"HAHHHH!" Si Tua terpekik. Ia tak menyangka akan diinterupsi dari belakang, oleh seseorang yang tak sempat ia lihat.
Kami berdua tersungkur di hadapan Lilian yang masih belum sadar betul pada apa yang terjadi. Si Tua sempat berusaha meraih pisau yang jatuh ke lantai, namun kutendang benda tajam berbahaya itu jauh-jauh dengan sepatu tuaku.
"Sialan! Siapa kau?" tanyanya kasar, berusaha melawanku.
Biasanya aku lemah, namun makanan enak yang kuasup selama beberapa hari ini telah memberiku energi yang luar biasa.
"Makhluk Peliharaanmu yang Terkutuk!" kutinju wajahnya, dan Si Tua pun tersungkur diam. Kurasakan kepuasan yang luar biasa setelah kulakukan hal itu, seolah-olah bukan kepada Ocean dan Sky aku menaruh dendam.
Kutinju wajahnya berkali-kali hingga kurasa ada darah pada kepalan tanganku dan beberapa benda kecil putih keras beserta darah menyembur dari wajahnya.
"Hentikan! Siapa kau?" Lilian merasa ngeri melihat kebrutalanku.
Aku pun berhenti, kurasa sudah cukup, Si Tua hanya jatuh pingsan dan kehilangan beberapa gigi depannya (serta kecantikan wajahnya untuk sementara.)
"Maaf, Lilian. Aku hanya ingin Anda selamat, siapapun Anda. Aku..."
Siapakah aku? Haruskah kuakui identitas yang bahkan aku tak yakin akan kebenarannya?'
Sementara itu menjelang fajar di puri Vagano