Ikan patin merupakan salah satu spesies ikan budidaya air tawar yang saat ini menjadi primadona komoditas ekspor. Perkembangan budidaya ikan patin di Indonesia semakin pesat, terutama di daerah Jawa Barat, Sumatera Selatan, Jambi, Riau,Squalen Vol. 3 No. 1, Juni 2008Bengkulu, Lampung, dan Kalimantan.Perkembangan budidaya yang cukup pesat tersebut terutama dipicu oleh
peluang pasar yang masih terbuka terutama untuk ekspor. Permintaan daging ikan patin yang berwarna putih sangat besar dan terus meningkat. Salah satu jenis spesies ikan patin asli Indonesia yang telah berhasil dibudidayakan dan berdaging putih adalah patin jambal (Pangasius djambal Bleeker). Namun karena fekunditas dan daya tetas telurnya rendah, maka produksi massal benih
ikan patin jambal ini sulit dilakukan. Oleh karena itu, Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar (LRPTBPAT) Sukamandi telah membuat hibrid ikan patin jenis Pasopati. Ikan patin ini merupakan hasil silangan antara ikan patin siam (Pangasius hypothalamus) yang
mempunyai daging berwarna kekuning-kuningan, diintroduksi dari Thailand dan telah berkembang di Indonesia, dengan ikan patin jambal yang mempunyai daging yang berwarna putih. Ikan patin pasopati
mempunyai keragaan yang baik dengan daging berwarna putih,pertumbuhan yang cepat, daya toleransi kualitas air yang baik,
resistensi patologis, serta memungkinkan untuk diproduksi secara besar-besaran sehingga potensial sebagai komoditas andalan
baru perikanan budidaya (Tahapari et al.,2007).
Menurut data statistik perikanan budidaya tahun2001, produksi ikan patin (dari budidaya kolam,keramba dan jaring apung, serta sawah) adalah sebesar 11.118 tonn. Produksi ikan
patin naik menjadi 32.375 ton pada tahun 2005, tetapi pada tahun 2006 turun menjadi 31.490 ton (Anon., 2007c). Pada tahun 2007 diharapkan produksi dapat meningkat dengan
mulai digalakkannya produksi budidaya ikan patin di beberapa daerah. Pasar ikan patin sangat menjanjikan. Vietnam yang merupakan negara penghasil ikan patin terbesar telah mengekspor fillet ikan patin ke-65 negara tujuan. Pada tahun 2006 volume ekspor ikan patin naik dua kali lipat bila dibandingkan
dengan tahun 2005. Data ekspor ikan
patin Vietnam pada tahun 2005–2006 dapat dilihat pada Gambar 1. Uni Eropa merupakan pasar utama untuk ekspor ikan patin dengan volume sebesar 11.118 ton. Produksi ikan patin
naik menjadi 32.375 ton pada tahun
2005, tetapi pada tahun 2006 turun
menjadi 31.490 ton (Anon., 2007c).
Pada tahun 2007 diharapkan produksi
dapat meningkat dengan mulai digalakkannya produksi budidaya ikan patin di beberapa daerah. Pasar ikan patin sangat menjanjikan.
Vietnam yang merupakan negara penghasil ikan patin terbesar telah mengekspor fillet ikan patin ke-65 negara tujuan. Pada tahun 2006 volume ekspor ikan patin naik dua kali
lipat bila dibandingkan dengan tahun 2005. Data ekspor ikan patin Vietnam pada tahun 2005–2006 dapat dilihat pada Gambar
1. Uni Eropa merupakan pasar utama untuk ekspor ikan patin dengan volume ekspor mencapai 46,9%. Spanyol, Belanda, dan
Polandia merupakan negara pengimpor fillet ikan patin dengan volume yang cukup besar. Rusia jugamerupakan pasar yang sangat
prospektif bagi ikan patin Vietnam. Impor ikan patin meningkat secara berarti pada tahun 2006. Amerika Serikat dan Cina masing-masing mengimpor 11% dan 9 % dari total
ekspor ikan patin Vietnam. Peningkatan yang cukup signifikan juga terjadi pada pasar India dan Timur Tengah. Di Singapura, Malaysia, dan Thailand fillet ikan patin kini diolah
lebih lanjut menjadi makanan siap olah
dan diekspor ke berbagai negara. Sedangkan di Inggris, fillet ikan patin diolah menjadi makanan siap saji dan dipasarkan di jaringan retail Anon., 2007a).
A) Pembekuan ikan patin
Dalam perdagangan terdapat bermacam macam produk ikan patin beku, yaitu ikan patin tanpa kepala dan ekor (head and tail less ), fillet yang belum dikuliti (skin on), fillet yang sudah dikuliti (skin less), dan breaded fillet ikan patin. Pembekuan adalah proses pendinginan pada suhu yang sangat dingin hingga hampir semua air yang ada dalam fillet ikan patin membeku. Umumnya pembekuan
dilakukan pada suhu –18oC atau lebih rendah sehingga dapat membunuh 10– 95% total mikroba (Haryadi, 2007).
Produk ikan patin beku dapat disimpan cukup lama, yaitu berbulan-bulan bahkan bisa lebih dari 1 tahun. Selama pembekuan, pertumbuhan mikroorganisme dalam fillet ikan patin akan terhambat. Faktor-faktor dasar yang mempengaruhi mutu produk
akhir fillet beku adalah mutu bahan baku, penanganan sebelum pembekuan, metode dan kecepatan pembekuan, suhu penyimpanan dan
fluktuasi suhu, waktu penyimpanan, kelembaban lingkungan penyimpanan, serta sifat bahan kemasan yang digunakan. Pembekuan dapat dilakukan dengan cara memaparkan produk dengan udara dingin (air blast freezing), meletakkan ikan pada pelat
beku (contact plate freezer) dengan
cara mencelupkan produk atau menyemprotkan cairan refrigeran CO2
dan nitrogen cair dingin ke produk (cryogenic freezing), atau dengan cara membekukan produk dengan larutan garam yang didinginkan (Brine immersion)(Fawzya et al., 2007).
Proses pembekuan harus dilakukan dengan cepat, yaitu penurunan suhu dari 0oC menjadi –5oC dalam waktu tidak lebih dari 2 jam, kemudian diteruskan dengan pembekuan dalam cold storage sehingga suhumencapai –
30oC pada akhir pembekuan. Ikan patin biasanya diolah dari ikan yang masih hidup, sehingga kesegaran dan mutu hasil olahan sangat baik apabila proses pembekuannya dilakukan secara cepat. Akan tetapi perlu diperhatikan bahwa dalam industri pengolahan ikan patin untuk tujuan ekspor, terutama ekspor ke Uni Eropa, penerapan GMP, SSOP, serta HACCP harus dilakukan
untuk memberikan jaminan mutu dan
keamanan pangan.
B) Pengolahan Ikan Patin menjadi
Produk Siap Saji
Meningkatnya jumlah wanita pekerja dalam era globalisasi ini menjadikan produk siap saji menjadi pilihan konsumen untuk santapan keluarga. Menurut data pasar ikan internasional, ikan yang diolah dalam bentuk siap saji seperti breaded, bakso, nugget
mempunyai nilai tambah yang cukup tinggi dibandingkan ikan dalam bentuk mentah. Sementara permintaan produk siap saji meningkat 22% selama 3 tahun terakhir, demikian juga nilai tambah yang diperoleh. Ikan patin merupakan salah satu jenis ikan yang sangat cocok untuk diolah menjadi
surimi. Dagingnya 20 yang tebal dan berwarna putih, serta dimungkinkan diolah dari bahan baku ikan yang masih hidup, akan menghasilkan surimi yang bermutu tinggi Uji folding test (uji daya lipat) surimi yang diolah dari daging ikan patin menghasilkan grade AA dengan kekuatan gel dapat mencapai lebih dari
1000 g/cm2 meskipun daging surimi sudah disimpan selama 2 bulan dalam cold storage (Suryaningrum et al., 2007).
Proses pengolahan surimi dari daging ikan patin memerlukan air yang banyak karena kandungan lemak ikan patin cukup tinggi. Surimi ikan patin sebaiknya diolah dari ikan patin yang sudah di-fillet dan dihilangkan
kulitnya (skin less). Surimi yang diolah dari ikan patin yang masih ada kulitnya (skin on) dapat menyebabkan daging lumat ikan patin mengandung serpihan-serpihan kulit yang terikut ketika proses pelumatan daging
dengan menggunakan mesin meat bone separator. Adanya serpihan kulit ikan patin yang berwarna hitam pada surimi merupakan benda asing yang tidak dikehendaki dalam perdagangan. Untuk membantu mengeluarkan lemak dari daging ikan patin maka selama pencucian ditambahkan natrium.
C.KESIMPULAN
Tersedianya lahan produktif untuk pengembangan budidaya ikan patin di beberapa daerah, semestinya mendorong Indonesia untuk mampu tampil sebagai produsen ikan patin seperti halnya Vietnam. Oleh karena itu, peran strategis pemerintah (pusat maupun daerah), lembaga riset, swasta, serta perbankan diharapkan dapat meningkatkan tumbuhnya industri budidaya ikan patin yang selama ini belum dioptimalkan. Selain itu pengembangan budidaya ikan patin dengan sistem sentra yang merupakan pusat kegiatan budidaya di satu
kawasan/lokasi tertentu yang menggunakan bibit, teknologi, sarana yang sama, serta menghasilkan produk yang sejenis perlu digalakkan. Dengan sistem sentra ini, maka usaha budidaya akan menjadi lebih efisien dan dapat mencapai skala ekonomis untuk berdirinya industri pengolahan ikan patin, penanganan limbah dapat terkendali, dan mudah untuk melakukan pembinaan atau inovasi. Tumbuhnya sentra budidaya ikan patin ini akan meningkatkan perekonomian
nasional melalui penerimaan devisa dan membuka lapangan kerja baik disektor budidaya (hatchery dan pembesaran), pengolahan dan pemasaran sebagai sumber pendapatan bagi ribuan nelayan serta pembudidaya ikan. Pengembangan budidaya ikan patin dan inovasi produk olahan ikan
patin diharapkan mampu mengisi kebutuhan pasar di Uni Eropa, Rusia, Timur Tengah, Australia, dan Amerika yang saat ini didominasi oleh ikan patin “basa” dari Vietnam.
DAFTAR PUSTAKA
(Sari et al. 2019)Masyarakat
Pemberdayaan, Melalui Program, Pelatihan Pembuatan, Abon Ikan, Patin Di, Kelurahan
Semolowaru, Kecamatan Sukolilo, et al. 2024.
“Pemberdayaan Masyarakat Melalui (Sri Umiyat, Dkk.) | 51 Nanggroe.” Nanggroe : Jurnal Pengabdian Cendikia 3(3): 51–
60.https://doi.org/10.5281/zeno
do.12105652.
Sari, N Ira, Dian Iriani, Bustari Hasan, and Tjipto Leksono. 2019. “Pengolahan Snack Ikan
Patin Sebagai Cemilan Sehat Di Kelurahan Rumbai Bukit Kecamatan Rumbai Kota Pekanbaru.” Unri Conference Series: Community Engagement 1: 663–69.
doi:10.31258/unricsce.1.663-
669.
Suryaningrum, Theresia Dwi. 2008. “Ikan Patin: Peluang Ekspor, Penanganan
Pascapanen, Dan Diversifikasi Produk Olahan.” Squalen Bulletin of Marine and
Fisheries Postharvest and Biotechnology 3(1): 16. doi:10.15578/squalen.v3i1.166.
Suryaningrum, Theresia Dwi, Suryanti Suryanti, Rodiah Nurbaya Sari, Ema Hastarini,
and Diah Lestari Ayudiarti. 2022. “Pengaruh Perendaman Dengan Asam Cuka Dan
Sodium Bikarbonat, Serta Perlakuan Blansing Terhadap Karakteristik Keripik Kulit
Ikan Patin (Pangasius Hypophthalmus).” Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi
Kelautan dan Perikanan 17(1):
63. doi:10.15578/jpbkp.v17i1.799.