"Dokter, apa yang akan Anda katakan kepada Lady Rose seandainya beliau menanyakan perihal putranya?"
Beberapa penumpang masih terus mengulang kalimat yang sama di dalam bus dalam perjalanan pulang rombongan 'go downtown'. Kenneth mulai kehilangan kesabaran. "Kalian diam sajalah! Semua salah Rose sendiri. Sudah risiko jika Leon sampai mengalami hal-hal buruk. Sedari awal kita harus belajar yang namanya hukum alam. Survival of the fittest. Jika Leon bukan yang terpilih untuk tetap hidup, sudahlah! Demikian pula dua orang lain itu! Biarkan saja! Que sera sera, whataver will be, will be!"
Belum lagi usai amarah Kenneth, tetiba bus yang mereka tumpangi oleng. Miring ke kanan dan ke kiri, sepertinya perjalanan naik gunung mereka mendadak jadi begitu berbahaya! Tebing di satu sisi, jurang di sisi lainnya. Meskipun fajar, penerangan masih begitu minim, sangat sulit melihat sekitar
"W-w-what's going on again?"
"Ada apa?"
"Sopir, mengapa bus kita mendadak slip?" Kenneth memicingkan mata sambil berpegangan erat pada jok-jok di sekitarnya.
"Kurasa kita baru saja melalui suatu genangan yang licin di jalan!" lapor sopir sambil berusaha menstabilkan kendaraan, "Apakah itu oli atau tumpahan minyak?"
"Hentikan! Matikan mesin sekarang juga!"
Terlambat. Bus terasa seperti berputar. Decit rem, jerit panik para penumpang dan barang-barang yang beterbangan adalah hal terakhir yang Kenneth lihat dan dengar. Lalu semuanya menjadi sunyi.
(bersambung)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H