Novel Penyalin Cahaya menceritakan seorang tokoh utama perempuan yang bernama Suryani, biasa dipanggil dengan sebutan Sur. Dalam novel bercerita tentang konflik pelecehan seksual. Konflik tersebut bermula saat Sur mengikuti pesta kemenangan teater Mata Hari bersama dengan teman-teman grup. Pada pesta itu Sur terpaksa mengikuti teman-temannya meminum minuman keras, sehingga ia mabuk. Ketika sadar, Sur sudah bangun dari tempat tidurnya. Kemudian ia akan melaporkan kegiatan beasiswa, tiba- tiba saja ada dosen mengatakan pada Sur bahwa beasiswanya akan dicabut karena swafoto dirinya yang sedang mabuk tesebar di media sosial.
Semenjak beasiswanya dicabut, kehidupan Sur menjadi kacau. Ia frustasi karena tidak bisa membayar kuliah, belum lagi Sur diusir dari rumahnya sendiri. Alih-alih menyerah dengan melakukan perbuatan tercela, Sur bermaksud agar beasiswanya itu kembali. Sebenarnya berita yang tersebar pada media tersebut karena direkayasa teman-temannya. Sur menelusuri sendiri beritanya, sehingga ia akhirnya tau jika ia dilecehkan. Tubuhnya menjadi objek fotografi dan dipamerkan. Tentu saja, Sur tidak tinggal diam. Sur mencoba melawan dengan melaporkan pelaku pelecehan seksual itu kepada yang berwajib.
Pada dasarnya memang novel ini mengangkat tentang pelecehan seksual sebagai masalah utama ceritanya. Namun disamping itu, banyak sekali masalah sosial lain yang dirasakan oleh penonton ketika membaca novel Penyalin Cahaya. Belum lagi, penulis novel ini memunculkan berbagai masalah sosial yang memang tercermin dari kehidupan sosial masa kini. Alasan tersebut menjadi alasan yang kuat untuk melakukan pembedahan novel Penyalin Cahaya dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra.
Sosiologi sastra merupakan pendekatan yang mengkaji tentang segala aspek kehidupan sosial manusia, seperti permasalahan ekonomi, politik, religi, budaya, pendidikan, ideologi serta aspek-aspek lainnya. Objek kajian sosiologi sastra ini tidak lain adalah manusia dalam masyarakat, dalam hal ini, sosiologi sastra mencoba memahami hubungan- hubungan antarmanusia dan proses timbal balik dari hubungan tersebut. Semua itu sesuai dengan Damono (dalam Wiyatmi 2013:5) yang mengatakan bahwa sosiologi sastra sering diartikan sebagai suatu metode dalam studi sastra yang memahami dan mengevaluasi karya sastra dengan kemasyarakatan (sosial). mempertimbangkan sisi
Sosiologi sastra tumbuh dan berkembang dalam kurun waktu yang cukup lama. Plato dan Aristoteles merupakan tokoh yang mempelopori konsep dasar sosiologi sastra dengan mempopulerkan istilah mimesis yang menyinggung hubungan antara sastra dan masyarakat (Suwarta dan Dwipayana, 2014:79). Semenjak dipelopori oleh mereka, sosiologi sastra berkembang baik dengan didampingi oleh para tokoh lain. Para tokoh tersebut berkenan memberikan pendapat serta teorinya mengenai pendekatan sosiologi sastra. Salah satu dari tokoh tersebut adalah Ren Wellek dan Austin Waren. Konsep sosiologi sastra yang dikemukakan oleh Wellek dan Werren terbagi menjadi tiga, yaitu sosiologi pengarang, sosiologi karya sastra dan sosiologi pembaca (Suwardi, 2019:30). Sosiologi pengarang merupakan segala aspek sosial yang berhubungan dengan pengarang karya sastra, seperti profesi, status sosial, ideologi pengarang dan yang lainnya. Sosiologi karya sastra merupakan kajian fenomena sosial yang ada di dalam karya sastra itu sendiri. Sedangkan sosiologi pembaca mengkaji mengenai seberapa pengaruhnya sebuah karya sastra pada kehidupan sosial pembacanya.
Teori Wellek dan Werren tersebut adalah teori yang akan digunakan dalam meneliti novel Penyalin Cahaya. Dari ketika katagori sosiologi sastra yang dikemukakan oleh Wellek dan Werren, penelitian ini berfokus pada sosiologi karya sastra saja. Dalam hal ini, sosiologi karya sastra dapat meliputi masalah sosial, aspek sosial, kritik sosial, atau cerminan kehidupan masyarakat yang terdapat dalam suatu karya sastra.
Dari semua cakupan sosiologi sastra, penelitian ini akan membahas mengenai masalah sosial yang ada di dalam novel Penyalin Cahaya. Keputusan itu didasari oleh alasan bahwa sebuah karya sastra selalu berhubungan dengan kehidupan sosial, entah itu dari segi aspek sosial, nilai sosial atau bahkan masalah sosial sekalipun. Hal tersebut disebabkan karena masyarakat adalah makanan bagi penulis untuk berkreasi dengan imajinasi, sehingga dapat disimpulkan jika sastra tidak akan lepas dari persoalan sosial
Dari hasil analisis, ditemukan berbagai macam masalah sosial yang muncul di dalam novel Penyalin Cahaya. Masalah sosial tersebut berupa kemiskinan, kejahatan, masalah generasi muda, disorganisasi keluarga, pelanggaran terhadap norma masyarakat, dan birokrasi. Berikut detail pembahasannya.
1. Kemiskinan
Kemiskinan adalah kondisi seseorang yang hartanya tidak cukup memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri. Ketidakmampuan atau kesusahan untuk membiayai hidup sehari-hari dimunculkan di dalam novel, pada tokoh Suryani sebagai tokoh utama dan Amin sebagai sahabat masa kecilnya.
Amin tidak pernah kenal siapa bapaknya. Ibunya buruh cuci. Aku tak sanggup membicarakan adik-adiknya yang juga putus sekolah. Sejak remaja Amin mencari cara sendiri bertahan hidup. Pada kutipan di atas, kondisi ekonomi Amin diceritakan secara langsung oleh Suryani. Sejak Amin kecil hingga tumbuh besar, ia tidak pernah kenal siapa bapaknya. Dengan begitu dapat diketahui jika Amin tinggal bersama dengan Ibu dan adik-adiknya. Ibunya mencari uang dengan bekerja sebagai buruh cuci, namun hasil uangnya tidak cukup untuk memenuhi semua kebutuhan. Ketimbang memilih untuk menghemat kebutuhan, keluarga Amin justru memutuskan untuk berhenti sekolah. Untuk membantu ibunya, Amin bahkan sudah mencari penghasilan sejak ia masih remaja.
Perekonomian Amin diceritakan sangat buruk, Amin dan adik-adiknya sampai putus sekolah. Padahal pendidikan memiliki peran yang sangat penting untuk mendapatkan pekerjaan. Bahkan, tingkat pendidikan juga bisa mempengaruhi besar atau kecilnya pendapatan seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka pendapatan yang diterimanya akan semakin tinggi. Hal itu terbukti dengan pekerjaan yang Amin lakukan, di dalam cerita ia hanya menjadi tukang fotokopi di sebuah kampus. Jika terus dibiarkan, kondisi keluarga Amin akan susah.
2. Kejahatan
Masalah sosial mengenai kejahatan muncul dalam berbagai bentuk di novel Penyalin Cahaya ini. Mencuri data adalah salah satu kejahatan yang muncul. Berikut bukti kutipannya dari dialog Sur.
"Mulai besok gue mau nyolong data dari HP anak-anak. Gue mau cek siapa yang ngerjain gue."
Setelah Sur mengikuti pesta kemenangan dengan anak-anak teater, hidup Sur menjadi berantakan. Beasiswanya dicabut dan Sur diusir dari rumah oleh Bapaknya yang marah besar. Tapi Sur tidak tinggal diam, ia menumpang di rumah gubuk Amin untuk mencari bukti-bukti jika dirinya tidak salah. Dengan mengandalkan kemampuannya dalam bidang teknologi, Sur memutuskan untuk mencuri data dari ponsel anak-anak teater Mata Hari. Ketika anak-anak teater datang untuk mecetak tugas di tempat fotokopi Amin dan menghubungkan ponsel mereka ke sebuah komputer, maka saat itu lah Sur akan merentas data- data yang ada di ponsel anak teater. Perentasan data yang dilakukan oleh Sur bukan hanya sekali, ia juga melakukan perentasan beberapa kali kepada banyak orang. Data yang dicuri Sur berupa data foto-foto anak teater, akun e-mail Rama dan skripsi mahasiswa.
Kejahatan yang dilakukan oleh Sur disebabkan oleh faktor keterpaksaan, karena Sur ingin membuktikan kepada semua orang jika dia tidak bersalah. Selain itu, tindakan kejahatan yang dilakukan oleh Sur juga dilakukan untuk mengembalikan beasiswa Sur yang dicabut. Jika beasiswa Sur dicabut, ia tidak sanggup membayar kuliahnya dan pada akhirnya ia tidak kuliah. Padahal kuliah adalah impian Sur yang sangat ingin ia kabulkan. Namun tetap saja, perbuatan Sur masuk ke dalam kejahatan. Bahkan untuk kasus masalah sosial ini memiliki pasal sendiri dan dapat dilaporkan kepada pihak yang berwajib. Alih-alih akan selamat, Sur justru seperti menggali.
3. Masalah Generasi Muda
Masalah generasi muda yang muncul pada novel ini adalah apatis. Apatis sendiri adalah salah satu sikap seseorang yang menyerah dan menarik diri dari suatu keadaan. Tokoh yang memiliki sikap apatis ini adalah Tariq. Di dalam cerita, Tariq memiliki sikap yang keras kepala, dia juga memiliki ambisi yang kuat terhadap apa yang ingin dia capai. Namun di samping itu, ia akan marah jika ada orang yang mengganggunya. Tariq akan berubah menjadi sangat kasar jika ia tidak suka terhadap suatu hal.
Dibalik sifat kasarnya, Tariq menyembunyikan rasa sakit yang ada di dadanya. Pria yang terlihat tangguh itu kerap kali menangis, meremas dadanya yang terasa sangat sakit. Tariq menangis sendirian, tidak ada yang tau dengan kondisi Tariq. Berikut bukti kondisi Tariq.
Di video itu, Tariq tampak berpindah tempat beberapa kali di dalam pantry. Bersandar di meja beton, kemudian berdiri di depan wastafel, seperti ingin muntah. Setelah itu ia duduk di lantai, menunduk, memegang dadanya yang seperti sesak, dan menangis tersedu-sedu. Tariq menangis! (PC/2022/116)
Sadar ada hal yang salah di dalam dirinya, Tariq memeriksa kejiwaannya kepada psikiater. Tariq bahkan meminum obat yang diberikan oleh psikiater. Berikut bukti kutipannya.
Tariq kemudian mengeluarkan kotak obat kecil dari saku celananya. "Nih, obat yang gue minum. Obat dari psikiater." PC/2022/116)
Akibat gangguan kejiwaannya, Tariq sama sekali tidak melakukan apa-apa ketika sadar jika dirinya menjadi korban pelecehan seksual. Dia terus
KESIMPULAN
Permasalahan sosial yang terjadi dalam novel disebabkan oleh berbagai fakor. Faktor tersebut anatara lain adalah kurangnya peran Ayah sebagai tulang punggung keluarga, rasa ingin membela diri, ekonomi, penolakan terhadap kenyataan, pelanggaran peraturan di dalam rumah, kurangnya awasan dari orang tua serta pihak kampus, dan pemanfaatan kekuasaan untuk mendapatkan uang.
Dari penemuan-penemuan tersebut, dapat disimpulkan jika masalah-masalah sosial yang muncul di dalam novel Penyalin Cahaya memiliki faktor penyebabnya masing-masing. Antara masalah dan penyebab itu dibungkus secara apik oleh penulis novel. Pemunculan masalah sosial melalui para tokoh dalam novel Penyalin Cahaya dibuat untuk menguras emosi pembaca, terutama mengenai masalah pelecehan seksual yang sangat menonjol di novel ini. Kemudian faktor penyebab munculnya masalah sosial ini seolah dibuat untuk memberikan kesadaran atau pesan kepada pembaca sehingga mereka tau hal-hal apa saja yang perlu mereka terapkan atau hindari sehingga tidak akan ada masalah sosial yang muncul dalam kehidupan bermasyarakat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H