Jika sebelumnya homogennya penduduk sebuah perkampungan menjadikan kearifan tolong menolong itu tercermin dan dilaksanakan dengan baik. Namun, pola kependudukan heterogen yang ada di perkotaan juga
terbawa-bawa ke perkampungan orang batak.
Menghadapi tantangan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015, laju kegiatan ekonomi di daerah pinggiran perkotaan tentu tidak akan sama dengan di kawasan inti kota atau sentra bisnis. Jika kearifan lokal seperti ini tidak dipertahankan, justru akan semakin menyulitkan kehidupan sebuah wilayah yang jauh dari sentuhan teknologi. Tekanan kemajuan zaman dan sistem akan mendesak dan menjadikan kawasan tertinggal semakin terbelakang.
Sikap transaksional juga menjadi tantangan berat ke depan. Hal ini ditunjukkan saat masuknya industri-industri yang memberlakukan sistem kerja Buruh Harian Lepas (BHL). Kondisi ini tergambar seperti di kehidupan warga di sekitar kawasan PT Indorayon Inti Utama (IIU) di Kecamatan Parmonagan, Tapanuli Utara. Dimana warga petani tidak lagi mengerjakan lahan pertaniannya, lebih mengutamakan bekerja harian. Ladang dan persawahan akan menjadi hutan akan menyulitkan saat akan mengerjakannya kembali. Saat perusahaan tidak membutuhkan BHL, maka mereka akan gigit jari.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H