Mohon tunggu...
Rangga Jafar Alshaadiq
Rangga Jafar Alshaadiq Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Trunojoyo Madura

Hukum

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Dari Saiful Ilah ke Gus Muhdlor: Dinamika Kepemimpinan Sidoarjo Di Tengah Bayang-Bayang Budaya Korupsi

30 November 2024   09:41 Diperbarui: 30 November 2024   09:53 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sidoarjo, sebuah kabupaten di Jawa Timur yang dikenal sebagai salah satu kawasan penyangga utama Surabaya atau Gerbangkertosusila, kerap menjadi sorotan publik. Sayangnya, sorotan tersebut tidak selalu hadir karena prestasi, melainkan juga akibat kasus korupsi yang menjerat sejumlah pejabat pentingnya. Dalam beberapa tahun terakhir, perjalanan politik di Sidoarjo berputar di antara dua nama besar: Saiful Ilah dan Ahmad Muhdlor Ali atau yang akrab disapa Gus Muhdlor. Keduanya memiliki cerita kepemimpinan yang penuh tantangan, tetapi juga diselimuti bayang-bayang masalah hukum.

Era Saiful Ilah: Dari Pertumbuhan Ke Kemerosotan

Saiful Ilah, mantan Bupati Sidoarjo, menjabat sebagai kepala daerah selama 2 periode. Di bawah kepemimpinannya, Sidoarjo mengalami pertumbuhan ekonomi yang signifikan, terutama dalam sektor industri dan infrastruktur. Namun, keberhasilan tersebut tercoreng ketika pada tahun 2020, Saiful Ilah terjerat kasus korupsi. Ia ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan menerima suap terkait proyek pengadaan infrastruktur di kabupaten tersebut dan pada tahun 2023, Saiful Ilah Kembali ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan pemberian gratifikasi dari pihak swasta, ASN Pemerintahan Kabupaten Sidoarjo, hingga Direksi BUMD.

Kasus ini menjadi pukulan besar bagi masyarakat Sidoarjo. Sebagai figur yang dikenal luas, Saiful Ilah sempat mendapat dukungan politik yang kuat dari masyarakat. Namun, bukti yang ditemukan KPK memperlihatkan adanya praktik kotor yang melibatkan dirinya dan sejumlah pejabat lain di lingkungan pemerintah daerah. Penangkapan Saiful Ilah menegaskan bahwa budaya korupsi masih menjadi tantangan besar dalam tata kelola pemerintahan di Indonesia, termasuk di tingkat daerah.

Kehadiran Gus Muhdlor: Harapan Baru atau Tantangan Lama?

Pasca kejatuhan Saiful Ilah, tongkat kepemimpinan Sidoarjo beralih ke Ahmad Muhdlor Ali, yang dilantik sebagai Bupati Sidoarjo pada tahun 2021. Gus Muhdlor, seorang tokoh muda dengan latar belakang pendidikan dan pengalaman yang relatif segar, membawa harapan baru bagi masyarakat. Berbekal visi untuk membawa Sidoarjo ke arah yang lebih maju dan bersih, Gus Muhdlor gencar memperkenalkan program-program berbasis transparansi dan akuntabilitas.

Namun, perjalanan Gus Muhdlor tidaklah mulus. Tantangan terbesar yang ia hadapi adalah melepaskan Sidoarjo dari citra buruk korupsi yang diwariskan dari era sebelumnya. Banyak pihak menyoroti apakah kepemimpinannya mampu memutus rantai praktik-praktik koruptif yang sudah mengakar di pemerintahan lokal.

Dalam beberapa kesempatan, Gus Muhdlor menegaskan komitmennya untuk membangun tata kelola pemerintahan yang lebih baik. Ia juga berupaya memperkuat pengawasan internal melalui kerjasama dengan lembaga-lembaga pengawas independen. Langkah-langkah ini diharapkan dapat memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah daerah.

Meski kepemimpinannya masih berjalan tiga tahun, namun berbagai pembangunan tuntas dilakukan bupati yang kerap disapa Gus Muhdlor itu. Betonisasi jalan masif dilakukan. Pembangunan RSUD Sidoarjo Barat dan SMPN 2 Tulangan dituntaskan. Frontage road Waru-Buduran juga sedikit lagi dirampungkan. Bahkan lewat koordinasi yang bagus dengan pemerintah pusat, bupati Gus Muhdlor mampu mewujudkan pembangunan fly over Aloha, fly over Krian dan Tarik. Keberadaaan tiga proyek strategis nasional itu benar-benar dinanti warga Sidoarjo. Meskipun Gus Muhdlor membawa angin segar, bayang-bayang masa lalu masih menghantui. Sejumlah isu mirip yang membayangi pendahulunya mulai mencuat ke permukaan. Laporan mengenai dugaan nepotisme dalam pengadaan proyek tertentu dan kritik atas pengelolaan anggaran publik menjadi bahan perbincangan. Walaupun belum ada bukti konkret yang menyeret Gus Muhdlor ke ranah hukum, kritik ini menunjukkan betapa sulitnya memutus mata rantai korupsi yang telah lama mengakar di politik lokal Sidoarjo.

Masalah Budaya Korupsi di Politik Lokal

Korupsi yang terjadi di Sidoarjo, baik pada era Saiful Ilah maupun dalam masa kepemimpinan Gus Muhdlor, tidak bisa dilepaskan dari budaya politik lokal yang sarat dengan patronase. Dalam sistem seperti ini, hubungan antara pejabat publik dan pengusaha sering kali didasarkan pada kepentingan saling menguntungkan, yang membuka peluang besar bagi praktik korupsi.

Selain itu, lemahnya pengawasan internal dan eksternal di tingkat daerah memperburuk situasi. Meskipun telah ada mekanisme pengendalian seperti inspektorat daerah dan audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), celah hukum masih sering dimanfaatkan untuk menyamarkan penyalahgunaan anggaran.

Respons Publik dan Harapan Perubahan

Kasus korupsi di Sidoarjo memicu reaksi beragam dari masyarakat. Sebagian besar warga merasa kecewa dengan pengelolaan pemerintahan yang belum sepenuhnya bebas dari praktik-praktik korupsi. Di sisi lain, masyarakat juga menaruh harapan besar pada Gus Muhdlor untuk membawa perubahan nyata.

Gus Muhdlor, dalam beberapa kesempatan, menegaskan komitmennya untuk menjalankan pemerintahan yang bersih. Ia mendorong penguatan pengawasan internal dan peningkatan transparansi dalam pengelolaan anggaran daerah. Langkah-langkah ini penting untuk mengembalikan kepercayaan publik yang telah lama tergerus.

Tantangan Menuju Pemerintahan Bersih

Meski komitmen untuk memerangi korupsi telah dicanangkan, tantangan besar masih menghadang. Gus Muhdlor harus menghadapi tekanan politik dari berbagai pihak yang memiliki kepentingan tertentu, termasuk dari dalam birokrasi itu sendiri. Selain itu, keberhasilannya juga sangat bergantung pada dukungan masyarakat, lembaga penegak hukum, dan media dalam mengawal setiap langkah kebijakan.

Penutup: Pelajaran dari Masa Lalu untuk Masa Depan

Dari era Saiful Ilah hingga Gus Muhdlor, dinamika politik di Sidoarjo menunjukkan betapa sulitnya melepaskan diri dari warisan gelap korupsi. Namun, sejarah juga memberikan pelajaran bahwa perubahan selalu mungkin terjadi dengan komitmen yang kuat dan kerja sama yang solid dari semua pihak.

Sidoarjo, sebagai kabupaten yang memiliki potensi besar, membutuhkan pemimpin yang tidak hanya cakap secara administratif, tetapi juga memiliki integritas tinggi. Masyarakat berharap bahwa Gus Muhdlor dapat menjadi simbol perubahan yang nyata, membawa Sidoarjo keluar dari bayang-bayang korupsi menuju masa depan yang lebih bersih dan berdaya saing. Waktu akan menjadi saksi apakah harapan ini dapat diwujudkan atau kembali terhenti di tengah jalan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun