Perekonomian secara global dapat dikatakan hampir mengalami kelumpuhan yang diakibatkan oleh pandemi covid 19 yang melanda negara diseluruh dunia dan membuat beberapa negara bahkan hampir seluruh negara mengeluarkan kebijakan-kebijakannya.
Kebijakan yang dilakukan guna mencegah tersebarnya virus yang membuat banyak masyarakat dunia yang meninggal dunia akibat dari virus tersebut.
Hal tersebut tentu sangat berdampak pada perekonomian secara global dan Indonesia menjadi negara yang termasuk terdampak atas pandemi yang terjadi. Banyak sektor-sektor di Indonesia yang terdampak salah satunya adalah sektor perekonomian.
Perekonomian di Indonesia pada masa pandemi dapat dikatakan cukup hironis, hal tersebut dikarenakan aktivitas ekonomi di Indonesia dibekukan akibat pandemi yang terjadi dan hampir terjadi kelumpuhan terhadap perekonomian di Indonesia.
Kelumpuhan tersebut terjadi karena beberapa negara mengeluarkan kebijakan yang membuat aktivitas ekspor-impor di dunia terhambat dan dipersulit sehingga aktivitas ekspor-impor juga terjadi keterhambatan. Yang membuat perekonomian Indonesia sempat berada di ambang-ambang krisis.
Namun kini pandemi covid 19 secara global sudah dianggap mereda dan dibuktikan dengan aktivitas ekonomi dari seluruh negara di dunia sudah mulai membuka aktivitas luar negerinya di sektor perekonomian seperti kegiatan ekspor-impor dan lain-lain.Â
Dan juga dibuktikan dengan diadakannya penyelenggaraan KTT G-20 di Indonesia beberapa waktu lalu yang dimana hal tersebut dapat dikatakan sebagai bukti bahwa perekonomian di dunia telah mulai pulih kembali seperti sebelum pandemi.
Di Indonesia sendiri, pemulihan pasca terjadinya pandemi berjalan sangat baik, aktivitas ekonomi di Indonesia dapat dikatakan memiliki tren yang positif. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekonomi Indonesia tumbuh tinggi pada triwulan II 2022, di tengah risiko pelemahan ekonomi global dan tekanan inflasi yang meningkat.Â
Perkembangan tersebut tercermin pada pertumbuhan ekonomi triwulan II 2022 yang mencapai 5,44persen (yoy), jauh di atas capaian triwulan sebelumnya sebesar 5,01persen (yoy). Akselerasi kinerja ekonomi ditopang oleh permintaan domestik yang terus meningkat, terutama konsumsi rumah tangga, dan kinerja ekspor yang tetap tinggi. Perbaikan ekonomi nasional juga tercermin pada peningkatan pertumbuhan mayoritas lapangan usaha dan di seluruh wilayah.
Selain itu, pemulihan ekonomi di Indonesia masih terus berlanjut dengan ditandai dengan adanya peningkatan mobilitas, aktiviitas dunia usaha dan sumber pembiayaan yang terus meningkat pada tahun 2022.Â
Perkembangan APBN melanjutkan perkembangan positif yang mempercepat pemulihan ekonomi nasional. Dalam Laporan Pelaksanaan APBN KiTa Agustus 2022, neraca perdagangan hingga Juli 2022 menunjukkan surplus hingga Rp106,12 triliun.Â
Berdasarkan pengungkapan APBN KiTa, diketahui realisasi penerimaan negara dan subsidi hingga akhir tahun Juli 2022 mencapai Rp1.550,97 triliun atau 68,44 persen dari target APBN 2022 atau meningkat 50,3 persen. . persen lebih dari bulan lalu.Â
Penerimaan tersebut berasal dari penerimaan perpajakan sebesar Rp1.028,46 triliun atau 69,26 persen dari pagu APBN 2022, dan penerimaan kepabeanan dan cukai sebesar Rp185,07 triliun atau 61,89 persen dari pagu APBN 2022.
Hal tersebut selaras dengan yang dikatakan oleh Mentri Keuangan RI, Sri Mulyani yang menyebutkan bahwa kondisi ekonomi Indonesia cukup kuat dan terus meningkat dan bahkan beliau mengatakan perekonomian Indonesia telah pulih.
"Terlepas dari berbagai guncangan global tahun ini, Indonesia sebenarnya memiliki momentum pemulihan yang sangat kuat saat ini," ujarnya dalam rangkaian diskusi B20, Rabu (28/9/2022).
Lalu Sri Mulyani melanjutkan statementnya dengan mengatakan bahwa kondisi ekonomi Indonesia telah meningkat bahkan sebelum adanya pandemi.
"Dibandingkan dengan tingkat PDB sebelum pandemi, posisi kita saat ini adalah 7,1 persen lebih tinggi, artinya pemulihan ekonomi sudah tercapai," kata Sri Mulyani.
Hal tersebut tentu menjadi nafas segar bagi Indonesia karena perekonomian yang sempat terhambat pada masa pandemi kini sudah pulih bahkan dapat dikatakan akan terus meningkat sepanjang tahun 2022 kini.
Namun, tantangan bagi Indonesia tidak cukup sampai disitu dikarenakan kini perekonomian secara global sedang diancam oleh resesi global pada tahun berikutnya yaitu tahun 2023. Resesi ekonomi global ditandai dengan melemahnya pertumbuhan ekonomi dunia, jatuhnya permintaan di negara maju, melemahnya harga bahan baku dan cadangan modal.Â
Seperti dikutip dari CNBC Indonesia, resesi  sendiri didefinisikan sebagai penurunan aktivitas ekonomi yang signifikan dalam jangka waktu yang lama,  berbulan-bulan atau bahkan  bertahun-tahun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Drawati dan Bank Dunia memprediksi ekonomi global akan terjerumus ke dalam resesi pada tahun 2023. Penyebabnya adalah pengetatan kebijakan moneter di beberapa negara dan konflik geopolitik yang menyebabkan fluktuasi harga pangan dunia dan komoditas energi.Â
Bahkan China yang saat ini dapat dikatakan menjadi negara dengan ekonomi terkuat setelah Amerika Serikat pun tak dapat berkutik dengan adanya ancaman resesi global tersebut yang ditandai dengan Ekonomi Negara Tirai Bambu tersebut tumbuh 0,4% pada kuartal II-2022 (year-on-year / YoY), jauh lebih rendah dibandingkan 4,8% pada kuartal I-2022.
Menurut survei, Indonesia berada di urutan ke-14 dari 15 negara Asia dengan probabilitas penurunan ekonomi sebesar 3 persen. India paling kecil kemungkinannya mengalami resesi dengan peluang 0%.Â
Pada saat yang sama, Sri Lanka menempati urutan pertama sebagai negara dengan risiko resesi tertinggi dengan probabilitas 85%. Ekonom Makro Bank Mandiri Faisal Rachman menjelaskan, meski Indonesia masih jauh dari ancaman resesi, datangnya resesi global akan memberikan beberapa dampak langsung terhadap perekonomian negara.
Pemerintah
Penerimaan pemerintah dari pajak dan bukan pajak lebih sedikit. Hal ini disebabkan oleh penurunan drastis pendapatan masyarakat dan real estat, yang mengakibatkan rendahnya pajak pertambahan nilai (PPN) ke kas. Selain itu, pinjaman kepada bank asing meningkat, menyebabkan defisit anggaran pemerintah dan utang publik yang tinggi karena berkurangnya pendapatan dan meningkatnya subsidi kesejahteraan masyarakat.
Pelaku Usaha
Pada saat terjadi resesi ekonomi, harga barang dan komoditas naik, yang memaksa daya beli masyarakat turun, yang berujung pada penurunan pendapatan usaha, yang berujung pada kerugian, karena dana yang masuk tidak proporsional modal. yang diberikan.
Karyawan
Selain pemerintah dan dunia usaha, penurunan ekonomi ini juga berdampak negatif bagi karyawan. Para pekerja ini berisiko mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) karena perusahaan menutup area bisnis yang tidak menguntungkan untuk mengurangi biaya operasional. Hal ini menyebabkan tingkat pengangguran meningkat. Di sisi lain, ada ancaman pemotongan upah dan hak buruh lainnya bagi karyawan yang tidak dipecat.
Namun, Indonesia masih ada kesempatan untuk dapat berbenah dan mempersiapkan atas hal yang akan terjadi seperti ancaman Resesi Global pada tahun 2023 walaupun dapat dikatakan Indonesia sebagai negara ada potensi aman terhadap resesi namun hal tersebut harus dapat di antisipasi lebih awal agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI