"Ah, tak apa-apa kok..." Earth berdeham, "Aku mandi dulu sebelum turun ke dapur."
"Jangan lama-lama ya, dan ajak Emily juga."
Setelah Sky pergi, Emily beringsut keluar dari balik bed cover, "Syukurlah Sky belum tahu apa yang terjadi, sebaiknya memang kau segera pergi dari sini seandainya Ocean nanti kembali."
"Kau tak senang aku ada si sini?" Earth tampak agak kecewa sekaligus cemburu.
"Bukan begitu, aku mencemaskan dirimu." gadis itu baru kali ini begitu tak ingin terjadi apa-apa bila kelak kedok Earth terbuka.
Earth duduk di atas ranjang, mendekat dan memeluk Emily dengan lembut, "Seandainya aku harus pergi lagi, aku takkan jauh-jauh darimu. Asal kau jangan lupakan aku."
Akhirnya tak lama kemudian, Emily dan Earth yang masih menyamar sebagai Ocean turun ke dapur untuk bertemu dengan Sky.
Emily diam-diam mengakui bila penyamaran Earth kali ini cukup sempurna. Apalagi aura ketenangan yang ajaibnya berhasil keluar dari dalam pemuda yang dahulu begitu labil.
"Gila!" seperti biasa, Sky berkomentar sarkastis, "Semua persediaan makanan di dapur habis diacak-acak. Syukurlah monster apapun itu tak sampai masuk ke pantry atau gudang persediaan bahan makanan kita!"
"Jejak kaki ini menuju ke... Lorong Bawah Tanah!" Emily menyadari bila sisa-sisa jejak langkah kotor serta makanan dan air yang diambilnya masih terjejak di atas karpet puri menuju arah yang ia sebutkan.
"Rute kita kemarin turun ke Lorong Bawah Tanah!" Sky berseru sambil menjentikkan jari. "Tapi turun ke bawah sana sungguh membuatku kapok! Kurasa hewan atau monster itu sungguh berbahaya! Petugas, blokir pintu-pintu yang telah dilalui makhluk ini! Paling tidak, untuk sementara ia takkan bisa naik ke atas sini lagi! Dan juga kalian pelayan-pelayan puri, segera bersihkan bekas-bekas lumpur dan kotoran menjijikkan ini!"