Mohon tunggu...
Wiselovehope aka Poetvocator
Wiselovehope aka Poetvocator Mohon Tunggu... Novelis - Desainer Komvis dan Penulis Lepas. Unik, orisinal, menulis dari hati.

aka Julianti D. ~ Instagram: @wiselovehope Https://linktr.ee/wiselovehope Https://pimedia.id/wiselovehope Email: wiselovehope@gmail.com Akun Opinia: Julianti Dewi (Wiselovehope) Akun Tiktok: juliantiwiselovehope Akun X:@wiselovehope Akun Threads: @wiselovehope

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Cursed Season 2: Lara Episode 3

4 Januari 2024   10:02 Diperbarui: 4 Januari 2024   10:10 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sementara itu, Emily Rose Stewart, 23 tahun, tetap melanjutkan hidupnya sebagai seorang guru bahasa Inggris di sebuah SMA baru di kota kecil sunyi Evertown di Evermerika.

Sudah hampir tiga tahun ia melupakan segalanya dan hampir berhasil 'move on' dari semua yang terjadi.

Nun jauh di sana, di sebuah pulau terpencil di tengah lautan Evertika.

Yang tak bisa berhasil ia lupakan bila pada malam-malam tertentu dalam mimpi terdalamnya setelah hari melelahkan yang dilaluinya.

Apabila ia seperti terjatuh ke dalam lembah yang terdalam setiap kepalanya menyentuh bantal di atas ranjangnya.

Emily seperti kembali berada di tempat dimana ia pernah terbaring sadarkan diri pasca kecelakaan kapal laut yang takkan pernah bisa ia lupakan untuk seumur hidupnya. Saat-saat ia membuka mata untuk pertama kali dalam keadaan kesakitan dan tak berdaya.

Namun yang ia lihat adalah wajah wanita separuh baya dalam keadaan terbakar yang gigi depannya sudah hampir ompong semua.

Menyeringai mengerikan, memandanginya lekat-lekat dengan sebelah mata yang masih utuh, sementara yang sebelah lagi telah buta akibat luka bakar, dijilat api yang ia 'ciptakan' sendiri!

'Hannah Miles!'

Namun kata kedua kembar Vagano Ocean dan Sky, Hannah Miles telah mati dicekik di atas ranjangnya oleh mantan kekasihnya, ayah mereka sendiri, Zeus Calamity Vagano yang saat itu juga ternyata masih hidup!

'Ocean dan Sky!
...Earth!'

Emily tersentak bangun. Gadis itu terduduk di ranjang, terengah-engah mencari oksigen. Matanya terbelalak dengan keringat dingin menganak sungai di sekujur tubuhnya. Gaun tidurnya terasa lengket dan gerah. Air mata mengalir tanpa sadar dan ia terisak-isak tanpa henti.

Ia spontan teringat kembali pada rambut-rambut cokelat panjang kedua pria muda berusia hampir 23 tahun yang pernah ia sentuh dan belai, Ocean dan Earth. Keduanya sama-sama menaruh hati kepadanya dengan cara mereka masing-masing. Ocean yang elegan, lembut, bersinar bak berlian, ramah namun tetap maskulin. Ibarat kuda putih, biji catur putih yang selalu menang. Namun Earth begitu kasar, tak terpelajar, kusam bagai permata yang belum diasah. Kekerasan yang dialaminya untuk seumur hidupnya hingga hampir berusia 23 tahun membentuknya menjadi pribadi pendendam.

Pemuda yang seumur hidupnya dikutuki ayahnya sendiiri sebagai pembunuh ibu kandung saat melahirkannya.

Earth entah berada dimana saat ini. Ocean dan Sky masih berada di Pulau Vagano, tentunya! Mungkin bahkan sudah menikah!

Emily berusaha bangkit dari tempat tidur, mengusap air matanya dengan tisu. 'Ocean, Earth. Tak mungkin mereka masih menginginkan cintaku, walau mereka pernah mencicipi tubuhku. Setidaknya, hampir memilikiku walau belum terjadi hubungan suami istri. Namun aku sudah mereka lihat, dan aku sudah melihat mereka seutuhnya. Kedua-duanya menakutkan sekaligus mempesonaku.'

Emily bergidik. Ia selalu merasakan keinginan untuk memiliki dan dimiliki oleh kedua pemuda kembar yang memang tampan dan bertubuh tinggi itu. Para pria berdarah biru seperti di film-film, namun jauh lebih menawan dari apapun dan siapapun.

Bila Emily sudah tak tahan lagi, ia akan segera melepas semua busana yang ia kenakan dan mulai menelusuri tubuhnya sendiri, yang bertambah mekar dan indah saja, tetap langsing dan seksi di usia 23 tahunan.

Berbaring tanpa sehelai benangpun di atas ranjangnya, ia tak peduli. Asal pintu sudah terkunci.

Ia berfantasi seandainya kedua pemuda Vagano itu menatapnya saat ini, begitu menginginkan dirinya, menelan ludah mereka, menatapnya dengan dua pasang mata biru mereka yang tajam dan jernih.

Emily teringat pada setiap pelukan, sentuhan dan kecupan kedua pria muda itu. Bagaikan madu dan racun yang manis dan memabukkan, dan mungkin juga bisa mematikan.

Tangan Ocean yang hangat lembut, tangan Earth yang masih kasar saat itu.

Apa yang mereka lakukan pada tubuh wanitanya, sesekali dengan hati-hati, di lain waktu dengan setengah memaksa.

'Ya Tuhan! Jangan, jangan buat aku lagi teringat kepada mereka! Aku tak kuat! Aku merasa begitu tak berdaya!' jerit Emily tertahan saat ia hampir mencapai 'puncak' kepuasannya saat mencoba menggapainya sendiri. Ia belum berani memasukkan apapun ke dalam milik pribadinya. Cukup dengan menggesekkannya saja dengan paha atau tangan, ia sudah merasa 'nikmat'.

Yang satu itu, ia belum berikan kepada siapa-siapa.

Namun hingga kini, mengapa masih Earth yang ia paling 'rindukan'? Mengapa bukan Ocean yang pertama kali ia kenal, yang pertama kali menyelamatkannya?

'Earth, dimana kau berada sekarang? Bukankan kau dikirimkan ke Evermerika juga oleh kedua kakak kembarmu? Aku ingin mencarimu, Earth! Aku ingin...'

Emily segera berpakaian, ditepiskannya semua pikiran gila tak masuk akal itu.

Ia harus mengajar lagi hari ini! Segera mandi, sarapan pagi dan berangkat ke sekolah!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun