Mohon tunggu...
Rania Wahyono
Rania Wahyono Mohon Tunggu... Wiraswasta - Freelancer

Mencari guru sejati

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Bagaimana Resiliensi Mengubah Pengalaman Pahit Menjadi Kekuatan

27 Januari 2025   10:00 Diperbarui: 27 Januari 2025   14:45 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi resiliensi menjadi sumber kekuatan untuk mengangkat beban pengalaman buruk masa lalu. Foto: pexels.com/Victor Freitas 

Tahukah kamu bahwa seseorang memiliki kecenderungan untuk lebih mengingat pengalaman pahit dibandingkan dengan pengalaman positif.

Pengalaman buruk yang terjadi di masa lalu bisa bermacam-macam bentuknya, mulai dari pembullyan, pelecehan seksual, di tipu, KDRT hingga kehilangan orang terdekat.

Yang menjadi masalah adalah apakah kamu sudah sembuh dari pengalaman buruk tersebut? Kalau kamu masih merasa marah, sedih atau kecewa setiap mengingat kejadian buruk yang kamu alami, bisa jadi kamu belum berdamai dengan masa lalumu dan masih memanggul beban emosi masa lalu.

Kamu tidak akan bisa berjalan jauh ke depan kalau beban emosi yang kamu bawa terlampau berat. Masa depan tidak akan bisa dinikmati kalau kamu masih nyangkut di masa lalu. Lalu, bagaimana caranya agar bisa fokus di masa sekarang? Mengapa perlu resiliensi untuk menghadapi pengalaman pahit masa lalu? 

Resiliensi untuk Menyembuhkan Pengalaman Pahit Masa Lalu

Resiliensi adalah kemampuan untuk bangkit dan pulih kembali dari peristiwa kehidupan yang menyedihkan, penuh tantangan, pengalaman buruk atau setelah menghadapi kesulitan dan tekanan emosional. 

Seorang yang resilien tidak akan menghindari rasa sakit atau kesedihan. Melainkan mampu mengelola emosi, meningkatkan pengetahuan untuk beradaptasi serta mengatasi situasi serupa yang merugikan di masa mendatang. Berusaha mencari makna dari pengalaman pahit tersebut untuk melanjutkan hidup dengan kekuatan baru.

Roy Baumeister, seorang Profesor di bidang psikologi sosial dari Florida State University melalui buku karyanya "Willpower: Rediscovering the Greatest Human Strength" dan "Meanings of Life", menjelaskan bahwa resiliensi bukanlah sifat bawaan, melainkan kemampuan yang bisa dikembangkan melalui latihan, pengendalian diri, dan refleksi makna hidup.

Dalam bukunya, Baumeister menekankan pentingnya pengendalian diri dan makna hidup sebagai inti dari resiliensi dalam membantu seseorang bangkit dari situasi sulit.

Pengendalian diri membantu untuk tetap fokus pada solusi, bukannya terjebak dalam emosi negatif. Misalnya ketika menghadapi kegagalan, seseorang yang resilien akan menahan diri dari menyalahkan keadaan atau orang lain dan fokus pada perbaikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun