Sesekali aku bertanya, "Kenapa ya burung kenariku kok ndak mau bernyanyi lagi, padahal biasanya suaranya mengalahkan suara tv?"Â
Minta di hangatkan mungkin, seperti aku yang butuh kehangatan, eeaa haha..
Sudah di jemur kok, ucapku. Coba dicariin daun pace (mengkudu) yang masih muda terus disuruh makan. (Sarannya).
Pagi-pagi sekali aku mencari daun mengkudu yang masih muda. Beberapa hari kemudian si burung kembali ceria. Bernyanyi dengan gagahnya. Alangkah bahagianya diriku ini.Â
Beberapa hari berlalu. Pagi-pagi sekali aku terbangun. Ibuku berteriak histeris. Kenapa, bu ada apa?
Tiba-tiba kulihat kandang, hanya tinggal bulu yang beterbangan. Burung kenariku dimakan tikus. Seketika aku lemas sambil meneteskan air mata.
Padahal, dia lah pengusir sepi. Suaranya, menghangatkan tubuhku yang kedinginan, menemaniku di kala tugas melanda. Lalu, pergi tanpa aba.Â
Satu tahun kemudian, si doi pun pergi juga. Meninggalkanku demi orang baru.
Lagi-lagi, kesepian melanda. Malangnya aku.
Lampung, 23 November 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H