Tak lama kemudian, mereka berdua sudah berada di museum yang sunyi. Para petugas dan penjaga berada entah di mana, sepertinya semua sedang dikerahkan untuk suatu tugas yang lain. Emily merasa takut, tetapi di sisi lain lega karena Earth takkan disakiti siapa-siapa.
Hingga saat ini, gadis itu masih galau. Bagaimana mungkin ia tadi begitu berani menjanjikan diri mau memberikan dirinya untuk Earth? Apakah ia memang mulai mencintai pemuda itu? Mengapa ia diam saja saat Earth menggerayangi setiap bagian tubuhnya untuk kesekian kalinya?
Kadang, Emily memandang pemuda itu ragu-ragu, berusaha menemukan jawaban, 'Apakah ia mencintaiku atau tidak? Hanya nafsu belaka antara kami berdua ataukah memang ada perasaan lebih dari itu? Ia memang mulai semenarik kedua saudaranya. Aku menyukai  duo pemuda berambut panjang menawan itu, Ocean dan Earth. Aku belum bisa memilih!'
Namun Earth sepertinya sedang tak tertarik pada Emily sekarang, fokus memandang Pedang Terkutuk yang berada di hadapannya.
Tanpa kaca pelindung. Bersih. Tegak bersinar, berkilau di bawah sorotan lampu-lampu pajangan, sama sekali sudah tak terlihat jejak darah yang sudah pernah ia tumpahkan. Namun tetap saja memancarkan aura dingin sekaligus panas nan misterius itu.
"Sialan, dirantai! Digembok! Sama seperti diriku selama hampir 23 tahun! Namun Hannah Si Tua pernah mengatakan, siapapun yang berhak atas benda ini, pasti akan dengan mudah memilikinya dan takkan bisa dicegah siapapun untuk menguasainya.
Mudah memilikinya. Kurasa bila memang kehendak ayahku Zeus benar, aku yang berhak atas benda ini!"
Emily hanya bisa menahan napas saat Earth mendekat dan berusaha menarik pedang yang masih terantai dan tergembok erat itu...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H