Penderitaan dan masa-masa sulit adalah bagian dari kehidupan yang sering kali datang tiba-tiba. Kamu mungkin kehilangan seseorang yang dicintai, menghadapi kesulitan keuangan atau sedang menderita penyakit kronis. Dalam situasi seperti itu, banyak orang yang merasa putus asa, seolah-olah dunia runtuh di sekitar mereka.
Di masa-masa sulit itu, apa yang kamu pikirkan? Apakah kamu akan bertanya-tanya mengapa semua ini terjadi padamu bukan orang lain? Apakah hidup itu hanya untuk menderita? Apakah akhirnya kamu berhasil menemukan jawaban dari pertanyaan tadi dan jawaban itu akan berpengaruh besar dalam hidupmu?
Menemukan Makna Hidup dalam Penderitaan Menurut Viktor Frankl
Setiap orang pada titik tertentu dalam hidupnya akan mengalami rasa sakit, kehilangan dan ketidakpastian. Namun bagi Viktor Frankl, seorang neurolog dan psikiater asal Austria dan penyintas Holocaust, penderitaan bukanlah akhir dari segalanya. Justru, di dalam penderitaan itulah kita dapat menemukan makna yang lebih dalam tentang hidup.
Di masa kuliahnya Frankl telah banyak menerbitkan artikel ilmiah di jurnal-jurnal psikoanalisis terbesar di dunia. Karirnya di bidang konseling dan psikoterapi terus melesat dan berhasil menolong banyak orang. Hingga Perang Dunia ke dua pecah, pada tahun 1942 Frankl beserta keluarganya di tangkap dan di kirim ke kamp konsentrasi oleh NAZI.
Selama di kamp, Frankl dipisahkan dari istri dan keluarganya, menghadapi segala kekejaman yang terjadi di kamp sendirian dan tidak tahu keberadaan keluarganya apakah masih hidup atau tidak.
Bisa dibayangkan, bagaimana segala usaha kerasnya, pendidikan yang sudah ditempuh, artikel jurnal yang banyak diterbitkan, memberi konseling gratis untuk menolong ribuan orang, lalu tiba-tiba ditangkap ke kamp konsentrasi dan diperlakukan dengan sangat kejam. Pasti akan muncul pertanyaan yang sama tentang makna kehidupan. "Kenapa harus aku, untuk apa hidup kalau sudah berusaha baik pun tetap masih menderita?"
Akhirnya pada tahun 1945, Frankl dibebaskan namun istri dan keluarganya meninggal di kamp konsentrasi. Setelah keluar dari kamp, Frankl menulis sebuah buku yang menjadi best seller di seluruh dunia dan telah diterjemahkan dalam 24 bahasa. Bukunya Man's Search For Meaning dimana dia menceritakan pengalamannya selama berada di kamp konsentrasi NAZI dari perspektif seorang psikolog.
Dalam bukunya Frankl mengamati karakteristik yang membedakan antara orang-orang yang mampu bertahan dan orang-orang yang akhirnya meninggal di dalam kamp konsentrasi.Â
Ternyata yang membuat Frankl dan tahanan-tahanan lainnya mampu bertahan selama di kamp adalah kemampuan untuk terus menerus menemukan makna dari hidup.Â
Frankl mengemukakan gagasan bahwa seseorang dalam keadaan paling menyedihkan, menyiksa dan tidak manusiawi masih dapat menemukan makna hidup. Pemikirannya dikenal sebagai logoterapi, sebuah pendekatan psikoterapi yang berpusat pada pencarian makna sebagai tujuan utama eksistensi manusia.
Frankl telah membuktikan sendiri ucapannya, dalam kasusnya dia berharap untuk kembali berkumpul dengan istri dan keluarganya. Selain itu ia merasa masih memiliki pekerjaan dan tanggung jawab yang harus diselesaikan serta berkontribusi lebih untuk dunia. Seluruh harapan itulah yang membuatnya mampu untuk bertahan menghadapi segala penderitaan didalam kamp.
Sudah banyak literatur yang menceritakan bagaimana penyiksaan di kamp konsentrasi, yang bisa dibilang sebagai salah satu penyiksaan paling kejam yang pernah tercatat dalam sejarah manusia.
Semua tahanan jelas tidak bisa mengubah kondisi mereka. Namun ada satu hal yang bisa dilakukan, yaitu mengubah diri sendiri dengan terus memiliki makna hidup. Mereka yang memiliki alasan untuk hidup akan sanggup bertahan di hampir semua kondisi.Â
Cara Menemukan Makna Hidup
Bagaimana cara untuk menemukan makna hidup? Apakah harus memiliki cita-cita tinggi atau impian yang fantasis? Ternyata tidak. Kita bisa menemukannya dengan sederhana tidak harus muluk-muluk dengan apa yang kita lakukan dalam hidup.Â
Mungkin kamu ingin kuliah di luar negeri dengan beasiswa, punya pekerjaan yang kamu cita-citakan, ingin menjadi penulis hebat, ingin punya warung kecil dan sebagainya. Hal-hal seperti ini bisa jadi alasan kamu untuk terus melakukan yang terbaik dalam hidup. Mewujudkan impianmu serta menjadi dirimu sendiri.
Kedua, kamu juga bisa menemukan makna hidup dari sebuah pengalaman atau kehadiran seseorang yang berarti dalam hidupmu. Aktivitas apa yang membuatmu merasa terus hidup? Apakah membuat video pendek yang kamu suka dan memberi manfaat lalu menguploadnya di media sosial, melukis, traveling, atau sekedar makan kuliner favoritmu.Â
Bisa jadi ada seseorang yang kamu selalu ingin bersamanya, orang tua, anak, keluarga atau pasangan. Jadi, tidak perlu mengejar-ngejar kebahagiaan yang tidak pasti. Kamu bisa melakukan hal apa yang selama ini bisa membuatmu bahagia sekecil apapun hal tersebut.Â
Seperti Frankl, kamu bahkan bisa menemukan makna hidup dari penderitaan yang kamu rasakan. Menjadikan penderitaan sebagai motivasi untuk mengubah keadaan yang membuatmu menderita. Contohnya, kamu punya hutang hingga serba kekurangan atau tinggal di lingkungan yang kurang baik.Â
Jadikan ini motivasimu untuk bekerja lebih keras lagi agar bisa melunasi semua hutang dan dapat tinggal di tempat yang lebih nyaman. Jangan biarkan hidupmu berakhir dengan penderitaan. Ingat, bagaimana Frankl bisa terus menemukan makna hidup meskipun dalam penderitaan berat.
Terakhir dan yang paling penting, makna atau alasan hidup itu tidak harus selalu hal besar tapi yang terpenting dapat membuatmu merasa bahwa hidup itu layak diperjuangkan sehingga kamu akan terus berusaha menentukan konsep dan tujuan hidupmu yang akan dijalani.
*****
Kita mungkin tidak bisa memilih apakah kita akan menderita, tetapi kita bisa memilih bagaimana merespons penderitaan tersebut. Dan dalam pilihan itulah, kita menemukan makna hidup.
Hal terburuk yang bisa membatasi manusia itu bukan jeruji besi di depannya, tapi penjara yang dipasang di dalam pemikirannya sendiri. Penjara yang mengatakan bahwa kita tidak bisa berkembang, tidak bisa maju, dan tidak bisa bahagia.Â
Dengan membuka diri untuk belajar dari penderitaan, kita bisa menjadi pribadi yang lebih kuat, lebih bijaksana, dan lebih berempati. Masa sulit bukanlah akhir dari segalanya, melainkan sebuah kesempatan untuk tumbuh dan menemukan makna yang lebih dalam dalam perjalanan hidup kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H