Mohon tunggu...
Randy Davrian
Randy Davrian Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Program Studi Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional

Mahasiswa Program Studi Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta 2018. Kita negara demokrasi mari beraspirasi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kinerja DPR RI 2019-2024 Pasca Pemilu 2019

5 Juli 2019   12:00 Diperbarui: 5 Juli 2019   17:43 624
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemilihan Umum 2019 telah selesai dilaksanakan yang telah menghasilkan Presiden dan Wakil Presiden periode 2019-2024 yaitu Ir. Joko Widodo dan K.H Maruf Amin serta anggota legislatif DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kota/Kabupaten periode 2019-2024. 

Jalannya pemerintahan lembaga eksekutif dan lembaga legislatif khususnya DPR RI pada periode 2019-2024 menjadi pertanyaan apakah dapat berjalan dengan baik dalam menjalankan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menjalankan program-program pemerintah yang telah dijanjikan pada masa kampanye dan melanjutkan kerja pemerintah sebelumnya?.

Jalannya pemerintahan pada periode 2019-2024 akan mendapat hambatan untuk menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik dalam menjalankan fungsi legislasi pembuatan undang-undang, fungsi pengawasan, dan fungsi anggaran. Penyebab terhambatnya fungsi dan tugas DPR RI dikarenakan beberapa penyebab yang akan dibahas disini.

Melalui sumber Tribunnews.com peroleh kursi DPR setelah dikonversi melalui metode Sainte Lague:

  1.  PDIP 128 kursi
  2.  Partai Golkar 85 kursi
  3. Partai Gerindra 78 kursi
  4. Partai NasDem 59 kursi
  5. PKB 58 kursi
  6. Partai Demokrat 54 kursi
  7. PKS 50 kursi
  8. PAN 44 kursi
  9. PPP 19 kursi

Jika dilihat komposisi kursi parlemen DPR RI periode 2019-2024 terdapat partai yang bergabung dengan kelompok pemerintah dan partai yang mengambil sikap berada di kelompok luar pemerintah atau oposisi. Kelompok tersebut bisa kita lihat dari komposisi koalisi pada saat Pemilu 2019 antara partai yang lolos masuk parlemen tergabung pada Koalisi Indonesia Kerja yang mengusung Ir. Joko Widodo dan Maruf Amin yaitu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Golongan Karya (Golkar), Partai Nasional Demokrat (NasDem), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). 

Lalu komposisi Partai yang lolos masuk parlemen tergabung pada Koalisi Indonesia Adil Makmur yang mengusung Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno yaitu partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Demokrat.

Dari komposisi tersebut dari hasil Pemilu 2019 partai yang tergabung Koalisi Indonesia Kerja yaitu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Golongan Karya (Golkar), Partai Nasional Demokrat (NasDem), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menjadi kelompok pemerintah. 

Partai yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Adil Makmur yaitu partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Demokrat mendapat peluang untuk dapat bergabung dalam Koalisi Indonesia Kerja sebagai kelompok pemerintah jika memiliki sikap untuk tidak menjadi oposisi dan masuk pemerintahan

Tetapi pengaruh dari masuknya partai-partai yang awalnya berada dalam Koalisi Indonesia Adil Makmur untuk bergabung terhadap kelompok pemerintah yaitu Koalisi Indonesia Kerja dapat mempengaruhi komposisi parlemen DPR RI. 

Bisa diliht Partai yang tergabung pada Kelompok pemerintah Koalisi Indonesia Kerja memperoleh jumlah 349 kursi di DPR RI sedangkan koalisi Indonesia Adil Makmur memperoleh jumlah 226 Kursi di DPR RI. 

Partai yang berada di Koalisi Indonesia Adil Makmur belum tentu mengambil langkah menjadi kelompok oposisi dan dapat bergabung dengan kelompok pemerintah. Dari angka tersebut antara jumlah kursi kelompok pemerintah dan jumlah kursi kelompok oposisi yang bisa makin mengecil karena bergabung dengan kelompok pemerintah.

Komposisi pimpinan DPR RI periode 2019-2024 dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah pasal 427 D mengenai susunan dan mekanisme penetapan pimpinan DPR masa keanggotaan DPR setelah hasil pemilihan umum tahun 2019 dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:

  • a. pimpinan DPR terdiri atas 1 (satu) orang ketuadan 4 (empat) orang wakil ketua yang berasal dari partai politik berdasarkan urutan perolehan kursi terbanyak di DPR;
  • b. ketua DPR ialah anggota DPR yang berasal dari partai politik yang memperoleh kursi terbanyak pertama di DPR;
  • c. wakil Ketua DPR ialah anggota DPR yang berasal dari partai politik yang memperoleh kursi terbanyak kedua, ketiga, keempat, dan kelima;

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah pasal 427 A pada poin c. penambahan wakil ketua MPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 diberikan kepada partai yang memperoleh suara terbanyak di DPR dalam pemilihan umum Tahun 20l4 urutan ke-1 (satu), urutan ke-3 (tiga), serta urtrtan ke-6 (enam) dan penambahan wakil ketua DPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 diberikan kepada partai yang memperoleh suara terbanyak di DPR dalam pemilihan umum Tahun 2014 urutan ke-1 (satu).

Bagian Penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menjelaskan Ketentuan yang perlu disempurnakan adalah ketentuan mengenai kedudukan partai pemenang pemilu dalam struktur di DPR dan MPR. 

Dalam suatu tatanan yang demokratis apa yang disuarakan rakyat dalam pemilu semestinya tercermin dalam susunan dan konfigurasi pimpinan DPR. Oleh karena itu perlu dilakukan penyempurnaan terhadap ketentuan mengenai susunan pimpinan DPR dan MPR dengan cara penambahan jumlah wakil ketua pimpinan pada MPR dan DPR yang memberikan cerminan keterwakilan suara partai pemenang pemilu pada struktur pimpinan dua lembaga tersebut sebagai lembaga perwakilan yang mencerminkan representasi rakyat.

Dari komposisi pimpinan DPR RI yang diatur Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bahwa ketua pimpinan DPR berasal dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) selaku partai pemenang dan pemegang terbanyak kursi parlemen DPR RI. 

Wakil Ketua DPR RI dipegang oleh pemegang kursi terbanyak kedua yaitu Partai Golongan Karya (Golkar), ketiga Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), keempat Partai Nasional Demokrat (Nasdem), kelima Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai pemenang pemilu yaitu Partai Demokrasi Indonesia Pembangunan (PDIP).  Dari komposisi pimpinan DPR RI tersebut hanya Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) yang tidak termasuk Koalisi Indonesia Kerja yang mendapat jatah posisi pimpinan DPR RI.

Dari komposisi kursi parlemen DPR RI periode 2019-2021 dan komposisi pimpinan DPR RI periode 2019-2021 dapat berpengaruh terhadap fungsi DPR RI dalam menjalankan tugasnya yaitu fungsi legislasi pembuatan undang-undang, fungsi pengawasan, dan fungsi anggaran.

Fungsi pengawasan seperti hak bertanya, hak interpelasi, hak angket, dan hak mosi yang di kerjakan DPR RI periode 2019-2021 diperkirakan akan terhambat karena kursi parlemen DPR RI dikuasai oleh kelompok pemerintah dan mengakibatkan jalannya check and balance terhambat. Fungsi pengawasan DPR RI periode 2019-2021 paling berpengaruh terhadap terhambatnya fungsi DPR RI.

Fungsi legislasi pembuatan undang-undang yang dijalankan DPR RI pada periode 2019-2021 dapat terganggu karena akan meloloskan isi dari rancangan undang-undang untuk kepentingan kelompok pemerintah yang mungkin saja bertentangan dan memungkinkan dimonopoli untuk kepentingan.

Fungsi anggaran yang dimiliki DPR RI pada periode 2019-2021 akan meloloskan anggaran untuk kepentingan kelompok pemerintah seperti APBN yang mungkin saja terdapat hal yang bertentangan

Fungsi DPR RI terganggu selain dari pengaruh diatas dikarenakan Pemilu 2019 yang diadakan serentak yang bertujuan agar tidak terjadi divided government atau pemerintahan terbelah yang menciptakan pemerintahan yang stabil dan efektif. Namun tujuan tersebut mengganggu jalannya fungsi DPR RI termasuk jalannya check and balance.

Daftar Pustaka

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.


Salis, Miftah. (2019, 21 Mei). Partai Golkar Jadi Pemenang Kedua Perolehan Kursi DPR RI. Tribunnews.com. http://www.tribunnews.com/nasional/2019/05/21/peringkat-3-dalam-hasil-akhir-rekapitulasi-kpu-pileg-2019-golkar-yakin-dapat-kursi-dpr-urutan-kedua.

Subekti, Valina Singka. 2017. "Koherensi Sistem Pemilihan Umum, Sistem Kepartaian Dan Presidensialisme Di Indonesia". Jurnal Ketatanegaraan,.(005): 157-180

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun