Sudah Jadi atau Berada di Jajaran Penulis Profesional Bukan Berarti Sudah Anti Salah, Tak Perlu Baperan dan Anti Kritik!
Penulis yang sudah lama berkecimpung di dunia kepenulisan seringkali merasa seperti seorang pilot yang sudah memiliki jam terbang yang tinggi. Atau koki yang sudah memasak ribuan jenis masakan dan puluhan ribu porsi hidangan.
Jelas, asam garam kepenulisan sudah mereka makan. Akan tetapi satu hal pasti, tak selamanya tak ada masalah akan mereka hadapi. Pilot saja bisa lengah atau mengalami kesalahan teknis di pesawat. Koki saja kadang salah mengira gula adalah garam dan sebagainya.
Salah itu manusiawi sekali. Salah tulis, salah ketik, salah dalam merancang alur. Akan tetapi, kadang para penulis yang mendapatkan teguran (baca: kritik saran) kurang bisa menerima kritik saran tersebut.
1. Merasa sudah profesional dan serba tahu sehingga timbul rasa gengsi akibat diberi masukan dari entah siapa atau pembaca yang mungkin kurang dikenal atau diketahui dengan baik. "Siapa 'sih Anda? Apa kompetensi Anda?" misalnya.
2. Merasa sudah lebih tahu dalam bidang yang dijadikan topik kepenulisan.
3. Mudah merasa baper atau terlalu terbawa perasaan sehingga tidak mampu menanggapi kritik dan saran dengan kepala dingin.
4. Merasa sebelumnya atau selama ini tidak pernah melakukan kesalahan sehingga tidak patut dikritik atau diberi masukan.
5. Merasa didukung oleh penerbit, editor, platform atau pihak yang lebih kuat.
Padahal sebaiknya penulis, siapapun dia, walau sudah pernah menang lomba, sudah masuk kategori dikenal atau best seller sekalipun, sudah mendapatkan Nobel Sastra atau Pulitzer sekalipun, haruslah tetap menjadi seorang pembelajar seumur hidup.