Nama   : Rangga Nugraha
Kelas    : XII MIPA 7
SMAN 1 Padalarang
Saat itu, cuaca sedang hujan. Angin yang sangat dingin memasuki celah-celah jendela sebuah rumah. Rumahnya memang terlihat sederhana, namun di dalamnya cukup luas dan nyaman untuk ditinggali oleh sebuah keluarga besar.Mohammad Hatta, seorang bocah berusia lima tahun itu sedang belajar berhitung bersama ibunya. Diusianya saat itu, ia sudah termasuk anak yang cerdas karena sudah pandai membaca dan menghitung. Hatta lahir di Bukittinggi, 12 Agustus 1902.
Hatta kecil hidup di tengah-tengah keluarga yang berada dan terpandang. Walaupun hidup Hatta berkecukupan, ia tidak lantas menjadi pribadi yang sombong. Ia adalah anak yang hemat, tidak pernah jajan yang tidak perlu. Kegemarannya membaca buku. Waktunya sangat diatur oleh keluarganya, sehingga ia pun terbiasa disiplin. Ia tidak banyak keluar rumah karena memang teman sebaya nya pun tidak banyak. Â Hatta kecil termasuk pribadi yang pendiam dan serius.
Malam pun tiba. Hujan yang tadinya deras perlahan berhenti hingga tak ada setetes air pun yang turun dari langit. Seorang anak dan ibunya sedang menatap angkasa raya, sebuah ruang hampa nan luas seperti tidak berpenghuni. Begitu sunyi. Kerlap kerlip bintangnya membuat Hatta terkagum melihatnya sambil duduk di pundak ibunya. Ia berpikir apakah bisa mencapai bintang itu saat besar nanti.
"Mama, aku mau cepat sekolah supaya bisa pergi ke bintang itu?" Tanya Hatta dengan polosnya karena ia pernah membaca buku yang katanya impian akan terkejar bila bersekolah.
"Sebentar lagi kok nak, sabar ya. Nanti mama coba tanya ke papa kapan kamu mulai sekolah." Jawab ibunya sambil tersenyum dengan bangga pada anaknya dan berharap anaknya bisa membawa perubahan yang lebih baik pada negara Indonesia kelak nanti.
"Asiik, aku udah gak sabar ma pengen sekolah. Biar nanti Atta punya banyak temen." Dengan gembiranya Hatta mendengar bahwa ia akan sekolah sebentar lagi.
"Ayo tidur nak, sudah malam begini nanti kamu masuk angin kalau di luar terus".
"Iya mama, ayo kita tiduur!" suara yang nyaring bersemangat itu telah menunjukkan betapa senangnya Hatta saat itu.
Saat Hatta sudah nyenyak dalam tidurnya, ibunya bernama Siti Saleha berbincang dengan ayah tiri Hatta yang bernama Mas Agus Haji Ning. Ayah kandung Hatta sebenarnya bernama Muhammad Jamil sudah meninggal ketika Hatta berusia 7 bulan. Namun, saat ini Hatta hanya mengira bahwa Mas Agus Haji Ning adalah ayah kandungnya. Memang butuh waktu yang tepat untuk memberitahukan semuanya pada Hatta, namun ibunya masih belum sanggup untuk mengatakannya. Seorang ibu tidak akan tega melihat anaknya menangis ketika tahu bahwa ayah kandungnya telah meninggal.
"Pah, gimana sekolahnya adek? Dia katanya sudah tidak sabar bersekolah dan bermain dengan teman teman sebayanya." Berbisik bisik ibunya Hatta agar anaknya tidak terbangun.