Oleh:
FITK UIN Walisongo Semarang, Rania Putri Yuli Setyaningrum (1903016051) PAI 4B
- Pendahuluan
Manusia dibekali potensi dan akal oleh Tuhan ysng harus dikembangkan untuk membantu memenuhi kebutuhan hidupnya sesuai perkembangan zaman. Salah satunya dengan mengembangkan ilmu dan menciptakan teknologi. Karena adanya perkembangan IPTEK, manusia mampu menciptakan alat alat cangkih yang akan memudahkannya dalam menjalankan berbagai kegiatan. Salah satu contoh dari perkembangan IPTEK dibidang telekomunikasi adalah adanya gadget. Di era digital seperti saat ini, penggunaan gadget tidak hanya terbatas pada orang dewasa, tetapi para remaja bahkan anak-anak sudah marak menggunakan gadget. Gadget memiliki banyak manfaat misalnya untuk membantu memperoleh informasi seputar pekerjaan untuk orang dewasa. Sedangkan bagi para pelajar, gadget dapat membantu proses pembelajaran karena dengan adanya gadget akan memudahkan kita untuk mengakses informasi seputar pelajaran dengan cepat dan praktis.
Siswa atau anak adalah makhluk yang “unik”. Mereka memiliki potensi untuk terus berkembang disegala aspek. (Ahmadi, 2003) mengatakan bahwa perkembangan menunjukkan suatu perubahan tertentu dan tidak dapat di ulang kembali. Dalam perkembangan manusia terjadi berbagai perubahan yang sifatnya tetap serta hasilnya menekankan pada perubahan fungsional. Proses perkembangan dalam diri anak tidak terlepas dari pengaruh lingkungan, pola asuh serta kebiasaan anak. Contohnya ketika orang tua memberikan kebebasan kepada anak untuk menggunakan gadget. Meskipun gadget dirasa memiliki banyak manfaat, tetapi disisi lain penggunaan gadget yang berlebihan akan menimbulkan dampak negatif pada anak tidak terkecuali pada perkembangannya. Pada esai kali ini, penulis akan mencoba memaparkan serta mengaitkan pengaruh penggunaan gadget terhadap perkembangan kognitif dan psikososial anak berdasarkan teori psikososial yang dikemukakan oleh Erik Erikson.
- Pembahasan dan Solusi
Perkembangan merupakan sebuah serangkaian proses perubahan yang terjadi pada manusia sebagai akibat dari proses kematangan dan belajar yang dilaluinya sejak ia lahir sampai meninggal dunia. Adapun perkembangan yang terjadi pada anak tidak hanya terbatas pada aspek kognitif (pengetahuan) anak, tetapi aspek sosial juga mengalami perkembangan. Dikutip dari Jurnal Pendidikan Dasar Nusantara: Analisis Pengaruh Kelompok Sosial dan Keluarga Terhadap Perkembangan Psikososial Anak, Vol.1, No.2, Juli 2016, dalam teorinya, Erick H. Erikson mengatakan bahwa psikososial merupakan kajian yang menyatakan bahwa perkembangan manusia (individu) yang terjadi sepanjang hidupnya dibentuk oleh adanya pengaruh sosial salah satunya adalah interaksi sosial. Erikson membagi tahapan perkembangan psikososial kedalam 8 tahap, yaitu:
Masa Bayi (0-1 Tahun)
Pada masa ini konflik yang terjadi adalah kepercayaan (Basic trust) vs ketidakpercayaan (Mistrust). Seorang bayi sangat membutuhkan kehangatan dalam pola pengasuhannya yang akan menjadi pondasi kepercayaan sepanjang hidupnya. Apabila kebutuhan tersebut dipenuhi dengan baik, maka ia akan mampu menumbuhkan kepercayaan kepada dirinya dan pengasuhnya. Sebaliknya jika kebutuhan bayi tidak terpenuhi maka akan menimbulkan rasa ketidakpercayaan. Jika pada fase ini rasa percaya yang dibangun lebih besar dari rasa tidak percaya, maka bayi akan mengembangkan kemampuan ego yaitu harapan. Ia percaya bahwa akan ada hal baik yang selalu terjadi di masa depan.
Masa Anak Awal (1-3 Tahun)
Pada masa ini konflik yang terjadi adalah Autonomy vs Shame. Setelah mendapatkan rasa percaya pada tahap sebelumnya, maka pada tahap ini ia akan merasa bahwa apa yang dilakukannya adalah miliknya. Dengan kata lain ia mulai belajar mengontrol tubuhnya sehingga timbul kemandirian (otonomi) contohnya mereka bisa berdiri dengan kaki mereka. Orang tua berperan memberikan impuls untuk mengontrol serta melatih keinginan mereka. Apabila hal tersebut berhasil dilakukan maka anak akan mengembangkan kemampuan ego berupa kehendak yang kuat tanpa adanya keragu-raguan dan rasa malu.
Masa Anak Pra-sekolah (3-6 tahun)
Konflik yan terjadi pada tahap ini adalah Inisiatif (Innitiatife) vs rasa bersalah (Guill). Pada tahap ini anak akan mengalami kondisi sosial yang lebih kompleks. Anak akan mulai mempelajari cara untuk menyusun rencana dan bertindak. Selain itu anak akan mengembangkan inisiatif dengan cara bertanggung jawab atas apa yang ia lakukan. Apabila tahap ini berhasil maka anak akan memilki tujuan hidup. Namun jika gagal, maka anak akan merasa takut untuk berinisiatif serta memutuskan sesuatu karena takut jika nantinya melakukan kesalahan.