Mohon tunggu...
Rania Muzdalifah
Rania Muzdalifah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sumatera Utara

Hobi menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hidup di penghujung Harapan

31 Januari 2025   10:57 Diperbarui: 31 Januari 2025   10:57 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

" Hidup di penghujung Harapan"

       Salma adalah anak dengan seribu ketakutan, mengapa tidak? Salma harus bersaing dengan umur kedua orang tua ku yang tidak muda lagi. Setiap hari pikiran Salma selalu di hantui dengan rasa ketakutan yang mendalam, riuh nya isi kepala membuat ku tidak bisa tidur. Itu hal yang setiap hari aku rasakan. Terkadang harus banyak memahami sudut pandang tentang terhadap kehidupan ini. Tidak hanya itu, setiap masalah yang datang di kehidupan ku kerap kali ku pendam, ku tanggung sendiri tanpa harus bercerita kepada orang tua. Karena aku tidak mau membuat mereka kepikiran walaupun terkadang ada rasa lelah menyimpan semua nya sendirian.

       Seperti biasanya, Salma menjalani kehidupan sehari-hari dengan kuliah di salah satu universitas yang ada di kota tempat tinggal nya. Salma tinggal bersama ke dua orang tua nya, Kakak dan abang Salma bekerja di salah satu perusahaan swasta yang di luar kota. Tak jarang membuat mereka hanya berjumpa ketika hari lebaran tiba, karena kesibukan masing-masing dari mereka. Tak heran salma tempat berkeluh-kesah kedua orang tuanya ketika Abang dan kakaknya tidak ada

Tak heran salma terkadang mengeluh ke diri sendiri , Habis mau mengeluh kemana sedangkan kedua orang tua nya mengeluh dengan nya. Tapi hal itu tidak masalah buat nya, walaupun terkadang rasa ingin juga mengeluh atas apa yang di alami nya namun apalah daya anak kecil tak punya ruang untuk meluapkan semua nya. Karena dia tau pasti hanya sekadar di dengar namun tak ada ruang penyelesaian, iya lebih baik aku pendam saja pintanya selalu begitu.

       Malam hari tiba, sehabis makan malam biasanya ayah langsung ke kamar namun berbeda dengan hari ini dia menemaniku cuci piring hingga selesai. Aku bertanya kepada ayah " tumben ayah belum masuk kamar, ada apa yah". " tidak apa-apa, ayah ingin mengobrol dengan mu nak, selesaikan saja dulu cucian piring nya". Salma langsung berpikir tumben ayah tidak biasa begini biasa langsung saja berbicara, tapi iya sudah lah.

        Ayah, teriak Salma memanggil ayah yang sedang menonton televisi. "Iya nak, apakah sudah selesai ? " . "Sudah, yah. "Begini nak sebentar lagi kamu kan tamat kuliah kalau bisa cari kerjanya disini saja yah". "Mengapa begitu yah, aku ingin sekali bekerja diluar kota sama seperti kakak dan Abang". " Kalau kamu juga kerja di luar kota terus siapa yang menemani ibu dan ayah, sementara ayah dan ibu susah tua nak. Rasa pasti begitu sepi, lihat kakak dan Abangmu tidak ada waktu pulang kan kecuali cuti lebaran itu juga belum tentu. Sama seperti saat ini kami rindu dengan mereka tapi apa mereka juga belum bisa pulang nak".

" Tapi yah, aku juga uda banyak mengalah. Di saat aku ingin kuliah di luar kota tapi ayah tidak mengizinkan, aku sudah ikhlas. Tapi terlepas itu apakah aku tidak bisa menentukan jalan hidup ku? ". " ayah terdiam sejenak, tapi nak". Salma pergi meninggalkan ayah tanpa sepatah kata pun dan langsung menuju kamar tidurnya sambil menahan air mata nya. Tiba-tiba ibu datang menghampiri ayah, sudah lah ini bukan waktu yang tepat untuk memaksa anak nya yah.

       Dalam kamar Salma menangis sambil memeluk boneka kesayangan nya, ternyata jadi anak terakhir dengan seribu harapan dan ketakutan ini lah yang aku alami saat ini. Aku juga ingin bebas tapi beban harapan di pundak aku banyak sekali, bagaimana bisa anak kecil ini menggapai semua nya sedangkan dia juga ingin di dengar pinta nya. Terdiam sejenak, seketika terlintas dibentaknya ingin membohongi kakak dan abangnya agar bisa pulang. Karena sudah dua tahun lebih mereka tidak pulang, itu sebabnya ayah selalu mengeluh rindu dengan mereka.

      " dering, bunyi dari telepon Abang dan kakaknya salam yaitu Adelia dan Hendra. " ada apa Salma pinta Hendra". " bang, bisa pulang sekarang enggak, ayah sedang sakit dari tadi memanggil nama kalian bang, kakak". "Penyakit ayah kambuh lagi dek ?", pinta Adelia. " iya kak segar lah pulang kalian ibu dan ayah selalu menunggu kehadiran kalian. Mendengar kabar itu mereka segar memesan tiket pesawat untuk pulang besok paginya .

    Sampai lah mereka berdua di bandar tempat kota kelahiran mereka, dan bergegas menuju rumah mereka dengan mengendarai mobil travel. Sesampai dirumah mereka melihat ibu sedang menyiram tanaman dan bunga yang ada di halaman. " Ibu, teriak Adelia dan Hendra". Mereka berdua langsung memeluk ibu, tak sadar air mata pun jatuh membasahi pipi ibu. "Alhamdulillah syukurlah kalian pulang ibu dan ayah sangat rindu dengan kalian nak."

       Malam pun tiba mereka makan malam bersama di ruang makan, biasa hanya ada salam dan kedua orang tuanya namun kini kembali ramai karena adanya kakak dan Abang nya Salma.

" ayah makan nya yang banyak biar cepat sembuh", pinta Hendra. Ibu dan ayah tatapan mereka bingung sedangkan ayah sedang tidak sakit". Ayah menjawab, iya nak, kalian bagaimana kabar nya baik-baik saja kan?". " Alhamdulillah yah, kami baik-baik saja pinta Adelia". Makan malam pun selesai, ibu dan ayah sudah masuk kamar. Tinggal mereka bertiga yang ada di ruang makan. Sal, bentar lagi wisudakan ikut kerja sama kakak yuk ke kota". " iya sal, kan lumayan gaji nya gede juga, sambung Hendra". Salma diam tidak menjawab pertanyaan mereka berdua, " sal, dengar tidak kami sedang berbicara dengan mu tapi kenapa tidak ada respon dari mu, seperti tidak di hargai, pinta Adelia". " oh, iya apa enggak ingin punya gaji sendiri, apa terus mau di manjakan terus sampai tua, tanya Hendra". " entah lah adik mu itu payah kalau di ajak bicara, begini buat malas jadinya". " Uda besar kalau bisa itu mandiri jangan bergantung dengan orang tua terus menerus kita kan enggak tau mereka bisa hidup lama lagi apa tidak", pinta Hendra".

   "Lagian dek kalau tidak dari sekarang belajar hidup mandiri kapan lagi mau di coba, kejar yang mau di kejar di raih". Jangan diam seperti orang yang tidak berguna, masih muda banyak relasi dek, masalah ibu dan ayah kan mereka bisa pakai ART yang membantu urusan rumah. Kita ini perempuan harus bisa mandiri jangan bergantung dengan orang tua terus menerus dek, enggak ingin apa punya uang hasil keringat sendiri. Mereka berdua menasehati Salma tapi bagi Salma ini bukan nasehat melainkan ocehan yang mereka sendiri enggak tau seberapa besar usaha aku, dan seberapa besar aku ikhlas meninggal impian yang telah ku susun.

     Uda, uda belum kalian berbicara, Uda puas belum? Bentak Salma. Kalian itu enggak pernah tau hidup jadi anak bungsu itu seperti apa, mau kita apa tapi keinginan orang tua begini mau nya. Kalian itu enak bisa mendapatkan segalanya yang apa kalian mau, sedangkan aku? Aku apa aku harus berusaha sendiri di kaki ku sendiri dengan segala harapan yang tertumpah pada aku. Aku juga ingin kerja di luar kota seperti kalian tapi apa, ayah selalu bilang jangan pergi. Kalau kamu pergi siapa yang menjaga ayah dan ibu sedangkan kakak dan Abangmu saja jarang pulang nak. " kalian pernah berpikir tidak waktu di perantauan siapa yang mengurus ibu dan ayah sedangkan mereka tidak muda lagi, ayah yang sering kambuh penyakitnya. Kalian pernah berpikir ke situ enggak.

    Kalian itu tau aku yang Cuma manja nya saja tapi kalian enggak pernah tau apa yang aku alami selama kalian sudah merantau. Keluh kesah ayah ibu yang setiap hari aku terima, belum lagi masalah yang enggak di sangka datang. Kerinduan mereka pada kalian, kalian tau enggak? Tanya Salma. Enggak kan, kalian enggak bakalan ngerasain jadi anak bungsu yang hidup serba salah penuh dengan ketakutan, kegagalan yang selalu dan menghampiri kehidupan nya.

       Tapi aku enggak mau cerita sama kalian, kenapa? . Aku takut mengganggu pekerjaan kalian, jadi beban pikiran kalian. Memang kalian ada peduli ? Kalau tidak di telepon ibu jarang mau telepon, orang tua itu juga pengen di perhatikan, di sayang sama anak nya di usia yang sekarang ini. Tapi apa? Apa kalian mengerti enggak kan. Kalian itu tau nya aku manja, aku enggak bisa mandiri. Tapi nyata aku hidup disisa umur orang tua yang semakin menua sedangkan aku belum bisa membahagiakan mereka.

       Bang, Abang selalu bilang kan jangan lupa pikirkan diri sendiri dek. Kalau aku mikirin diriku sendiri bang enggak mungkin aku sekarang disini temani masa tua ibu dan ayah. Uda dikampus impian ku bang, tapi apa aku rela enggak jadi kuliah di luar kota karena permintaan ayah. Kata ayah kalau kamu pergi siapa lagi anak kami, sedangkan kakak dan Abangmu jarang pulang. Kamu tau kakak di saat dirimu berhasil menggapai semua impian dan cita-cita mu dengan kebebasan lain dengan aku yang banyak tuntutan ini itu, pinta Adelia dengan air mata yang jatuh membasahi kedua pipinya.

     "Iya, salah sendiri kenapa kamu enggak pernah cerita sama kami berdua, kenapa dipendam?. Iya kami enggak tau lah apa yang kamu rasakan sedangkan kami sibuk dengan dunia kami sendiri, pindah Adelia". Itu lah kak, nampak egois nya bukan aku yang egois kalau aku egois aku sudah memilih kampus impian aku, hidup dengan bebas tanpa harus menjaga mereka di usia mereka yang tidak muda lagi". " iya kamu enggak bisa begitu ngomong nya Adel, kita juga salah tanpa memikirkan nasib Salma bagaimana, disaat kita jauh dari orang tua dia lah yang menjaganya, di saat kita hidup dengan kekayaan mereka, dia hanya hidup dengan sisa umur mereka, pindah Hendra". Hendra berjalan menghampiri Salma yang sedang menangis.

      Tiba-tiba ibu dan ayah keluar kamar dan menghampiri mereka bertiga, sudah-sudah uda malam apa yang diributkan enggak enak di dengar tetangga. Kita jarang kumpul begini sekali kumpul masa ribut, pinta ibu. Kalian tidak bisa menghakimi adik kalian sendiri, kalian tidak tau apa yang dirasakan disaat kalian jauh dari kami. Jadi apa yang mau kalian ributkan, bukan belajar dari adik kalian.

      Dia yang mengurus kami tempat kami bercerita semua keluh kesah yang ada, sambung ayah. Adel berjalan menuju Hendra dan Salma, dik kami minta maaf ya. Maafkan kami yang tidak ikut membantu mengurus ibu dan ayah, semoga kehidupan mu lebih baik dari kami. Kami mohon izin untuk pulang besok karena tidak bisa cuti lama-lama dek. " sudah tidak apa-apa, aku sudah memaafkan kalian, aku harap setiap saat ingatlah kedua orang tua. Akhirnya mereka berpelukan dengan hangat, lalu ayah berkata jangan ribut-lagi ya kami sedih kalau kalian ribut.

        Setahun setengah sudah berlalu dari cekcok tersebut, salma kini sudah tamat kuliah dan Alhamdulillah dia lulus PNS. Itu lah harapan yang di nanti kedua orang tua nya. dan dia juga penempatan masih di provinsi tempat tinggal dia, jadi tetap bisa jumpa orang tua nya meski beda kota. Kata selamat datang dari kakak dan Abang nya. Kini sudah terwujud harapan ku bisa membahagiakan kedua orang tua ku di sisa umur mereka yang semakin menua, beban yang ku bawa kini sedikit berkurang, ketakutan yang ada juga berkurang. Kini ku selalu bersyukur kepada mu. Walaupun aku hidup di penghujung Harapan mereka tapi aku selalu berusaha membahagiakan mereka. " Tidak ada kegagalan, disaat kita mau berusaha dan mencobanya".

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun