreamstime.com)

Beberapa tahun terakhir, kita, khususnya para remaja dan adolesen, pasti sering membaca ataupun sekadar mendengar kata body positivity. Entah dari media sosial, webinar yang pernah diikuti, ataupun produk kosmetik dan pakaian yang sedang digunakan. 

Kata yang konon penting untuk dipahami dan diinterpretasikan pada diri sendiri juga orang lain. Kata yang menurut orang-orang bisa berdampak pada kepercayaan diri, kesehatan mental, dan kesehatan fisik manusia. Namun, apa sih, sebenarnya makna dari body positivity?

Menurut Yayasan Pulih (2020), body positivity berarti keadaan dimana seseorang menanamkan pola pikir positif bahwa setiap orang, termasuk dirinya, layak memiliki pandangan yang positif terhadap tubuhnya sendiri, terlepas dari bagaimana masyarakat, budaya, atau tren menilai tubuh yang 'ideal'. 

Semua berawal dari tahun 1969, ketika seorang insinyur bernama Bill Fabrey sangat marah dengan cara masyarakat sekitar memperlakukan istrinya, yang gemuk.

Dia membaca sebuah artikel oleh seorang pria gemuk bernama Lew Louderbach tentang cara-cara tidak adil orang gemuk diperlakukan, kemudian membuat salinan dan membagikannya kepada semua orang yang dia kenal. 

Dari situ, Fabrey mendirikan National Association to Aid Fat American (organisasi hak orang gemuk terlama di dunia). Selama perjalanannya, gerakan ini menimbulkan banyak pro-kontra dan meraih isu yang dikaitkan dengan ras dan kelompok masyarakat tertentu karena prinsip yang cenderung masih samar.

Menginjak tahun 2000-an, orang-orang mulai mengenal media sosial dan menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari. Banyak pengguna media sosial yang mengajak untuk mencintai tubuh (body-love), tetapi banyak pula yang menyebarkan body-shame atau kebencian terhadap tubuh orang lain. Waktu berjalan, kampanye yang awalnya hanya pembelaan terhadap hak orang gemuk, akhirnya mulai mencakup hal yang lebih luas. 

Saat itu mulai terpakai istilah "Body Positivity Movement" atau "Gerakan Kepositifan Tubuh". Para aktivis memfokuskan kampanyenya melalui akun media sosial, seperti Instagram, Facebook, dan Twitter. 

Mereka juga mempopulerkan tagar-tagar seperti #loveyourbody (cintai tubuhmu) dan #allbodiesarebeautiful (semua tubuh itu indah). Agar visibilitas akan bentuk dan ukuran tubuh yang sebenarnya lebih tersorot, para influencer memunculkan tren #OOTD atau kepanjangan dari outfit of the day (pakaian hari ini) dan selfie yang memperlihatkan tubuh mereka, termasuk segala kekurangannya. 

Tren ini memiliki tujuan awal agar orang-orang bisa lebih bebas mengekspresikan tubuh mereka apa adanya dan melawan stigma masyarakat akan "bentuk tubuh ideal" ataupun "standar kecantikan" yang dianggap tidak mendasar. Selain itu, body positivity juga dikobarkan oleh para merek kosmetik dan pakaian sambil mempromosikan produk-produk mereka.

Kampanye yang terus bersimpang-siur dalam kehidupan sehari-hari terinterpretasi cukup berbeda pada setiap individu yang mendengarnya. Kebanyakan orang menjadi lebih percaya diri tampil dengan tubuh yang dimiliki. 

Sungguh baik jika masyarakat menjadi sadar bahwa bentuk dan ukuran tubuh setiap orang itu tidak ada yang sama. Ada orang-orang yang metabolismenya cepat sehingga bertubuh kurus, tetapi ada juga yang tidak secepat itu metabolisme tubuhnya sehingga cenderung lebih gemuk.

Yang kemudian menjadi masalah adalah kesadaran untuk merawat tubuh masing-masing. Sadar dan menerima tubuh yang dianugerahkan Tuhan bukan berarti kita menjadi buta akan kesehatan serta potensi-potensi penyakit yang bisa muncul. 

Kawanan yang berbadan gemuk atau sudah terjangkit obesitas memiliki hak untuk tidak direndahkan dan menjalani hidup sebagaimana masyarakat lain. Mereka berhak untuk tampil dengan percaya diri dan dinilai tidak berdasarkan tubuhnya. 

Akan tetapi, mereka harus berupaya untuk menurunkan berat badan. Bukan agar sesuai dengan "standar kecantikan", tetapi demi kesehatan diri mereka sendiri agar dapat menjalani hidup dengan tenang dan terbebas dari penyakit-penyakit. 

Berlaku juga untuk kawanan dengan berat badan di bawah normal. Sudah sebaiknya mereka menambah berat badan dengan cara-cara yang sehat, seperti makan yang teratur dan makan makanan dengan kandungan protein tinggi serta lemak tak jenuh.

Dengan merawat dan menjaga kesehatan tubuh, barulah kita mencintai tubuh kita dengan sebenarnya dan sebagai pengungkapan rasa syukur kepada Sang Pencipta. 

Meski demikian, perlu disadari oleh masyarakat lain juga bahwa perjuangan menurunkan atau menaikkan berat badan tidak semudah itu pada realitanya. Oleh karena itu, kehati-hatian dalam berucap sangat penting dan jangan cepat menghakimi seseorang karena badannya. Selain mereka sendiri dan Tuhan, tidak ada yang tahu seberapa keras usaha yang sudah mereka lakukan untuk menjadi lebih sehat dan bugar.

Selain ukuran tubuh, beberapa dari banyak aspek lain yang sebaiknya kita terima baik-baik adalah warna kulit, bentuk wajah, dan rambut. Terdapat ras manusia yang berkulit gelap, terdapat pula yang berkulit cerah, dan di antara keduanya. 

Ada orang-orang yang bentuk wajahnya oval, tapi ada juga yang bulat, kotak, lonjong, dan lain-lain. Rambut pun beragam, ada yang keriting, bergelombang, ataupun lurus. 

Itu semua secara natural merupakan hal yang berada di luar kendali kita sehingga patut kita syukuri saja. Dengan perbedaan-perbedaan bentuk dan ukuran tubuh, manusia menjadi belajar untuk saling menghargai dan menghormati satu sama lain.

Tidak dipungkiri, akan datang hari ketika Anda, saya, ataupun kita merasa kurang percaya diri dengan apa yang kita miliki karena melihat kelebihan orang lain di media sosial atau lingkungan sekitar. 

Hal itu wajar karena seperti kita, orang lain tentu cenderung tidak ingin memperlihatkan kekurangan diri di muka umum, yang kita lihat dari orang lain hanyalah yang "bagus-bagusnya" saja. 

Bersedih atau mengeluh boleh, itu memang beberapa jenis emosi yang dimiliki manusia. Akan tetapi, ingatlah kembali bahwa sejatinya tubuh kita hanyalah sebagian dari diri dan setiap individu memiliki nilai lebih dari sekadar tubuhnya saja.

Sumber:

Yayasanpulih.org. 2022. Apa Itu Body Positivity? -- Yayasan Pulih. [online] URL: [Diakses 6 Juni 2022].

Satu Persen. 2022. Body Positivity Malah Jadi Toxic Positivity. [online] URL: [Diakses 6 Juni 2022].

BBC Bitesize. 2022. From New York to Instagram: The history of the body positivity movement. [online] URL: [Diakses 6 Juni 2022].

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun