Mohon tunggu...
Rani Sabila
Rani Sabila Mohon Tunggu... Lainnya - Penuang rasa

"Live as if you will die tomorrow and learn as if you will live forever" (Mahatma Gandhi)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sebungkus Permen Persahabatan dan Perjuangan

1 Oktober 2020   11:14 Diperbarui: 1 Oktober 2020   11:24 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Di sini aja dulu mah, aku lo baru nyampe, panas banget lagi, di sini kipasnya mati." (Mah, panggilanku kepada temanku yang bernama Asma)

"Yaudah."

Aku melanjutkan tidurku di sebuah bangku. Haha.. keterlaluan ya..  sementara yang lain asyik bermain ponsel sendiri-sendiri.
***

Beberapa menit berlalu, di kelas hanya tersisa 3 manusia termasuk aku, yaiyalah termasuk aku, aku juga kan manusia. Hihi..
Hanya ada Asma dan Misdalifah, eh namanya mirip kek mantan istrinya Nazar ya. Awalnya aku tidak terlalu akrab dengan Misdalifah, walau kami satu kelas. Karena begitu ngantuknya diri ini, dan kebetulan tadi sewaktu hendak berangkat, aku diberi permen oleh ibuku. Haha... kek anak kecil ya di beri permen. Pas 3 bungkus, kubagi 3, Aku, Asma, dan Ifah. Nampaknya si Ifah seneng banget kuberi permen, sampe-sampe dibuat status WA sama dia. Sejak itu kami berteman, dan dikala Asma sibuk dengan pacarnya, Ifah yang selalu menemaniku.
***

Beberapa semester berlalu, kini aku menginjak semester 7. Musimnya pembukaan pendaftaran judul skripsi. Sungguh, benar-benar butuh perjuangan. Beberapa kali aku ke ruangan dosen Pembimbingku tapi, tiada kubertemu. Akhirnya, aku menemani Ifah untuk menunggu dosen Pembimbingnya. Sungguh, malangnya dia, berminggu-minggu menunggu tapi, tak kunjung temu, dichatnya tidak dibuka. Sekali dibuka, katanya bilang "Sabar, Bapak masih di bank." Karena disuruh sabar, alhasil Dia menunggunya hingga larut tapi, tiada pun nampak jejak-hejaknya. Hingga, pulanglah Dia sembari meneteskan air mata. Hingga mlm pun  tak kunjung reda, sampai ketika pagi, netranya nampak seperti bola pingpong.

"Mba"

"Gimana mba, udah ketemu sama Pak ***"

"Mboh lah, Bapak.e ki ditunggoni malah ra mangkat-mangkat, tak bela-belani mangkat isuk nganti sedino ra mangan,  malah gur di php.in doang."

"Sabar ya mba, tiada perjuangan yang sia-sia, segala akan indah pada waktunya. Semangat."
***

Pada hari berikutnya kami menunggu, dan Alhamdulillah nya PA ku dapat dihubungi, dan berkata, "Lewat Wa saja."
"Baik, Bu," balasku.
Berkali-kali aku harus revisi tapi, kujalani dengan sepenuh hati.
" Jikalau seperti ini bagaimana bu, apakah sudah sesuai, atau masih ada yang harus saya rwvisi kembali?"
Alhamdulillah, setelah maghrib beliau berkata, " Ibu rasa cukup, tidak perlu ada yang direvisi kembali."

Aku sangat bersyukur sekali. Kala itu aku masih di kampus hingga malam menjelang, niatnya ingin meminta tandatangan kajur. Eh, ternhata sia-sia, kajur enggan tuk menandatangani. Sebab, PA belum bertandatangan.
***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun