Mohon tunggu...
Wiselovehope aka Poetvocator
Wiselovehope aka Poetvocator Mohon Tunggu... Novelis - Desainer Komvis dan Penulis Lepas. Unik, orisinal, menulis dari hati.

aka Julianti D. ~ Instagram: @wiselovehope Https://linktr.ee/wiselovehope Https://pimedia.id/wiselovehope Email: wiselovehope@gmail.com Akun Opinia: Julianti Dewi (Wiselovehope) Akun Tiktok: juliantiwiselovehope Akun X:@wiselovehope Akun Threads: @wiselovehope

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Episode 67: Cursed: Kutukan Kembar Tampan (Novel Romansa Misteri)

18 Juli 2023   16:12 Diperbarui: 18 Juli 2023   16:19 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

(Point-of-view Zeus Vagano:)

'Aku tahu itu kalian, putra-putraku. Aku tahu waktu itu yang melukaiku secara tak sengaja adalah salah satu dari kalian.

Aku tak menyalahkan kalian, kalian hanya melindungi diri.

Aku juga tak pernah minta diakui atau dilihat sebagai ayah, karena kalian tentu mengira aku sudah lama mati.

Dan kini, aku hanya hidup untuk satu tujuan. Melihat kutukanku terbukti sebelum aku mati. Aku ingin kalian berdua selamat demi meneruskan garis keturunan keluarga kita. Namun mereka yang menghancurkan kita semua harus mati.

Pembunuh ibu kandungnya dan juga wanita yang menjebloskanku kemari itu harus mati! Hannah, kau boleh mencintaiku setengah mati hingga kau begitu marah kepadaku dan ingin aku mati! Kau berharap aku akan mati tersiksa perlahan-lahan membusuk di bawah sini.

Sedangkan Earth kau pelihara walau tak sepenuh hati, itupun bukan karena mengasihaninya. Untuk pekerjaan yang satu itu aku memang memberi jempol.

Namun sayang sekali, kalian berdua harus mati. Aku bertekad akan keluar dari sini sesegera mungkin.

Kulihat dengan mataku yang sudah terbiasa dalam kegelapan, sebuah tali berwarna terang yang menuntunku menuju suatu tempat. Kuikuti saja kemana tali itu menuju.

Ternyata menuju ke dunia atas.

Aku meraung-raung dengan penuh kegembiraan. Sekarang aku bisa bebas keluar kapan saja.'

(Point-of-view Ocean Vagano:)

'Aku terpisah dari Sky saat kami berdua dalam perjalanan melarikan diri dari Makhluk Misterius apapun itu. Aku tak berhasil mengikuti tali penuntun kami dan hanya berjalan kemana kakiku dapat melangkah.

Kurasa aku tersesat!

Untuk sesaat aku dilanda kecemasan dan kepanikan. Tapi Emily pernah berada di sini, dan ia bertahan. Aku juga harus bisa.

Walaupun Makhluk Misterius yang tadi memanggil nama kami berdua itu sepertinya mengenal kami.

Jangan-jangan itu... ayah kami, Zeus Vagano?

"Ayah?" kupanggil sesekali dalam kegelapan.

Tentu saja tak ada jawaban.

Kuteruskan penyelidikanku sendirian sambil berusaha menemukan jalan keluar. Kuharap aku akan bertemu lagi dengan Sky atau Emily atau jalan keluar, sebelum aku berakhir di sini...

Emily. Aku selalu merasa ada sesuatu atau seseorang yang menghalangi di antara kami berdua. Bukan Sky, adikku itu hanya menganggap Emily sebagai adik perempuan yang tak pernah kami miliki.

Kurasa memang ada seseorang. Dia belum mati. Memang aku belum pernah melihatnya, namun seperti yang Emily yakini, dia ada.

Earth, cepat atau lambat, kau akan kutemukan. Aku belum tahu apa yang akan terjadi seandainya kita bertemu.'

Sudut Pandang / point-of-view Earth Vagano :

'Kuantarkan Emily dengan selamat hingga di pintu depan puri, dan tak ada seorangpun yang mencegat apalagi menangkapku. Kurasa semua orang ini mengiraku sebagai Ocean! Emily betul, aku semakin mirip dengan Ocean sehingga aku mulai menikmati ini semua.

"Selamat datang kembali, Tuan Muda Ocean Vagano dan Nona Emily Stewart !!!" sambut penjaga pintu dengan hormat.

"Ayo," Emily menarik tanganku masuk, sehingga aku terpaksa mengikutinya.

"Ternyata Ocean dan Sky tak ada di sini, mereka sama sekali tak curiga padamu. Ayo kita segera masuk." Emily menghembuskan napas lega sekaligus takjub.

"Kita letakkan pedang itu di museum lalu kau bisa pergi lagi."

"Aku mirip dengan Ocean." kulihat pantulan diriku sendiri di beberapa cermin antik besar-besar yang ada di beberapa sudut puri mewah yang biasanya hanya kulewati dengan ragu-ragu itu.

"Ya, bila saja kalian tak terlibat dengan semua kekacauan ini..." Emily menarik lenganku, "Ayo kita segera ke museum untuk meletakkan pedang ini, lalu kau boleh pergi dengan aman."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun