Cih, mengganggu saja. Terpaksa kurapikan kembali pakaian malamku dan kusambar senapan di sudut kaki piano yang selalu kubawa kemanapun mulai hari itu.
Emily yang masih setengah berbusana terduduk di atas piano, buru-buru menutupi bagian atasnya dengan blus.
"Emily!"
Panggilan seseorang di luar sana benar-benar membuatku terganggu. Kubuka jendela aula yang besar dan berat, berusaha melihat ke dalam kegelapan malam. Hanya ada pepohonan dan cahaya bulan nan suram.
Kurasa sosok yang tadi memanggil nama Emily itu... Earth ???
"Huh. Kurasa dia sekarang ada di sini. Emily, pergi ke kamarmu dan kunci pintu! Jangan berani-berani keluar sebelum aku ke sana!"
Emily terkesiap, buru-buru mengenakan semua busananya kembali. Lalu terburu-buru pergi tanpa sepatah katapun.
Earth? Betulkah ia memang ada dan ia tahu atau berhasil mengintipku saat sedikit lagi berhasil memiliki Emily? Betulkah jika saudaraku itu memang selama ini terbebas dan berusaha merebut gadis yang duluan kucintai?
Tak berhasil menemukan pengganggu itu, kututup dan kukunci jendela aula baik-baik.
Perasaanku sungguh tak karuan. Batal memiliki Emily kali ini. Astaga. Ia pasti merasa takut mengetahui bisa sebegitu bejat dan rendahnya diriku. Mengapa aku begini? Ada apa denganku?
Baru kali inilah selama hidupku, aku ingin berbuat itu, sebelum gadis yang kali ini betul-betul kucinta mengatakan ia juga cinta padaku. Inikah yang ayahku sebut 'lindungi satu dan dua dari tiga'?
Tiga.. bukan hanya mengacu pada hadirnya Earth. Tapi ...kehadiran seorang wanita!'