Tak perlu jauh-jauh, kita bisa mengambil contoh dari Maroko, negara yang membuat kejutan di Piala Dunia 2022 Qatar. Maroko memang tak mengangkat trofi Piala Dunia, tapi mereka sukses mencetak sejarah sebagai tim Afrika pertama di semifinal Piala Dunia.
Prestasi tersebut tentu tidak diraih dalam waktu singkat. Dilansir dari Kompas.com, Maroko memiliki akademi sepak bola khusus yang didirikan oleh Raja Mohammed VI pada 2010.
Tak tanggung-tanggung, fasilitas bernama Mohammed VI Football Academy itu dibangun dengan biaya sekitar 10 juta euro dan memiliki program latihan untuk pemain muda berusia 13-18 tahun.
Sejumlah lulusan Mohammed VI Football Academy pun kini merajut karir di benua eropa dan turut berpartisipasi di Piala Dunia 2022. Mereka adalah Youssef En-Nesyri (Sevilla), Nayef Aguerd (West Ham United), hingga Azzedine Ounahi (Angers).
Butuh waktu lebih dari 10 tahun bagi Maroko untuk memetik buah kesuksesan dari apa yang mereka tanam. Hal tersebut sepatutnya dijadikan contoh bagi Indonesia jika ingin memiliki timnas sepak bola yang berkembang.
Fans timnas Indonesia harus lebih dewasa dalam menyikapi kekalahan di sebuah pertandingan. Di sisi lain, PSSI juga perlu fokus mewujudkan proyek jangka panjang sepak bola Nasional.
Sudah seharusnya kedua stakeholder tersebut saling berkontribusi sesuai porsinya masing-masing. Karena jika tidak, selamanya sepak bola Indonesia tak akan kemana-mana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H