Mohon tunggu...
Rania Wahyono
Rania Wahyono Mohon Tunggu... Wiraswasta - Freelancer

Mencari guru sejati

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Naik Commuter Line Solo-Yogyakarta dan Kereta Bandara: Nyaman, Cepat, dan Terintegrasi

21 Oktober 2024   10:39 Diperbarui: 21 Oktober 2024   10:49 524
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebagai pecinta transportasi umum terutama kereta api, sudah lama saya memimpikan kehadiran transportasi massal berbasis kereta untuk melakukan mobilitas antar wilayah di kota-kota terdekat di Indonesia. Saya berharap bukan hanya wilayah Jabodetabek saja yang bisa terhubung dengan jalur kereta, tapi juga untuk kota-kota lain di daerah. Syukur-syukur hadir di wilayah tempat tinggal saya.

Hingga pada tahun 1994 jalur kereta Yogyakarta - Solo pulang pergi resmi dibuka. Awalnya masih dilayani dengan Kereta Rel Diesel (KRD) Prambanan Ekspres atau Prameks. Semakin lama respon dari masyarakat cukup bagus terbukti meskipun masih menggunakan sistem pembelian dengan karcis, kereta selalu penuh bahkan karcis selalu sold out di jam dan hari tertentu. 

Pengguna kereta Prameks pun semakin bertambah setiap tahunnya bukan hanya untuk para penglaju, tapi juga pelaku bisnis, karyawan, pelajar dan mahasiswa hingga wisatawan. 

Akhirnya demi efisiensi, jalur sibuk Solo - Yogyakarta pulang pergi dielektrifikasi atau menjadi Kereta Listrik (KRL) yang diresmikan Presiden Joko Widodo pada 1 Maret 2021. Yogyakarta-Solo menjadi wilayah kedua setelah Jabodetabek yang memiliki transportasi kereta berbasis Commuter Line atau Kereta Rel Listrik (KRL)

Perombakan besar-besarpun dilakukan, terkait peraturan di KRL, sistem pembayaran, fasilitas dan perbaikan pada stasiun-stasiun pemberhentian. Beberapa stasiun lama direnovasi kembali menjadi stasiun pemberhentian baru. Seperti stasiun Palur, Jebres, Gawok, Delanggu, Ceper, Brambanan dan Srowot.

Peraturan dan fasilitas di dalam KRL Yogyakarta-Solo kurang lebih sama dengan peraturan di KRL Jabodetabek yang sudah ada sebelumnya. Seperti menggunakan sistem tap in dan tap out dengan kartu e-money untuk masuk dan keluar. Tidak boleh makan dan minum, merokok, dan yang menurut saya cukup membawa perubahan adalah aturan tidak boleh membawa kursi lipat.

Dulu sewaktu masih di KRD Prameks banyak penumpang yang membawa kursi lipat atau menggelar koran di bawah lantai untuk duduk. Alhasil seluruh lantai penuh penumpang yang duduk dibawah dan sangat mengganggu penumpang lain yang mau turun. Disamping itu kesannya menjadi kumuh. 

Petugas kebersihan sedang mengepel di stasiun pemberhentian terakhir. Foto: Rania Wahyono
Petugas kebersihan sedang mengepel di stasiun pemberhentian terakhir. Foto: Rania Wahyono

Dan perubahan yang nyata adalah kebersihan di dalam KRL. Petugas kebersihan selalu siap siaga mengepel seluruh lantai gerbong kereta di setiap pemberhentian terakhir KRL. 

Penumpang juga nyaman dengan fasilitas AC di dalam KRL. Sangat berbeda ketika naik Prameks dimana AC kadang nggak berasa, suasana di dalam kereta api yang penuh jadi bertambah panas dan gerah seperti sauna. Dan sekarang sudah sangat jauh lebih baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun