Mohon tunggu...
Rangga Hilmawan
Rangga Hilmawan Mohon Tunggu... Human Resources - Pemikiran adalah senjata Mematikan. Tulisan adalah peluru paling tajam

Seorang Pemuda Betawi - Sunda

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[254] Congkakku, Dikalahkan Senyummu

16 November 2020   22:20 Diperbarui: 16 November 2020   22:33 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kecongkakanku terkalahkan oleh logika sederhana dari gadis berparas menyejukan dengan senyum meneduhkan itu. Bagaimana tidak, dikelas-kelas sebelumnya tidak pernah ada yang bisa mematahkan segala argumentasi yang kulontarkan, baik pada teman, atau dosen yang sedang memberikan stimulan keilmuannya.

Aku selalu berfikir bahwa semua hal dapat di argumentasikan dan di logikakan dengan alat yang diberikan Tuhan sebagai pembeda kita dengan makhluk lainnya. Seraya beradu argumen denganmu, aku kehilangan fokus dan kendali pikiranku, aku tidak dapat mengontrol apa yang aku pahami selama ini, atau memang aku belum paham semua hal yang sedang dibicarakan pada saat itu.

Bagai seorang pengendara motor yang memiringkan kendaraannya ditikungan, lalu ada sedikit kerikil kecil dijalanan, pengendara itu tidak dapat mengontrol motornya. Dia coba tarik tuas rem depan dan injak rem belakang, sekuat mungkin mengendalikan, namun akhirnya harus rela terjatuh di atas aspal yang sebetulnya bisa dilewati dengan mulus jika saja tidak menginjak kerikil yang bertumpuk sedikit di sisi luar tikungan.

Aku bagai induk kuda yang melahirkan bayi sungsang tanpa bantuan seorang ahli untuk menyatukan kedua kaki anakku, atau sekedar menariknya keluar, mungkin nyawaku dan sibuah hati akan kembali pada sang pencipta.

Aku bagaikan seorang penyair yang kehilangan kata-kata indah yang keluar dari pikiran dan dilantunkan melalui mulutnya, serta penjiwaan nyawa syair itu sendiri yang dituangkan dalam secarik kertas.

Aku benar-benar tidak berdaya ketika harus dihadapkan berargumen denganmu, tanpa berkatapun, kamu sudah bisa mengalahkanku, semua sanggahan dan ketidaksepakatan argumenmu lantas aku iyakan begitu saja.

Tapi tenang, aku selalu mencoba menjadi Rambo, meski tanpa senjata mesin berkaliber besar yang selalu dikenakan, dia masih mempunyai belati dan otot yang bisa digunakan untuk mempertahankan diri dari musuh-musuhnya, meskipun harus babak belur dahulu, rambo selalu menjadi pemenang, dan aku mencoba untuk tidak terlalu mengalah.

Meski kehilangan fokus argumentasi, memencarnya bait kata, meski harus oleng ditikungan, atau kehilangan nyawa. Aku akan berusaha menjadi pemenang, bukan hanya dalam argumentasi di kelas, tapi untuk memenangkan hatinya, suatu hari nanti.

Semakin hari semakin tumbuh, kekagumanku terhadanya semakin menjadi-jadi, tetap membumi, namun pandang mata tidak bisa lepas dari senyum yang selalu teduh, menghilang peluh.

Maaf jika aku mencuri pandang terhadap gadis itu, namun itu caraku untuk menyatakan cinta kepadanya Aku menjadi pengecut bagai seorang pria. Bukan tidak berani untuk menyatakan dan menerima kemungkinan terburuk yang kudapatkan. Tapi untuk saat ini, aku takut kehilangan senyumnya yang jika dia sadar aku memandan dalam diam akan sirna.

Memandang dari kejauhan, diam, dan tenang, adalah jalan terbaik saat ini untuk tetap bisa menilai sejauh mana kesempurnaan yang tuhan berikan kepadanya. Aku masih memberikan jarak dengannya, karena kusadar jarak hanyalah permainan waktu dan dekatku hanya permainan ruang.

Aku tidak ingin dipermainkan oleh ruang dan waktu, karena kupercara rasa yang ada di dada melebihi semua itu. Aku harus menemukan caraku dan melakukan jalanku sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun