Dan pemuda itu menarik Emily lebih dalam ke wajahnya dan mencium bibir gadis itu dalam-dalam.
Emily bingung, takut, tapi tak mengelak. Ia tak tahu apa yang ia bisa perbuat. Bibir Earth berbeda dengan bibir Ocean. Bila dengan sang kakak sulung Emily merasakan kelembutan dan kehangatan, dengan sang adik bungsu Emily merasakan emosi, kekerasan terpendam dan juga kedinginan yang amat sangat. Namun ada yang begitu berbeda.
"Earth, kumohon, jangan apa-apakan aku..." pinta Emily di sela-sela kecupan mereka.
"Aku takkan menyakitimu, asal kau mau menuruti perintahku..."
'Apakah aku jatuh cinta dengannya?' - Emily bergidik ngeri. Orang yang begitu misterius, polos, dengan emosi tak stabil dan tentunya menyimpan dendam. Ia tampan, tapi masih bagai berlian tak terasah, bukan untuk dibandingkan dengan Ocean yang bersinar gemerlapan.
Dan entah berapa lama mereka mempertahankan posisi itu...
***
(Point-of-view Earth Vagano:)
'Gadis itu kutemukan tadi malam dalam pengembaraanku setelah benda yang Si Tua maksudkan berhasil kuambil. Aku tak perduli pada nasib hewan malang yang kutusuk. Tapi Emily yang berhasil kujumpai lagi untuk kesekian kalinya adalah bonus besar!
Aku kini berada dalam pelukannya dan merasa gembira atas penerimaannya kepadaku. Ia tak menganggapku menjijikkan atau jelek, maka rasa percaya diriku mulai muncul.
Namun saat kuperlihatkan benda yang disebut pedang itu kepada Emily, ia begitu terkejut dan sekaligus memberiku ekspresi ngeri yang amat sangat, seolah ingin lari menjauhiku.