Mohon tunggu...
Wiselovehope aka Poetvocator
Wiselovehope aka Poetvocator Mohon Tunggu... Novelis - Desainer Komvis dan Penulis Lepas. Unik, orisinal, menulis dari hati.

aka Julianti D. ~ Instagram: @wiselovehope Https://linktr.ee/wiselovehope Https://pimedia.id/wiselovehope Email: wiselovehope@gmail.com Akun Opinia: Julianti Dewi (Wiselovehope) Akun Tiktok: juliantiwiselovehope Akun X:@wiselovehope Akun Threads: @wiselovehope

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Episode 43: Cursed: Kutukan Kembar Tampan (Novel Romansa Misteri)

7 Juli 2023   08:42 Diperbarui: 7 Juli 2023   09:18 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi menjelang siang itu Emily segera melancarkan aksinya bersama Sky, turun bersama-sama ke Lorong Bawah Tanah. Mereka membawa perlengkapan yang memadai dan tak lupa gulungan tali panjang untuk menandai jalan. Emily ingat rute dari dapur yang biasa dilalui Hannah, jadi hanya dari awal saja ia bisa menunjukkan pintu untuk turun menuju dunia gelap gulita yang bahkan di siang hari bolong tetap terkesan mengerikan.

"Duh, betulan, aku gak mau masuk lagi ke bawah sini bila tahu baunya apek dan menyesakkan seperti ini! Istal kuda kami saja jauh lebih baik, padahal setiap hari rabuk kudanya begitu banyak!" cerocos Sky sambil menyorotkan senter besarnya. Emily berjalan di belakangnya, mereka turun dengan sangat hati-hati sebab anak tangga batu itu licin, curam dan penuh lumut.

Akhirnya mereka berdua tiba di lorong utama yang berdasar batu lembab dan setengah berlumpur.

"Sekarang kemana?" Emily melihat banyak sekali perempatan dan persimpangan tak teratur dari sorotan senter kecil yang dibawanya.

"Ke kanan saja. Biasanya kanan lebih baik. Hanya pendapatku saja, 'sih! Jangan lupa talinya diulur dari sini hingga kita tahu jalan keluar."


"Baiklah, Sky."

Suara-suara mereka kadang bergaung atau bergema di lorong yang suram, sejak kematian petugas waktu itu, bahkan lentera jaman dahulu yang biasa menyala tak lagi dinyalakan sebab tak ada yang pernah turun lagi, kecuali Hannah tentunya!

"Omong-omong, bagaimana hubunganmu dengan kakakku?" Sky mencoba mencairkan suasana tegang.


"Ah, aku..." Emily tak tahu harus berkata apa. "Antara aku dan Ocean? Belum terjadi apa-apa. Aku mungkin suka dia sedikit. Tapi..."


"Aha! Ya, itu sangat dimaklumi. Kakakku memang berwibawa. Sedangkan aku selama ini hanya menjadi bayang-bayangnya saja.."


"Eh, jangan berkata seperti itu." Emily sedikit galau mendengar si adik kembar yang biasanya riang gembira ini mendadak sedih. "Aku belum memiliki pacar atau perasaan apapun terhadap siapapun."


"Ya, kau bisa bicara begitu. Tapi kakakku mungkin menyukaimu. Dan kami di sini memang tak bisa berpacaran atau berkencan dengan gadis kota, jadi, yah... kehadiranmu adalah berkat tersendiri."


"Ha ha ha, terima kasih. Aku tak tahu harus bagaimana."


"Nikmati saja. Kami berdua selalu ada untukmu, sebagai apapun yang kau inginkan."


"Uh, terimakasih. Kurasa." Emily merasa bingung. "Dan juga bila ada yang ketiga.."


"Adik kami?" Sky terdiam beberapa saat. "Kuharap ia tak berniat juga merebutmu!" setengah bercanda Sky mencoba tertawa.

"Eh, lihat, ruangan itu sepertinya kukenali!" Emily berhenti melangkah.


"Ruangan yang mana?"


Emily mendekat ke pintu besi ganda yang mirip sekali dengan ruangan yang dimasuki Hannah pada malam ia membuntuti Sang Kepala Pelayan itu, dimana Hannah membawakan sisa-sisa makanan dalam wadah yang ia sediakan untuk sesuatu atau seseorang di sana. "Ini dia tempatnya. Aku yakin Hannah waktu itu masuk ke dalam sini." Hidung Emily mengendus, mencium jejak bau yang waktu itu sempat membuatnya seakan hampir pingsan.


"Huh, ruangan yang sangat wangi sekali. Mungkin kita harus bawa dan menyiramkan disinfektan banyak sekali lain kali kita kemari!"
Sky maju dan membuka kedua pintu besi yang tak terkunci itu dengan mudah.


Bau sengak, apek, kotoran busuk dan urin manusia serta aroma darah amis tajam menyeruak. Hampir seperti bau bangkai, membuat Emily dan Sky spontan menutup hidung dengan sebelah tangan!


"Uh, sialan!" maki Sky kesal sekaligus jijik, merasa ingin berbalik dan kabur saja. "Kandang hewan apakah ini? Siapa yang berani-beraninya memelihara hewan secara diam-diam dalam area puri ini?"


"Entahlah. Mari kita selidiki."


Dan mereka berdua pun perlahan-lahan dan sangat enggan tetap melangkah masuk dengan hati-hati.

Sky menyorotkan senternya asal saja ke dalam ruangan berukuran sedang itu. Tak ada apa-apa maupun siapa-siapa, namun sangat kotor dan bau sekali, penuh sisa makanan seperti tulang-tulang ayam dan sapi, sisa-sisa kotoran makhluk hidup, sampah-sampah tak jelas dan beberapa hewan kecil menjijikkan. Emily berkali-kali harus menginjak dan menepis laba-laba dan kecoa yang merayapi kaki mulusnya.


"Ah!" Sky menemukan benda lain di lantai yang terpasang erat di dinding.


Sepasang belenggu dan borgol baja tua yang masih relatif kuat namun dalam keadaan terbuka. Dan juga sebuah pasungan kaki dari kayu yang masih bekerja dengan sangat baik.


"Apa atau siapa yang disekap di tempat ini? Dan pastinya ia sekarang sudah bebas, dilepaskan." Sky memeriksa tak ada tanda-tanda borgol itu telah dipatahkan atau dibuka paksa.


"Yang pasti ia diberi makan oleh Hannah. Bukan seekor hewan. Lihat peletakan borgol dan juga pasungan kakinya. Ia tentunya seorang manusia!"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun