Mohon tunggu...
Rania Wahyono
Rania Wahyono Mohon Tunggu... Wiraswasta - Freelancer

Mencari guru sejati

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Ada 9.9 Juta Gen Z Menganggur, Apa yang Salah?

7 Juni 2024   15:34 Diperbarui: 8 Juni 2024   20:45 968
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Pencari kerja mempersiapkan berkas lamaran kerja dalam Mega Career Expo Jakarta di gedung Serbaguna Senayan, Jakarta, Jumat (17/5/2024). (Foto: KOMPAS/PRIYOMBODO)

Gen Z juga rentan terkena masalah kesehatan mental karena memiliki mental yang lebih rapuh, tak heran mereka juga sering disebut Generasi Strawberry yang memiliki kulit yang tipis dan lembek.

Atasan atau rekan kerjanya menegur dianggap toxic. Gen Z identik dengan penyakit mental sehingga harus healing. Uangnya sering habis buat healing yang membuat kepala pusing.

Beberapa orang merasa kesulitan menghadapi karyawan Gen Z karena banyak menuntut namun kerja dan kontribusinya sedikit. Satu argumen saja terjadi mereka akan berhenti bekerja, tidak ada kata loyality pada pekerjaan. Mereka seperti kutu loncat, memilih kerja yang fleksibel dan tidak mau ada tekanan.

Namun tidak semua Gen Z seperti itu, banyak sekali yang memiliki kriteria bagus. Mereka rata-rata fasih berbahasa asing(Inggris), idenya kreatif dan sangat mudah beradaptasi dengan perubahan terutama perkembangan tehnologi. Mereka ingin kenyamanan dan fleksibilitas karena ingin mencapai keseimbangan hidup dan kerja atau work life balance.

Susahnya GenZ Mendapat Pekerjaan

Beberapa waktu yang lalu beredar video viral membludaknya antrean pelamar kerja warung seblak di Ciamis. Warung seblak tersebut membuka lowongan secara walk in interview untuk 20 orang tenaga kerja namun yang datang melamar hingga 200an lebih pelamar yang didominasi oleh anak muda.

Video viral tersebut mengundang berbagai reaksi dari warganet yang menampilkan sebuah realita betapa sulitnya mencari pekerjaan dan tingginya angka pengangguran di kalangan generasi Z. Bahkan untuk jenis usaha seperti warung seblak yang dikategorikan UMKM dan pekerja sektor informal namun antrian pelamarnya seperti di perusahaan.

Angkatan pekerja muda atau Gen Z semakin menghadapi dilema karena biaya pendidikan di perguruan tinggi semakin mahal dengan adanya kenaikan UKT. Padahal mayoritas di Indonesia kuliah dan meraih gelar sarjana merupakan modal dan persyaratan utama untuk mendapatkan pekerjaan layak di sektor formal.

Banyak faktor disebut menjadi penyebab salah satunya ketidaksesuaian antara kebutuhan pasar dan pendidikan angkatan kerja baru serta keterampilan yang dimiliki Gen Z belum sesuai dengan kebutuhan pasar kerja. 

Antara pendidikan di sekolah dengan lapangan pekerjaan berbeda. Bisa jadi juga setelah lulus ternyata sudah tidak relevan lagi karena adanya percepatan tehnologi seperti AI.

Pertumbuhan ekonomi pada sektor industri padat karya yang paling banyak menciptakan lapangan pekerjaan tumbuhnya lambat. Pertumbuhan yang tinggi adalah sektor industri padat modal yang penciptaan lapangan pekerjaannya lebih sedikit dan lebih spesifik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun