Hidup selalu penuh tantangan, rintangan, bahkan luka. Kita semua pernah menghadapi naik turunnya kehidupan. Setiap hari hal buruk bisa saja menimpa kita atau orang-orang di sekitar kita. Tidak ada seorang pun yang luput dari permasalahan yang selalu datang.
Apakah kamu selalu beranggapan dan sering kali menyalahkan orang lain atas kesulitan atau kegagalan yang kamu alami? Merasa tidak berdaya, terperangkap dan tidak memiliki kendali atas keadaan atau tantangan berat yang muncul dalam hidupmu?
Jika jawabanmu iya, mungkin kamu sedang mengalami yang namanya victim mentality atau mental korban. Meski terlihat sepele, pola pikir ini bisa merugikan diri sendiri, menghambat kemajuan, dan mengikis kebahagiaan.
Apa itu Victim Mentality atau Mental Korban?
Mental korban adalah pola pikir di mana seseorang selalu merasa dirinya adalah korban dari keadaan, orang lain atau lingkungan. Mereka cenderung melihat hidup sebagai sesuatu yang tidak adil dan merasa tidak berdaya untuk mengubah situasi.
Orang dengan mental korban sering kali terjebak dalam siklus menyalahkan orang lain, entah itu pasangan, orang tua, rekan kerja, keluarga atau bahkan takdir. Kamu mungkin juga sempat berpikir, "Apa yang telah saya lakukan sehingga harus menerima semua ini?"
Kemungkinan besar pola pikir ini terbentuk karena pernah mengalami masa sulit atau mengalami trauma yang belum terselesaikan sehingga membentuk sudut pandang atau pola pikir sebagai korban.
Akhirnya, kamu meyakini bahwa kamu lemah, tidak mampu dan tidak ada yang bisa diperbaiki atas hal buruk yang terjadi. Menjadi tidak bertanggungjawab atas apa yang terjadi dalam hidupmu. Padahal kamu memiliki kendali sepenuhnya atas hidup dan masa depanmu bahkan bisa mengubahnya menjadi lebih baik.
Perlu diketahui bahwa hidup itu tidak akan berhenti memberi tantangan. Kalau kamu menyerah dan tidak berusaha untuk menaklukkan tantangan hidup, akan semakin sulit untuk menghadapi tantangan yang lebih berat di sepanjang hidupmu.
Ciri-ciri Victim Mentality
Apakah kamu termasuk ke dalam ciri-ciri orang dengan mentalitas korban seperti berikut.
1. Menyalahkan Orang Lain atau Situasi
Orang dengan mental korban sulit mengambil tanggung jawab atas hidupnya. Sebaliknya, mereka terus-menerus menyalahkan orang lain atau keadaan atas kegagalan dan masalah mereka.
Kamu mungkin berpikir bahwa dunia ini tidak adil, akibatnya kamu pasif saat menjalani hari-harimu dan pesimis terhadap masa depan. Alih-alih menghadapi masalah, kamu cenderung menghindari tanggung jawab dan menganggap dirimu tidak pernah salah.
2. Merasa Tidak Berdaya
Ada keyakinan mendalam bahwa orang dengan mentalitas korban tidak bisa mengubah nasibnya. Mereka menganggap hidup hanya bergantung pada keberuntungan atau belas kasihan orang lain.
Merasa seolah-olah kegagalan adalah sesuatu yang permanen sehingga sulit membuat perubahan dalam hidup. Kamu terus-menerus memiliki perasaan tidak berdaya dan selalu menganggap orang lain memiliki kehidupan yang lebih baik.
3. Sulit Memaafkan
Rasa sakit emosional dan dendam terhadap masa lalu yang belum terselesaikan akan berpengaruh besar dalam kehidupan. Pernah mengalami pengkhianatan terhadap kepercayaan di masa lalu membuat kamu merasa tidak bisa lagi mempercayai orang lain.
Kamu sulit melupakan kesalahan orang lain dan terus membawa luka ke masa kini. Beberapa situasi negatif tersebut membuatmu sulit untuk memaafkan.
4. Banyak "Drama"
Untuk mendapatkan perhatian atau simpati, mental korban sering membesar-besarkan masalah dan musibah yang dialami. Kamu menjadi sangat waspada terhadap orang lain dan bereaksi terhadap hal-hal kecil secara berlebihan.
Seperti melebih-lebihkan resiko suatu situasi atau seberapa buruk dampaknya. Kamu merasa lebih nyaman menjadi pusat perhatian sebagai korban yang berhak untuk mendapatkan simpati dari orang lain.
5. Pesimisme yang Berlebihan
Pandangan tentang hidup selalu penuh dengan hal-hal negatif. Bahkan dalam situasi baik, kamu cenderung melihat sisi buruknya. Sering kali menganggap kritik sebagai serangan pribadi, bukan sebagai peluang untuk berkembang.
Orang dengan mental victim cenderung fokus pada apa yang salah dalam hidupnya, sehingga sulit melihat hal-hal baik yang sudah dimiliki. Ketika ada orang datang mencoba menawarkan solusi, kamu malah memberi berbagai alasan bahwa solusi tersebut tidak akan berhasil yang membuat mereka yang menawarkan bantuan jadi frustrasi dan tidak mengerti apa yang salah
6. Ketergantungan Emosional
Sering mencari pengakuan atau rasa aman dari orang lain karena kamu merasa tidak cukup kuat untuk berdiri sendiri. Kamu mungkin terus-menerus menceritakan masalahmu untuk mendapatkan perhatian atau simpati dari orang lain, tanpa berusaha mencari solusi dari permasalahan dan enggan mengambil resiko.
Bagaimana Mengatasi Mental Korban
Mental korban tidak hanya merusak hubungan dengan orang lain tetapi juga menghentikan perkembangan pribadimu. Pola pikir ini membuat seseorang terjebak dalam lingkaran ketidakbahagiaan, tidak produktif, dan tidak mampu mewujudkan potensi dan versi terbaiknya.
Selain itu, orang dengan mental korban seringkali kehilangan kepercayaan dari orang-orang di sekitarnya karena dianggap negatif dan sulit diajak bekerja sama. Oleh karena itu mengubah pola pikir membutuhkan kesadaran, usaha, dan dukungan yang konsisten. Berikut ini beberapa langkah yang dapat diambil untuk membantu mengatasi victim mentality dan beralih pada pola pikir yang lebih baik.
1. Sadari dan Akui
Langkah pertama untuk berubah adalah menyadari bahwa kamu cenderung memiliki mental korban setelah mengidentifikasinya. Carilah tanda-tandanya dengan refleksi diri yang jujur untuk membantu melihat pola ini dengan lebih jelas. Bicaralah pada dirimu untuk mendapatkan kembali kekuatan dan menemukan cara mengubah suatu situasi.
2. Berhenti Menyalahkan Orang Lain
Belajarlah untuk bertanggung jawab atas hidupmu sendiri. Alih-alih menyalahkan orang lain dan mencari kambing hitam, tanyakan pada diri sendiri, “Apa yang bisa saya lakukan untuk memperbaiki situasi ini dan apa yang bisa saya pelajari dari ini?” Fokuslah pada apa yang bisa dilakukan untuk memperbaiki situasi. Mulailah untuk mencintai diri sendiri dan melihat dirimu sebagai seseorang yang berharga.
3. Ubah Fokus ke Hal yang Bisa Dikendalikan dan Dikontrol
Daripada memikirkan apa yang tidak bisa diubah, fokuslah pada hal-hal yang bisa dikendalikan, seperti sikap, reaksi, dan pengambilan keputusan. Ambil tanggung jawab atas apa yang dapat kamu kendalikan. Kamu mungkin tidak dapat mengendalikan orang lain, tetapi kamu dapat mengendalikan tindakan. Sadarilah potensimu dan jadilah pemimpin dalam hidupmu.
Jadikan dirimu prioritas. Mulailah mengatakan "tidak" pada sesuatu yang tidak ingin kamu lakukan, hal-hal yang tidak sejalan dengan nilai-nilai yang ditanamkan atau apa yang kamu inginkan untuk hidupmu.
4. Menumbuhkan Rasa Syukur
Menumbuhkan rasa syukur atas apa yang sudah kamu miliki dalam hidup dapat membantu mengubah perspektifmu terhadap suatu permasalahan. Fokus pada hal-hal baik dalam hidup, sekecil apa pun itu yang bisa membuatmu merasa lebih positif.
5. Belajar Memaafkan
Lepaskan beban masa lalu dengan memaafkan diri sendiri dan orang lain yang telah menyakitimu untuk mengurangi respons permusuhan dan trauma. Memaafkan bukan berarti melupakan, tetapi melepaskan kendali masa lalu atas hidupmu.
6. Bangun Kemandirian Emosional
Kembangkan kecerdasan emosional. Mulailah belajar untuk merasa cukup dengan diri sendiri. Jangan bergantung pada validasi orang lain untuk merasa berharga. Bangun pola pikir bertumbuh (growth mindset), bahwa setiap tantangan adalah peluang untuk belajar dan berkembang. Dengan pola pikir ini, kegagalan atau kesulitan tidak lagi menjadi beban, melainkan sebuah batu loncatan.
7. Carilah Bantuan Profesional
Jika pola pikir ini sudah terlalu mengakar, tidak ada salahnya meminta bantuan dari psikolog atau psikiater. Terapi bisa membantumu menggali akar masalah dan menemukan cara untuk berubah dan membantu mengatasi trauma masa lalu.
****
Meskipun dunia tidak selalu adil, kamu selalu memiliki pilihan. Menjadi korban dari situasi atau menjadi pengendali atas hidupmu sendiri untuk tidak terjebak dalam perasaan tidak berdaya. Bangkit dari mental korban adalah proses yang membutuhkan waktu dan kesabaran. Dengan keberanian untuk berubah, kamu bisa membebaskan diri dari belenggu mental korban dan mulai menjalani hidup penuh harapan yang lebih bermakna.
Referensi:
https://www.lifehack.org/articles/communication/move-away-from-the-victim-mentality.html
https://www.webmd.com/mental-health/what-is-a-victim-mentality
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H