Emily dalam kepanikannya berlari ke kamar Ocean, lupa bahwa yang ada di sana bukanlah Ocean, melainkan Earth...
Pintu kamarnya kebetulan tidak terkunci, dan Emily menyerbu masuk sambil berseru-seru,
"Di dapur, seseorang atau sesuatu telah..."
Gadis itu terdiam, sesaat ingin berpaling. Baru sadar bahwa pemuda yang ia jumpai itu bukanlah Ocean, melainkan Earth.
Dan yang lebih mengejutkan serta membuat rona merah spontan merekah di pipinya, pemuda itu nyaris tak mengenakan apa-apa, hanya selembar handuk menutupi area pinggulnya. Ternyata ia baru saja mandi. Dan masih duduk di atas ranjang Ocean, belum lagi sempat mengenakan baju yang telah ia pilih.
Tubuhnya terbentuk dengan sempurna, hanya masih sedikit lebih kurus dibandingkan kedua kakak kembarnya. Beberapa bekas luka lama menarik perhatian Emily.
"Mengapa kau menatapku seperti itu?" Earth berkata dalam nada rendah, dingin, sekaligus sedikit 'menantang'.
"Aku, aku, aku hanya penasaran, masih sakitkah semua bekas luka itu?"
Memang kemarin Emily sempat melihatnya, namun tak sefokus hari ini. Dan waktu itu juga belum berperasaan sedalam ini.
"Kemari dan mendekatlah padaku, sentuhlah sendiri."
Emily ragu, namun entah mengapa, ia terhipnotis dan mendekat. Diletakkannya tangannya pada sebuah bekas luka cambukan yang melintang pada dada Earth yang nyaris tak berambut.
"Siapapun yang melakukan ini terhadapmu pasti orang yang kejam sekali."
"Tapi tak apa-apa. Sudah tak sakit lagi. Apalagi setelah bertemu denganmu."
Dan entah mengapa, pemuda itu pagi ini merasakan lagi gejolak itu saat Emily masuk ke kamar yang kini telah menjadi ruang pribadinya. Earth tersenyum penuh makna, berdiri sejenak untuk menutup dan mengunci pintu, lalu berkata, "Jangan pedulikan apapun saat ini. Kau milikku."
Dan tahulah Emily bahwa pagi itu sekali lagi Earth berhasil sekali lagi menjatuhkannya ke dalam lubang hitam tanpa dasar, walau gadis itu masih bersusah payah agar milik pribadi Earth tidak bersatu dengan dirinya. Gadis itu tidak mau.
Walau ia menikmati semuanya. Ia izinkan Earth membuka helai demi helai busananya dan menghempaskannya ke ranjang Ocean. Lalu pemuda itu melepaskan handuknya sendiri. Tubuhnya yang kurus namun berenergi serta begitu bersih dan mulus kini berada tepat di atas Emily yang begitu rentan terbuka.
"Jangan masuki aku, kumohon. Itu bisa menyebabkanku mengandung anak kita." gadis itu berbisik memberitahukan Earth dengan sangat hati-hati.
"Maksudmu, apa yang dulu terjadi pada ibuku bisa terjadi juga padamu?"
"Ya. Dan aku belum siap.." Emily terengah-engah, antara takut pada reaksi Earth yang bisa berlaku brutal sewaktu-waktu dan juga pada dirinya sendiri yang ia tak pernah sangka akan sebegitu ingin memiliki dan dimiliki pemuda tampan liar bermata biru tajam itu.
"Jangan khawatir, aku akan berhati-hati. Aku akan menahan diri untuk tak sejauh itu." Earth tersenyum menikmati semua yang ia lihat dan ia sentuh. Mendengar desahan Emily ia bertambah ingin, namun tak berani mengambil risiko, ditutupnya mulut gadis itu dengan sebelah tangan, sementara tangannya yang satu lagi membimbing tangan Emily ke miliknya yang begitu ingin dimanjakan itu.
"Kau belum menyentuhnya, pagi ini kau harus menyentuhnya dan mencoba mencicipinya. Bila tidak, Sky akan kubunuh. Aku tak main-main, kau takkan kumasuki hari ini, tapi kau harus masuk ke dalam duniaku."
Emily tak mampu lagi menghindar. Dan herannya, ia tak merasa jijik ataupun geli lagi. Bahkan ia merasakan suatu sensasi yang begitu menggelisahkan.
Bayangkan, berada di atas peraduan seseorang yang belum tahu apa yang sedang terjadi. Orang yang juga menaruh hati kepadanya.
Inikah yang semua manusia maksudkan dengan nafsu terkutuk itu, kekaguman yang berbahaya, Dangerous Attraction...
"Aku ingin sekali mencabik-cabikmu saat ini, Emily. Suatu saat nanti aku akan benar-benar melakukannya."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H