Earth sudah mengerti dan siap akan penolakan Emily atas apa yang ia perbuat. Ia tahu, bahkan hingga saat ini, gadis itu takkan ingin mereka berbuat hingga sejauh itu.
Walaupun sedang tak ada siapa-siapa.
Tapi pemuda itu menunggu, sementara tentu saja ia tak ingin menghentikan keinginannya mencumbu gadis yang beberapa hari ini terombang-ambing pada penemuan, fantasi dan keinginan terpendamnya sendiri.
"Kumohon, kau boleh minta bantuanku apa saja, asalkan kita jangan dulu begini," Emily akhirnya bisa mendorong dada Earth untuk menjauh, sambil berusaha menutup dirinya yang mulai terbuka tak karuan.
"Asalkan apa? Tidak menikmati kesucianmu?" Earth tersenyum, merasa kesal, namun sekaligus senang karena 'penggiringannya' berhasil, "Tentu saja, kau bisa menundanya lagi, asalkan... Kembalikan Pedang Terkutuk itu padaku!"
Emily sudah menduga Earth memang datang untuk itu. Ia teringat, 'Dangerous Attraction' sudah kembali di museum, namun juga terantai dan tergembok dengan baik. Belum tentu Earth akan berhasil memperolehnya, bagaimanapun kuatnya dia! - demikian pikir Emily.
"Kau boleh coba. Tapi aku tak yakin. Kita ambil saja dimana kita waktu itu kembalikan. Asalkan kau jangan bunuh Ocean dan Sky. Hanya ambil pedang itu untukmu. Namun jangan bunuh saudara-saudara kembarmu, please..."
"Dengan imbalan apa kau mohon peliharakan nyawa mereka?" Earth merapikan pakaiannya, merasa inilah saatnya menerima penawaran terlebih dahulu sekaligus melakukan desakan kemudian!
"Nanti bila kita bertemu lagi, kau boleh melakukan apa saja denganku! Hanya saja, tak sekarang. Please. Aku tak punya apapun, hanya diriku ini." Emily tahu, ia tak punya apapun selain dirinya yang belum juga 'dijamah' oleh mereka.
"Tentu saja aku setuju, asalkan kau tak lagi berkelit dariku!" Earth tersenyum, hampir seanggun Ocean sekarang.
Tak lama kemudian, mereka berdua sudah berada di museum yang sunyi. Para petugas dan penjaga berada entah di mana, sepertinya semua sedang dikerahkan untuk suatu tugas yang lain. Emily merasa takut, tetapi di sisi lain lega karena Earth takkan disakiti siapa-siapa.
Hingga saat ini, gadis itu masih galau. Bagaimana mungkin ia tadi begitu berani menjanjikan diri mau memberikan dirinya untuk Earth? Apakah ia memang mulai mencintai pemuda itu? Mengapa ia diam saja saat Earth menggerayangi setiap bagian tubuhnya untuk kesekian kalinya?
Kadang, Emily memandang pemuda itu ragu-ragu, berusaha menemukan jawaban, 'Apakah ia mencintaiku atau tidak? Hanya nafsu belaka antara kami berdua ataukah memang ada perasaan lebih dari itu? Ia memang mulai semenarik kedua saudaranya. Aku menyukai  duo pemuda berambut panjang menawan itu, Ocean dan Earth. Aku belum bisa memilih!'
Namun Earth sepertinya sedang tak tertarik pada Emily sekarang, fokus memandang Pedang Terkutuk yang berada di hadapannya.
Tanpa kaca pelindung. Bersih. Tegak bersinar, berkilau di bawah sorotan lampu-lampu pajangan, sama sekali sudah tak terlihat jejak darah yang sudah pernah ia tumpahkan. Namun tetap saja memancarkan aura dingin sekaligus panas nan misterius itu.
"Sialan, dirantai! Digembok! Sama seperti diriku selama hampir 23 tahun! Namun Hannah Si Tua pernah mengatakan, siapapun yang berhak atas benda ini, pasti akan dengan mudah memilikinya dan takkan bisa dicegah siapapun untuk menguasainya.
Mudah memilikinya. Kurasa bila memang kehendak ayahku Zeus benar, aku yang berhak atas benda ini!"
Emily hanya bisa menahan napas saat Earth mendekat dan berusaha menarik pedang yang masih terantai dan tergembok erat itu...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H