Apa atau siapa yang ditunggu?
Ocean segera tiba di lokasi yang ia tuju. Ia sudah pernah berada di sana dan melihat segalanya. Tapi ada satu hal yang benar-benar gila yang belum pernah ia lakukan sebelumnya.
"Benarkah ayahku sudah meninggal seperti yang dikatakan orang-orang? Mengapa tak ada yang pernah tahu sebab meninggalnya, dan bahkan kami tak memiliki akta kematiannya?
Apakah..."
Ocean segera pergi berkuda ke istal yang tak terlalu jauh dari sana dan kembali lagi dengan sebuah sekop penggali tanah. Matahari mulai tinggi di langit, namun ia tak perduli pada cuaca yang begini terik.
"Aku harus melihat dengan mata kepalaku sendiri. Aku harus melihat jenazah ayah! Sebab..."
Ocean terus menggali dan menggali seorang diri hingga sore menjelang. Ternyata tanah  makam Vagano tak sesubur wilayah sekitarnya, tanahnya begitu keras dan kering.
Makam itu jauh lebih dalam dari yang ia duga. Mungkin dua meter atau lebih. Ocean bersyukur ia tak lupa membawa tali tambang yang ia tambatkan di pohon terdekat untuk menolongnya keluar nanti.
Pakaian Ocean yang biasanya necis kini sudah berlumur tanah merah dan tubuhnya kotor bermandi peluh. Hingga hari senja dan sekitarnya hampir menjadi gelap, barulah sekopnya bertumbukan dengan kayu peti jenazah ayahnya, Zeus Vagano.
"Ayah!" panggilnya dengan suara bergetar sambil berusaha mencungkil tutup peti yang ternyata masih utuh itu dengan linggis.
Dan peti yang sudah tua itu segera terbuka dengan mudah.