Mohon tunggu...
Wiselovehope aka Poetvocator
Wiselovehope aka Poetvocator Mohon Tunggu... Novelis - Desainer Komvis dan Penulis Lepas. Unik, orisinal, menulis dari hati.

aka Julianti D. ~ Instagram: @wiselovehope Https://linktr.ee/wiselovehope Https://pimedia.id/wiselovehope Email: wiselovehope@gmail.com Akun Opinia: Julianti Dewi (Wiselovehope) Akun Tiktok: juliantiwiselovehope Akun X:@wiselovehope Akun Threads: @wiselovehope

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Episode 81: Cursed: Kutukan Kembar Tampan (Novel Romansa Misteri)

28 Juli 2023   17:15 Diperbarui: 28 Juli 2023   17:19 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi

Malam itu juga, Emily yang belum dapat tidur karena masih memikirkan nasib  Earth dan bertanya-tanya dalam hati dimana ia berada sekarang, tiba-tiba saja 'mendapatkan undangan' dari Ocean untuk menemuinya di ruang pertunjukan atau aula tempat mereka dulu bermain piano bersama-sama.

Emily biasanya merasa senang dan berdebar-debar bila Ocean menaruh perhatian khusus padanya, namun entah mengapa, setelah beberapa kejadian yang secara tak disengaja mendekatkannya dengan Earth, ia malah menjadi ragu-ragu dan malu sendiri pada Ocean semenjak pertemuan mereka kembali di hutan tadi siang.

Seakan-akan Ocean kini pun telah tahu segala yang terjadi dan akan marah besar karena Emily tak mau jujur bila ia sudah mengetahui sesuatu yang penting. Seolah Emily telah menutup-nutupi sebuah dusta besar.

"Aku di sini."

Ocean belum berkata apa-apa, ia hanya menunduk dalam-dalam memainkan pianonya seperti malam itu, hanya saja entah lagu apa, Emily tak tahu. Iramanya sedikit kacau dan juga terdengar tak merdu. Begitu asal-asalan dan ruwet.

"Ocean, kau marah kepadaku?"

Baca juga: Never Never Ever

BRANG!

Pemuda itu tiba-tiba menjauhkan kedua tangannya ke atas tuts piano, nada-nada tak jelas mengejutkan seperti sesuatu jatuh terbanting di atasnya menyentakkan Emily hingga ke relung jiwa terdalam.

Baca juga: Haters

"Ocean... apakah aku mengejutkanmu?"

Pemuda itu lama terdiam. Tak seperti biasanya.  "Aku selalu berusaha untuk sabar, tenang dan bersikap bijaksana. Namun kau diam-diam mengetahui sesuatu yang kami belum ketahui dan bahkan membawa dia masuk ke dalam puri ini. Siapa dia, Em? Siapa?"

"Aku.. aku terpaksa. Aku tak sengaja membawa dia kemari. Aku beberapa kali diselamatkan olehnya. Ya, aku berusaha memberitahukan segalanya kepadamu dan Sky beberapa kali, tapi kalian berdua mengacuhkanku dan tak percaya begitu saja kepadaku.

Betul, dialah Earth, dan ia betul-betul masih hidup. Ia ada di pulau ini. Namun ia sudah pergi lagi."

"Apa yang telah kau perbuat dengannya, Em? Apakah kau menyukainya lebih dari aku?" Ocean berdiri, menatap Emily tajam dan dalam-dalam seolah tak ingin lagi dibohongi. "Jujurlah kepadaku. Apakah ada sesuatu yang telah kalian perbuat atau rencanakan?"

"Aku.. aku belum menjanjikan apa-apa kepadanya. Aku hanya ingin bersahabat dengannya karena selama ini ia begitu menderita. Ia adik kandung kalian yang begitu dibenci ayah kalian!" Emily membeberkan semuanya, "Namun aku belum tahu bagaimana perasaan pribadiku terhadap satupun dari kalian. Aku menyukai kalian semua, tapi cinta? Belum." Emily tak berani berkata bahwa Earth sudah lebih intim lagi mengenalnya.

"Kau memang belum sungguh-sungguh bisa mencintaiku, ya Em? Aku harus berbuat apa lagi untuk menunjukkan keseriusanku? Aku bertahan di bawah sana hanya untukmu, karena aku memikirkanmu. Aku berkata jujur sekarang, ya, aku tak ingin adik-adikku melangkahiku. Aku yang terlebih dahulu menemukanmu di pantai. Aku yang telah menyelamatkanmu!"

Ocean yang biasanya ramah, baik hati dan tenang malam itu tampak berang dan begitu marah. Ia belum bisa menerima fakta bahwa Earth kemarin bahkan hingga tadi siang sudah menampakkan diri, bahkan berusaha mendekati Emily.

"Kau tak tahu siapa laki-laki itu! Dia bisa jadi sangat berbahaya dan mencekikmu hingga tewas sewaktu-waktu. Adik kami mungkin masih hidup dan kami seharusnya gembira. Namun  ia datang membawa perpecahan dan kebinasaan. Ia tak boleh lagi berada di sekitarmu untuk selama-lamanya! Jika perlu, di sini, saat ini juga, aku akan memilikimu sepuasnya hingga kau tak bisa lagi dimiliki oleh siapapun juga!"

Tiba-tiba saja Emily menemukan dirinya tergeletak di atas piano besar yang tertutup, dan tubuh tinggi kurus Ocean menindihnya dengan kuat.

"Kau tak tahu siapa aku. Mungkin selama ini kau lihat aku sebagai pemuda alim dan terpelajar. Namun malam ini, di tempat ini, aku akan buktikan kepadamu bahwa aku seorang laki-laki dewasa!"

"Jangan, Ocean, please, jangan lakukan itu.."

Namun tak ayal, Emily merasakan sensasi memabukkan yang sama nikmatnya seperti saat Earth dulu membuka kelopak kuntum mawarnya satu demi satu. Ocean mencium bibirnya dalam-dalam sementara kedua tangannya yang lembut namun kuat merengkuh wajah mungilnya, lalu turun ke leher ramping dan bahu Emily yang kurus kecil dan spontan menarik turun sebagian blus gadis itu.

Emily tak bisa berbuat apa-apa, antara pasrah dan juga menunggu sesuatu yang ia tahu dapat terjadi kapan saja...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun