Nyekar adalah kegiatan rutin dilakukan setiap jumat apabila tidak ada repot yang sedang menggelandot. Gunanya untuk mengingat bahwa setiap yang bernyawa pasti akan mati, dan mengingat kebaikan yang pernah dilakukan oleh mayat yang dikubur disana serta mendoakan mereka supaya doa-doa kita bergema di alam semesta dan nantinya doa yang sama akan bergema saat kita berada di tanah seperti mayat-mayat itu.
Tapi bagi Budi dan istrinya Pekerti cukuplah setahun sekalian.
Asap-asap pembakaran mengepul dari berbagai sudut pekuburan, begitu lembut putih dan cantik berpadu dengan kerumunan batu nisan yang kokoh. Beruntung mereka memakai masker penutup hidung sehingga asap tidak sampai merusak paru-paru mereka.Â
Memang asap daun begitu pekat sampai - sampai nampak seperti kabut padahal bukan, bahkan untuk budi yang seorang perokok asap dari pembakaran daun dan rumput kuburan tercium begitu apek sampai membuat napas sesak.
Mereka berjalan pelan berkelok-kelok melewati mayat-mayat yang terkubur diam disitu hingga sampailah mereka di batu nisan yang mereka cari-cari, tertulis disana nama tertentu lahir tanggal tertentu mati tanggal tertentu.
Tidak ada artinya sama sekali, seperti sebuah arsip yang tertata rapi dalam rak, hanya yang dapat membaca arsip yang mampu memberikan arti, batu nisan pun sama saja.Â
Setelah selesai berkomat-kamit, budi menaburkan bunga yang dibelinya di jalan sesaat sebelum mereka datang ke pekuburan. Di taburkannya bunga -bunga itu bolak balik, dan airnya di guyur ke permukaan tanah kuburan yang menelan mayat bapaknya itu.
Kemudian ia berjalan mendekati seseorang bapak yang sedang membakar daun-daun kering, budi memberikan uang kepada bapak itu dan memberikan isyarat untuk membersihkan area pekuburan leluhurnya.
Sambil menggendong tas besar, budi mengupayakan dirinya kuat menerima beban satu kali lagi. Anaknya sekar minta di bopong, setelah sebelumnya terlihat tidak nyaman dengan datang ke pekuburan, sekar kini mewek minta di bopong bapaknya itu.
Mengingat perkakas istrinya tidak kalah banyak, budi dengan sifat kebapakannya menunaikan tugas tanpa terlebih dulu menggerutu.Â
" Mengapa kita datang ke tempat ini pa ?"