Mohon tunggu...
rania annisa
rania annisa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi UIN Malang

Perbankan Syariah

Selanjutnya

Tutup

Money

Kontroversi dalam Menyikapi Konsep Akad Tawarruq dalam Perbankan Syariah

19 Mei 2024   17:50 Diperbarui: 19 Mei 2024   18:20 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Industri perbankan syariah di Indonesia telah mengalami pertumbuhan yang signifikan terutama setelah krisis moneter antara tahun 1997-2001. Ketika banyak bank konvensional Indonesia terpuruk mengakibatkan beberapa harus dilikuidasi atau dimerger untuk bertahan. 

Bank syariah satu-satunya saat itu yaitu Bank Muamalat Indonesia berhasil bertahan yang mendorong bank konvensional untuk membuka unit syariah sebagai langkah antisipasi menghadapi krisis serupa di masa depan. Minat masyarakat terhadap bank syariah juga meningkat yang didukung oleh upaya sosialisasi dari Majelis Ulama Indonesia melalui Dewan Syariah Nasional serta dukungan dari lembaga penelitian dan akademisi/praktisi dalam menyebarkan pengetahuan tentang sistem perbankan syariah.

Majelis Ulama Indonesia melalui Dewan Syariah Nasional telah mengeluarkan berbagai fatwa mengenai produk-produk perbankan syariah. Hingga Maret 2017, Dewan Syariah Nasional telah menerbitkan 32 fatwa tentang perbankan syariah. Namun, tidak semua fatwa tersebut diterapkan oleh perbankan syariah karena keterbatasan sumber daya manusia dan pengetahuan tentang produk yang halal dan diperbolehkan dalam transaksi perbankan syariah.

Salah satu produk yang diperdebatkan oleh ulama di Indonesia adalah bai'at-tawarruq. Produk ini telah diadopsi sebagai akad perbankan syariah oleh banyak negara Islam dan negara dengan mayoritas penduduk Muslim, seperti negara-negara di Timur Tengah dan Malaysia. Namun di Indonesia, akad tawarruq tidak atau belum disetujui sebagai produk perbankan syariah karena beberapa ulama mengkategorikannya sebagai transaksi yang cenderung makruh atau bahkan haram.

Meskipun produk tawarruq belum disetujui sebagai salah satu produk perbankan syariah, Fatwa DSN-MUI Nomor 82 Tahun 2011 memperbolehkan transaksi yang menyerupai tawarruq untuk dilaksanakan dalam jual-beli komoditi dengan syarat tambahan yang harus dipenuhi. Oleh karena itu, terdapat kemungkinan akad tawarruq dapat dijadikan produk perbankan syariah di masa depan asalkan disertai dengan aturan tambahan untuk mencegahnya dari hal-hal yang meragukan, makruh, atau haram dalam Islam.

Tawarruq, yang berasal dari bahasa Arab "wariq" yang berarti perak. Merujuk pada kegiatan mencari perak, uang atau harta dalam arti yang lebih umum. Dalam konteks literatur, tawarruq dapat diartikan sebagai berbagai cara yang dilakukan untuk memperoleh uang tunai atau likuiditas. Mazhab Hambali memperkenalkan istilah tawarruq sementara Mazhab Syafi'i menggunakan istilah "zarnaqah" yang berarti pertambahan atau perkembangan (Al-Khatslan, 2012, 114). Definisi tawarruq menurut Mazhab Hambali adalah kegiatan di mana seseorang membeli barang secara cicilan, lalu menjualnya secara tunai kepada pihak ketiga (selain penjual pertama) dengan harga yang lebih murah untuk mendapatkan uang tunai atau likuiditas (Al-Mardawi, 1347, 195).

Dalam konteks Hukum Islam, tawarruq mengacu pada berbagai metode yang dapat digunakan oleh seseorang yang membutuhkan uang tunai (mustawriq/mutawwariq) untuk mendapatkan likuiditas. Tawarruq adalah jenis transaksi jual-beli yang melibatkan tiga pihak, yaitu pemilik barang yang menjualnya kepada pembeli pertama dengan pembayaran yang ditunda (cicilan), kemudian pembeli pertama menjual kembali barang tersebut kepada pembeli terakhir dengan pembayaran tunai. Harga yang ditetapkan untuk pembayaran secara cicilan lebih tinggi daripada harga jual tunai terakhir, sehingga pembeli pertama seolah-olah memperoleh pinjaman uang dengan pembayaran yang ditunda (cicilan).

Kebolehan tawarruq dapat ditemukan dalam Al-Qur'an, yang menegaskan bahwa jual beli adalah halal dan riba adalah haram. Al-Qur'an juga memberikan pedoman tentang perdagangan yang harus dilakukan dengan sukarela antara para pihak. Tawarruq pada dasarnya adalah transaksi jual beli yang diperbolehkan dalam Islam. 

Di mana sebagian dilakukan secara tunai dan sebagian lagi secara kredit. Meskipun demikian, sebagian ulama mengaitkan tawarruq dengan transaksi ba'i al-'inah yang umumnya dianggap haram. Meskipun tawarruq dan ba'i al-'inah memiliki perbedaan hakiki, di mana dalam ba'i al-'inah seseorang membeli barang secara cicilan dari penjual dan kemudian menjualnya kembali kepada penjual yang sama dengan harga tunai yang lebih rendah dari harga kreditnya yang memungkinkan barang tersebut kembali ke pemilik asalnya.

Dewan Syari'ah Nasional yang merupakan bagian dari Majelis Ulama Indonesia bertugas mengawasi dan mengatur perbankan syari'ah agar tetap beroperasi sesuai dengan hukum Islam. Mereka telah mengeluarkan berbagai fatwa yang menjadi panduan bagi masyarakat dan praktisi perbankan dalam memberikan pendapat atau keputusan tentang produk-produk perbankan syari'ah. 

Bersama dengan Majelis Ulama Indonesia dan Bank Indonesia, Dewan Syari'ah Nasional berupaya menciptakan lingkungan perbankan syari'ah yang sehat dengan menghindari produk yang bertentangan dengan syariah, mengizinkan beberapa produk, dan melarang yang lainnya. Salah satu produk yang dilarang adalah akad tawarruq, meskipun di beberapa negara hal ini diperbolehkan.

Larangan terhadap akad tawarruq oleh Dewan Syari'ah Nasional dan Majelis Ulama Indonesia didasarkan pada beberapa alasan:

1. Mengikuti keputusan Islamic Fiqh Academy Jeddah ke-17 yang melarang praktek tawarruq munadzzam yang diterapkan di beberapa bank syari'ah karena hanya berfungsi sebagai transaksi di atas kertas untuk mendapatkan uang tunai.

2. Salah satu syarat mu'amalah adalah adanya transparansi dan bebas dari unsur penipuan (gharar) atau syubhat.

3. Akad tawarruq dianggap lebih banyak merugikan daripada menguntungkan dari sudut pandang kepentingan umum.

Namun, Indonesia dan Malaysia masih harus bekerja keras agar perbankan syari'ah sepenuhnya diterima oleh masyarakat. Malaysia memasukkan akad tawarruq dalam produk perbankan syari'ahnya karena kebutuhan mendesak. Akad ini membantu bank-bank Islam yang terbatas dalam hal likuiditas saat dibutuhkan. Oleh karena itu, Malaysia memperbolehkan akad tawarruq dengan dasar bahwa semua transaksi jual beli sah kecuali dilarang oleh Al-Qur'an dan Al-Hadits, dan tidak ada dalil yang tegas melarang akad tersebut.

Meskipun akad tawarruq belum diperbolehkan sebagai produk perbankan syari'ah di Indonesia, akad serupa diizinkan dan diterapkan dalam transaksi perdagangan komoditi di bursa sesuai dengan Fatwa Dewan Syari'ah Nasional Nomor 82 Tahun 2011 tentang Perdagangan Komoditi Berdasarkan Prinsip Syari'ah di Bursa Komoditi. 

Fatwa ini menyatakan bahwa perdagangan komoditi di bursa, baik dalam bentuk serah terima fisik maupun perdagangan lanjutan, diperbolehkan asalkan memenuhi ketentuan yang ditetapkan. Perdagangan serah terima fisik berarti adanya serah terima komoditas oleh pembeli, sementara perdagangan lanjutan melibatkan penjualan komoditas yang telah dibeli oleh pihak pertama kepada pihak ketiga melalui perantara pihak kedua.

Di Timur Tengah, negara-negara telah lama menggunakan akad tawarruq pada bursa komoditi syariah. Dalam skema ini, bank yang memiliki kelebihan dana menerima pesanan dari bank yang kekurangan dana untuk membeli barang, sehingga bank yang memiliki kelebihan dana kemudian membeli komoditas dari pasar dengan uang tunai melalui akad jual beli, lalu menjualnya kepada bank yang kekurangan dana dengan cara murabahah dengan sistem pembayaran cicilan. Bank yang kekurangan dana kemudian akan menjual aset ini ke pasar komoditas untuk mendapatkan uang tunai. Akad tawarruq yang umum dikenal dalam industri perbankan Timur Tengah tidak hanya digunakan untuk pengelolaan likuiditas, tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan konsumtif individu.

Namun, konsep tawarruq munadzam ini sangat berbeda dengan konsep transaksi komoditas murabahah syariah yang ada di Indonesia, karena:

  •  Transparansi dalam transaksi terjamin, di mana aset/komoditas yang diperdagangkan dapat secara jelas dilihat, dimiliki, dan dikirim.
  • Aset/komoditas yang diperdagangkan kembali dilakukan melalui otoritas bursa bukan melalui bank syariah perantara.
  •  Bank syariah perantara hanya bertindak sebagai pembeli aset/komoditas yang kemudian dijual kepada pihak atau bank syariah lain yang membutuhkan likuiditas menggunakan akad murabahah murni.

Jika prosedur transaksi tawarruq dalam perbankan syariah Indonesia dapat diselenggarakan mirip dengan yang berlaku di negara-negara Timur Tengah, maka akan terlihat bahwa akad tawarruq tersebut tidak sama dengan akad 'inah yang dilarang dalam syariah. Hal ini lebih penting lagi jika penerapan akad tawarruq tersebut menjadi kebutuhan mendesak untuk meningkatkan likuiditas perbankan syariah di Indonesia yang masih berkembang pesat.

Apakah tawarruq dapat diterapkan di Indonesia atau tidak akan tergantung pada kebijaksanaan dan persetujuan Majelis Ulama Indonesia melalui Dewan Syari'ah Nasional dalam mengeluarkan fatwa terkait hal ini. Akad tawarruq pada dasarnya tidak sepenuhnya dianggap makruh atau haram. Ada konsep tawarruq, terutama yang menjadi dasar bagi negara-negara Timur Tengah, yang seharusnya diperbolehkan untuk diterapkan, terutama dalam situasi kebutuhan mendesak dari nasabah atau perbankan syariah yang mengalami defisit. 

Implementasi akad tawarruq ini akan meningkatkan kepercayaan masyarakat pada perbankan syariah Indonesia, dengan semakin banyaknya produk-produk yang dapat memenuhi kebutuhan dasar nasabah itu sendiri. Rekomendasi diberikan kepada Dewan Syari'ah Nasional dan Majelis Ulama Indonesia untuk lebih cermat dalam menelaah, mempertimbangkan, dan mengeluarkan fatwa terkait pengembangan produk tawarruq dalam perbankan syariah Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun